Chapter 2

83 5 1
                                    

"Kasih surat ini ke Angga." Diana melipat kedua tangan. Sebuah surat warna pink berpindah ke tangan sepupunya, Cila.

"Jangan seenaknya merintah orang!" tolak Cila tegas. Mereka di belakang perpustakaan. Diana menarik cewek itu untuk menjalankan rencananya. Cila tidak kuasa menolak karena kelemahannya terbongkar: dia suka sama Rio.

"Ini bukan merintah. Ini barter," ujar Diana memegang bahu sepupunya. "Lo, mau nomornya Kak Rio?"

Cila melirik sedikit. Tertarik dengan tawaran itu.

"Gue bisa minta sendiri," tandas Cila dengan wajah mengejek.

"Lo, yakin Kak Rio atau temen-temennya bakal ngasih?"

Beruntunglah Diana salah satu model sekolah. Banyak koneksi untuk mencari nomor Kak Rio. Apalagi anak-anak kelas tiga menjunjung tinggi senioritas. Cila bakal kesusahan jika tanya sendiri.

"Cuma ngasih, kan?" tanyanya memastikan.

Diana mengangguk. "Lo, selipin aja di loker."

Sepertinya tugas mudah. "Kenapa lo nggak selipin sendiri?" tanyanya curiga.

"Kalau ada lo kenapa harus gue."

Cila melotot. Sebelum sempat berpikir, Diana sudah menggiringnya menuju loker sekolah. Lalu, meninggalkan Cila sendiri di sana.

Baru saja di depan loker Angga, suara dehaman mengalihkan perhatiannya.

"Ngapain, Lo?"

Cila menyembunyikan surat itu di belakang tubuh. Memundurkan langkah saat bau citrus mengganggu penciumannya.

Angga mengambil seragam dari loker. Keringat membasahi wajahnya. Masih mengenakan seragam olahraga berwarna biru tua dengan garis-garis hitam di kerah dan siku tangan. Alisnya tertaut. "Ini bukan loker, lo."

Cila mengangguk. "Gue salah loker," jawabnya cepat. Berniat pergi sampai tangannya dicekal.

Angga heran melihat surat pink di belakang Cila. Gadis itu langsung memasukkan ke saku. Wajahnya terlihat gugup.

"Jadi, siapa?" tanya Angga.

Sempat ada hening menyergap. Tangan gadis yang rambutnya dicepol itu merogoh saku rok. Menyembunyikan surat berwarna pink di belakang tubuh. Percuma juga berbohong kalau Angga udah tahu.

Ia tidak bereaksi. Menoleh ke arah kamera beberapa detik lalu berujar, "Pengagum rahasia, lo."

"Lo, nembak gue?"

"Bukan gue. Ini surat titipan." Cila menjejalkan surat itu ke tangan Angga. Tanpa pamit, dia pergi dari sana. Tidak mau ditanya-tanya lagi. Di dalamnya pasti ada nama si pengirim.

***

Seorang gadis berselonjor di jendela berbentuk setengah lingkaran. Mata cokelat itu menembus langit malam. Satu tangannya memegang pensil sibuk mencoret-coret kertas. Sesekali dia menatap kertasnya dan bintang secara bergantian.

"Chili! Lo dipanggil Mama!"

Cila melengos. Bukannya berdiri, malah merapatkan punggung ke pinggiran jendela. Kedua kakinya mengikuti bentuk setengah lingkaran, santai sekali.

"Bilang aja, gue lagi sibuk," jawab Cila saat gedoran di pintu bertambah keras. Lantas, melanjutkan coretan bintang yang menjulurkan lidah. Itulah yang dilakukan Cila kalau lagi kesal.

"Akhhh!"

Cila buru-buru berdiri. Suara jeritan berasal dari depan kamar. Entah apa yang dilakukan nenek lampir itu di sana. Cila harusnya bisa menebak jalan pikiran ratu drama itu.

MY BAD DAY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang