#28 - Rencana

26 10 2
                                    

Beberapa hari kemudian, Arthur sudah dapat kembali bersekolah seperti biasanya. Namun ia tetap harus singgah dan menjaga Josia dirumah sakit sepulang sekolah. Sekarang pun, Elizabeth sudah jarang sekali berada dirumah. Bahkan ia sudah tidak pulang ke rumah semenjak seminggu yang lalu. Arthur jadi merasa agak stress karena ini.

Pulang sekolah, Arthur menelepon Tante Ratna untuk meminta bertemu dengan Elizabeth. Memang pada waktu itu, Tante Ratna sempat memberikan nomor teleponnya kepada Arthur jikalau ia ingin berkomunikasi dengan Elizabeth.

Bunyi panggilan di HP Arthur terus berbunyi lama. Hingga telepon Arthur tersambung dengan Tante Ratna. Sontak Arthur langsung menanyakan kabar adiknya itu.

"Halo tante. Elizabeth mana?"

"Ohh, dia lagi sibuk nak. Lagi kerja kelompok." ucap Tante Ratna di seberang sana.

"Kerja kelompoknya dirumah tante kan?" tanya Arthur lagi.

"O-ohh. Bukan nak, dirumah temennya yang lain."

"Tante tau ga rumah temennya dia dimana?"

"Ya tante mana tau nak." ucap Tante Ratna dengan nada bicara agak sedikit terbata-bata dan suaranya pun mulai meninggi.

"O-ohh gitu ya tan."

"Pokoknya nanti tante telpon kalo Elizabeth udah dirumah. Udah dulu ya. Tante sibuk. Banyak kerjaan." tutur Tante Ratna yang terkesan terburu-buru dan langsung memutus sambungan teleponnya.

Arthur terlihat menampakkan ekspresi muram di wajahnya. Remi yang sedari tadi menemaninya pun tidak berkata apa-apa. Ia bingung harus mengatakan apa, sebab ia paham bagaimana perasaan sahabatnya itu kali ini. Tak lama, Remi menepuk pundak Arthur dan mengajaknya jalan-jalan terlebih dahulu sebentar, baru nanti mereka akan menuju ke rumah sakit.

"Thur, ayo jalan-jalan dulu bentar. Jernihin pikiran. Abis itu nanti baru ke rumah sakit." ajak Remi.

"Serah." jawab Arthur singkat. Ia sedang tidak begitu mood untuk diajak mengobrol.

"Ya udah ayo." ajak Remi dan kemudian ia pun bangun dari duduknya. Disusul Arthur yang masih saja muram. Tak lama, mereka berpapasan dengan Rachel. Ia yang melihat Arthur bermuka muram dan masam langsung bertanya.

"Ehh? Kamu kenapa??" tanya Rachel yang menjadi agak cemas.

"Gatau." jawab Arthur singkat. Rachel langsung memindahkan sorot pandang matanya ke Remi yang berada disebelahnya.

"Rem, Arthur kenapa?" tanya Rachel yang masih terlihat cemas.

"O-ohh... Itu tadi..." belum sempat Remi menyelesaikan kalimatnya, Arthur langsung memotongnya.

"Udah ayo. Cepetan napa, ga mood gue berdiri lama-lama tau ga. Lo juga banyak nanya, nanti aja bisa kan." ucap Arthur ketus. Remi dan Rachel sontak kaget dengan perkataan Arthur barusan. Biasanya ia tidak akan menjadi seperti ini jika sedang badmood. Sepertinya percakapan telepon singkat tadi benar-benar mengganggu perasaannya. Iapun berjalan lebih dulu.

"Emm, udah dulu ya, Chel. Nanti gue kasih tau dia kenapa." ucap Remi sembari menyusul Arthur yang sudah berjalan ke arah parkiran motor. Sebenarnya Remi pun merasa tidak enak dengan Rachel. Yang secara tidak langsung tadi dibentak perlahan oleh Arthur.

Remi mengeluarkan motornya dan membayar uang parkir yang ada. Tak lupa ia memberi helm pada Arthur. Entah mengapa namun suasana kali itu terasa sangat dingin. 16 tahun berteman dengan Arthur, baru kali ini ia melihat Arthur yang mendadak bersikap sangat dingin. Benar-benar kebalikan dari sifat aslinya.

***

Deruman motor sport Remi melaju. Menyusuri jalanan yang sedang lengang. Mereka berjalan-jalan tanpa bercakap-cakap seperti biasanya. Tak lama, Remi membuka pembicaraan.

"Eh, bensin gue udah mau abis. Ke pom bensin dulu ya. Mau ngisi dulu." ucap Remi pada Arthur.

"Hm." jawab Arthur berdehem singkat yang berarti iya. Remi hanya dapat menarik napas panjang melihat sahabatnya itu seperti ini. Jelas ia merasa stress. Josia yang belum dapat bangun, uang simpanannya yang mulai menipis, dan sekarang Elizabeth yang sudah seminggu tidak pulang kerumah. Dan ketika ia akan berbicara dengan Elizabeth, justru tidak bisa karena yang ingin diajak bicara sedang sibuk diluar sana. Orang tuanya pun tidak ada kabar sama sekali. Remi hanya takut Arthur lama-kelamaan akan menjadi depresi.

***

Sesampainya dirumah sakit, mereka langsung bergegas menuju kamar Josia. Adapula suster yang sedang mengecek infus dan segala macamnya. Suster yang melihat kedatangan Arthur langsung mengerti dan menjelaskan apa yang dikatakan dokter tadi pagi ketika memeriksa kondisi Josia.

"Kondisinya belum ada perkembangan. Masih sama. Pasien tetap harus sering dikunjungi dan dijagai disini." ucap suster tersebut. Arthur hanya mengangguk perlahan ketika mendengar penjelasan suster tersebut. Iapun menaruh tasnya dan duduk di kursi yang ada.


Tanpa sadar, air mata Arthur mulai jatuh perlahan. Gumamannya yang bergetar mulai hilang dan kemudian berganti dengan suara tangis yang hampir tidak terdengar sama sekali. Kawannya itu paham betul apa yang dirasakan Arthur sekarang. Ia sudah lama sekali tidak melihat salah satu adiknya itu kembali berbicara dan mendengar segala candaannya. Belum hal ini selesai, muncul lagi permasalahan baru, dimana Elizabeth belum juga mau pulang ke rumah. Bahkan berbicara dengannya pun seakan tidak mau.

***

Di lain tempat, disebuah rumah yang sangat mewah, Om Adi, suami dari Tante Ratna sedang bersantai di ruang keluarga. Elizabeth sedang tidur dikamarnya yang diberikan Tante Ratna kepadanya. Tante Ratna mendekati suaminya sembari membawa secangkir kopi yang diminta oleh Om Adi. Setelah menaruh cangkir berisi kopi tersebut Tante Ratna duduk disebelah suaminya. Om Adi pun mulai membuka obrolan.

"Gimana sekolahnya Elizabeth?"

"Lancar-lancar aja kok mas. Si kakaknya pun sampe sekarang kan kan ga tau rumah kita ada dimana. Jadi bagus deh." ucap Tante Ratna senang.

"Hmm gitu ya. Bagus deh. Mas bisa fokus buat kerja dan nyiapin kepindahan kita ke Jerman. Nanti Elizabeth kita bawa dan kita sekolahin disana aja." ujar Om Adi enteng.

"Wah ke Jerman, mas? Wahh aku bisa asik belanja-belanja disana terus bisa temenan ama kalangan-kalangan elit disana." ucap Tante Ratna girang sembari berkhayal. Membayangkan kehidupannya nanti di Jerman.

"Iyaiya. Nanti palingan kita bakal pindahnya ke kota Berlin ya."

"Iyaa. Aku ngikut kamu aja. Asal Elizabeth tetep sama kita, dan aku nanti bisa hidup enak banget disana. Aaa makasih banget ya mas." ujar Tante Ratna girang lalu memeluk suaminya itu.

"Ya udah. Pokoknya sekarang ini, bikin Elizabeth makin betah tinggal sama kita. Urusan kakaknya gampang. Nanti aku yang urus itu." ujar Om Adi.

"Ya udah. Aku mau ngajak Elizabeth shopping dulu ya mas." ucap Tante Ratna. Kemdian ia berdiri dan meninggalkan suaminya yang sedang bersantai itu. Dalam hati, Tante Ratna bergumam. Sembari tersenyum licik.

"Sebentar lagi, kehidupan yang paling aku impikan bakal terwujud."

Spring Day [COMPLETED]Where stories live. Discover now