#30 - Truth

25 13 0
                                    

Beberapa hari kemudian, Josia tiba-tiba mengalami kontraksi lagi. Dimana ia harus dimasukkan ke ruang ICU lagi. Arthur sudah sangat stress pada saat itu. Begitu banyak hal yang harus ia tangani. Dari Josia yang belum ada tanda-tanda baik, kedua orangtuanya yang tidak ada kabar sama sekali hingga sekarang, Elizabeth yang tidak ingin pulang ke rumah, dan ditambah lagi beberapa hari kemarin, ia tanpa sadar membentak Rachel. Sungguh rasanya sangat membuat Arthur stress.

Melihat kondisi sahabatnya yang makin hari terlihat makin tertekan, Remi benar-benar berusaha menghiburnya. Memang jika dipikir-pikir, tekanan yang Arthur alami memang begitu berat. Ia harus menggantikan peran kedua orangtuanya yang hingga sekarang tidak ada kabar untuk tetap menjaga dan merawat kedua adik-adiknya. Ditambah lagi beberapa masalah seperti masalahnya pada Rachel.

Sekitar 1 jam dokter menangani Josia di ruang ICU. Kemudian dokter tersebut keluar dari ruang ICU dan mengatakan kalau kondisi Josia sekarang sudah kembali baik-baik saja, namun tetap belum sadarkan diri. Arthur yang mendengar hal itu hanya terdiam dan mengangguk pelan tandanya ia mengerti.

Melihat Arthur masih dengan mood yang belum membaik, Remi berinisiatif untuk membiarkannya dahulu, supaya Arthur dapat menikmati me time. Mungkin saja dengan itu, mood nya akan baikan.

***

"Mampir kesitu dulu Thur. Gue juga pengen beli es krim." ucap Remi sambil mulai berbelok ke arah bangunan restoran tersebut. Arthur hanya berdehem singkat yang berarti respon 'iya' darinya.

Di tempat memesan, Remi asyik memilih-milih es krim yang ingin ia beli. Arthur pula membeli hal yang sama. Setelah beberapa menit memesan, pesanan mereka datang. Mereka segera mencari tempat duduk untuk mereka makan. Remi juga membeli sedikit makanan ringan seperti kentang goreng dan burger.

"Udah Thur. Seenggaknya, lo masih punya temen-temen lo kan." ucap Remi masih mencoba menghibur Arthur.

"Gue kangen sama adek-adek gue. Gue juga kangen sama mama papa gue. Mereka ga ada kabar sama sekali. Josia belom bangun, Lisa udah lama ga pulang ke rumah. Jujur, gue capek kalo kayak begini terus." tutur Arthur panjang menjelaskan perasaannya. Remi hanya diam mendengarkan segala ucapan-ucapan Arthur.

"Seandainya gue punya kakak yang lebih tua dari gue, kayaknya beban gue bisa rada ringan gitu...." ucap Arthur. Remi yang sempat mendengar itu seakan paham akan sesuatu hal.

"Tapi makasih banget ya Rem. Kalo engga ada lo, gue ga tau mau kayak gimana." ucap Arthur berterima kasih pada Remi karena benar-benar mau menemaninya, bahkan di masa-masa sulitnya sekalipun.

"Iyaa sama-sama Thur." balas Remi. Beberapa menit berbincang, mood Arthur sudah mulai membaik. Ia sudah mulai dapat tersenyum dan tertawa.

Setelah beberapa menit mengobrol ria, Remi teringat sesuatu hal. Ia pun mengajak Arthur untuk pergi ke suatu tempat bersamanya.

"Eh Thur. Ayo ikut gue."

"Hah? Kemana?"

"Udehh ikut aja."

***

Remi dan Arthur berjalan ke parkiran, menuju tempat motor Remi terparkir. Mereka membayar uang parkir, lalu Remi segera menggas motornya meninggalkan restoran cepat saji tersebut.

Selama perjalanan pun, sesekali Arthur dan Remi bercanda. Setelah beberapa menit motor tersebut berada di jalan, motor itu kemudian berbelok menuju ke arah suatu tempat, yaitu pemakaman. Awalnya Arthur tidak menyadari itu karena sedang asyik melamun. Tak lama, lamunannya buyar karena Remi menyadarkannya.

Spring Day [COMPLETED]Where stories live. Discover now