Chapter 14

28 4 0
                                    

"Tumben sepi?" tanya Cila heran. Setelah praktikum di laboratorium, seharusnya anak-anak sudah kembali ke kelas. Tetapi, tidak ada seorang pun di sini. Tas mereka juga tidak ada, padahal dia hanya pergi sebentar mengantar absen ke kantor.

Baru saja melangkah, sesuatu terjatuh mengenai kepalanya. Disusul dengan guyuran air, telur yang pecah secara beruntun dan suara berisik dari belakang.

"Happy Birthday, Cila!" teriakan cempreng itu sudah hapal di luar kepala. Siapa lagi kalau bukan Diana. Suara tawa mirip Mak lampir itu terdengar nyaring. Diiringi dengan tepuk tangan heboh.

Cila membuka mata. Mengusap wajah untuk memberikan tatapan tajam. "Siapa yang ulang tahun?" tanyanya sewot.

Sontak saja tepuk tangan itu berhenti. Teman sekelasnya hari ini lengkap sekali. Wajah bingung mereka membuat Cila tersenyum culas.

"Loh, bukannya lo ulang tahun tanggal 15 Desember?" tanya Leona. Satu-satunya orang yang bukan dari kelasnya. Alasannya pasti jelas untuk mengerjai Cila. Wajah kebule-buleannya khas sekali.

Diana tiba-tiba menjerit. Kedua tangannya menutup mulut. Matanya sampai melotot. "Gue lupa," ungkapnya tanpa beban. Lantas senyumnya terbit secerah mentari siang. "Kita salah, Leona. Ulang tahun Cila 20 Desember."

Terlihat wajah bersalah dari teman-teman yang berjumlah dua puluh orang itu. Tentu saja, Cila geram,  alasan klasik dan tidak bermutu. Ingin sekali Cila mendamprat mereka habis-habisan, tetapi ditahannya.

Dia mengembuskan napas. "Oh, makasih, deh. Kalian perhatian banget sama gue," ucapnya kelewat santai

Fena yang sedari tadi dicekal langsung merengsak maju. Sebuah jaket kulit tersampir di bahu Cila. "Ayo kita pergi aja," ajaknya dengan wajah pasi.

Diana mencekal tangan Cila dengan cepat. 

"Sana pada pulang!" suruh Leona dengan gerakan mengusir.

Ada seruan kecewa yang terdengar. Beberapa anak melewati Cila dengan raut wajah bersalah. Sebagian besar menatapnya terang-terangan tanpa ekspresi. Alih-alih sedih, dia malah ingin marah. Rasa jengkel menyergapnya tanpa kendali.

"Mau apa lagi, sih?" tanyanya tanpa ditahan. Wajahnya merah padam. Mungkin telur di kepalanya akan matang jika kepalanya terus berasap.

"Ini lihat, nih." Diana merenggut. Tangannya mengutak-atik layar gawai.

Cila sedikit memundurkan kepala. Layar gawai Diana terpampang di depan mata. Seharusnya dia tidak perlu terkejut. Foto dirinya yang tengah digandeng Angga setelah perayaan ulang tahun Jakarta kemarin begitu jelas.

Melihat wajah garang di depannya, Cila ingin sekali tertawa, kejadiannya tidak seperti itu. Tentu saja tidak perlu mengatakannya langsung. Seperti sebelumnya, mereka cuma bicara apa yang diberitakan tanpa tahu kebenaran.

"Gue ternyata tenar, ya, pamor kalian kalah?" tanyanya santai. Gawai Diana kini berada di tangannya, mulai menscroll layar ke bawah. Tidak sedikit berita tentang Angga dan bandnya.

"Akun ini punya lo, ya?" tanya Cila seraya menglogout akun Instagram Diana. Tetapi usahanya berhasil dipatahkan. Diana merebut gawainya cepat. Wajahnya bertambah padam. Jelas sekali tersinggung dengan kelakuan Cila.

"Nggak lah," jawab Diana sewot.

Leona menggelengkan kepala. Tangannya direntangkan, memberi jarak kepada Cila dan Diana. "Gara-gara lo gue dimarahain, Angga," jelasnya mengeluarkan unek-unek.

Ada keterkejutan di mata Cila. Tidak percaya Angga akan memarahi Leona karena dirinya. Menelisik sikap Leona yang menjauh, mungkin itu benar. "Yah, dia, kan terlalu cinta sama gue," jawab Cila lalu terbahak.

MY BAD DAY ✔Where stories live. Discover now