Chapter 18

29 3 0
                                    

Jika pagi tadi Cila dikejutkan dengan kedatangan Rio yang tiba-tiba, maka kali ini dia dibuat terkejut dengan pertanyaan tidak masuk akal. Teman sekelasnya bertanya secara terang-terangan tentang hubungannya dengan Angga,  membuat kepalanya sampai mau pecah karena hubungannya mulai terungkap.

Semakin banyak yang mengerubunginya, dia berinisiatif untuk mengecoh mereka. "Tuh! Bu Hanik dateng!" teriak Cila dengan tangan menunjuk ke luar kelas. Ia tahu guru konseling itu sangat ditakuti anak-anak, apalagi kalau melihat keributan sebelum bel istirahat berdering.

Sontak saja kerumunan itu bubar seketika. Cila langsung berdiri, Tangannya menarik Fena yang dari tadi duduk tersudut di dekat bangku. Keduanya pun berlari keluar, hingga terdengar umpatan samar dari dalam kelas.

Cila mengembuskan napas lega setelah berada di luar kelas. Dia melirik wajah Fena yang pasi, keringat dingin menetes dari dahi. Cila pun mengecek suhu tubuh sahabatnya.

Fena memundurkan wajah karena terkejut. "Gue nggak papa," ucapnya kemudian menegakkan punggung.

"Lo mau ke kantin?" tanya Cila sembari melirik sekitarnya. Tepat ketika bel istirahat berbunyi, anak-anak berhamburan dari kelas. Suasana berubah gaduh dan bising. Dia menepi ke samping agar tidak tertabrak gerombolan murid yang kelaparan.

"Dia mau ke sini," ujar Fena tiba-tiba. Mendekatkan tubuhnya pada Cila. Kepalanya disembunyikan di belakang punggung Cila.

Dia yang dimaksud Fena adalah Diana. Sepupu Cila itu berjalan terburu-buru ke arahnya dengan wajah merah padam dan bibir mengerucut.

Entah kesalahan apa lagi yang diperbuat Cila. Dia sampai heran, banyak yang membuatnya jengkel akhir-akhir ini. Sebenarnya dia tidak ingin beradu mulut. Tetapi, menghindari Diana juga bukan pilihan baik. Yang terjadi malahan Cila dikejar-kejar terus.

"Ada apa lagi?" tanya gadis yang rambutnya tergerai hari ini. Mulai antisipasi karena Diana tidak berkata apa-apa.

"Bosen gue sama, lo." Setelah berkata demikian, Diana menyodorkan gawai milik Cila. Terkejut. Hampir saja gawai itu jatuh karena tidak siap menerima serangan tiba-tiba.

Diana memberikan tatapan tajam sebelum berbalik. Sekejap mata punggungnya sudah tidak terlihat. Masih terkejut dengan kedatangan Diana, Fena sampai menariknya untuk menepi di ujung lorong. Berdekatan dengan gerbang samping sekolah. Tidak banyak anak berada di sini. Sehingga mereka bebas berbicara apa pun.

Ketika Cila mengecek gawai, sebuah video berputar. Kejadian itu terjadi tadi malam, saat Angga menembaknya tepat di depan rumah. Dia yakin sekali kalau Diana tidak akan melihat, keyakinannya benar sekali. Sampai Angga mengejutkan semua orang dengan unggahannya yang terbaru.

"Siapa yang upload ginian, sih?" gumamnya kesal.

Fena melongok. Tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Segera saja dia mengecek akun sosmednya. Tagar #SaveAngga digunakan seluruh akun time linenya. Caption bermacam-macam yang menyudutkan isi dari video itu. Ketika dia mencari sumber utama siapa yang menyebar video itu, akun milik Angga berada paling atas.

"Berita bohong kayak gini kesebar lagi?" tanya Fena tidak habis pikir. Begitu banyak yang terjadi pada Cila akhir-akhir ini. Kehebohan demi kehebohan yang menjelek-jelekkan gadis itu.

Cila menggeleng sebagai jawaban. "Ini bukan berita bohong," ujarnya meluruskan. Walaupun masih terkejut karena banyak orang membicarakannya secara terang-terangan.

Kepala Fena menoleh cepat. Bibirnya terbuka separuh. Menyimak ucapan Cila selanjutnya. "Maksudnya?" tanya Fena karena sahabatnya tidak kunjung bersuara.

"Gue udah jadian sama Angga."

Cila menggingit bibir. Butuh keberanian ekstra untuk mengungkapkan fakta itu. Ada perasaan lega saat mengucapkannya, dia tidak menyesal mengatakannya.

***

Bintang terlihat di langit. Malam ini lebih indah dari kemarin. Cila tidak benar-benar menikmati di kala perutnya keroncongan. Sekali lagi, dia melirik ke pintu kamar yang dikunci. Hampir menggoyahkan pendirian ikut makan malam.

"Sabar perut. Nanti kita beli makanan," gumamnya lalu mengusap perutnya sendiri.

Gawainya bergetar dari balik saku piyama. Sebuah pesan masuk secara bertubi-tubi. Pengirimnya masih sama seperti pesan kemarin malam. Sepertinya Angga tidak bosan mengirim pesan untuknya.

Lihat ke bawah!

"Memang apa yang ada di bawah?" tanyanya tidak mengerti. Mengabaikan pesan itu karena tidak masuk akal. Gawainya bergetar kembali.

Piyama Doraemon lo lucu

Setelah mendapat pesan itu, Cila menjatuhkan pandangannya ke halaman depan rumah. Tidak ada yang menarik selain semak belukar dan tumbuhan dengan bunga warna-warni. Tidak ada penerangan yang cukup. Sepertinya Bibi Vini lupa menyalakan lampu depan.

Gadis itu menatap gawainya kembali. Siapa tahu ada pesan masuk atau panggilan telepon. Hampir tiga menit dia menunggu, matanya sampai jenuh berhadapan dengan layar gawai dalam keadaan minim pencahayaan.

Cila ingin masuk ke dalam, tetapi gerakannya terhenti karena sesuatu menghantam punggung. Tidak terlalu keras sebenarnya, hanya kertas yang dibentuk menjadi bulat. Pelakunya pasti tidak terlalu jauh.

"Woy! Siapa yang iseng lempar ginian!" teriaknya nyaring. Tidak beprikir panjang kalau Bibi Vini sampai datang ke kamarnya. Dia pura-pura tidur ketika Bibi Vini memeriksa, hampir tiga kali Bibi mengeceknya ke kamar. Akting tidurnya tadi begitu meyakinkan.

Gawainya bergetar kembali.

Ke depan rumah Lo. Atau gue masuk?

Angga memang tahu kelemahannya. Dia hampir mengabaikan perintah itu. Diingatnya kembali kalau Angga bisa bersikap nekat. Merepotkan. Cila akhirnya menuruti kemauan cowok itu.

Mondar-mandir mencari jalan untuk keluar dari kamar tanpa ketahuan. Biasanya, Diana masih berada di depan televisi. Barulah ketika jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Diana akan tidur. Cila hapal di luar kepala kebiasaan sepupunya itu.

Diputuskannya untuk mengecek ke bawah. Dia membuka pintu dengan penuh perhitungan, hingga tidak menimbulkan suara. Kepalanya melongok ke bawah dari atas tangga. Lampu tengah sudah dimatikan, begitu juga kamar Diana.

Cila segera turun ke bawah. Mengambil kunci cadangan di dekat tv. Sampai di halaman depan, Cila melihat sebuah mobil hitam. Rasa-rasanya dia pernah melihat itu sebelumnya.

Kirana melambaikan tangan padanya. Dia mengenakan jaket tebal selutut. Menyuruh Cila mendekat lewat gerakan tangan.

Sempat ragu, Cila akhirnya mendekat karena sungkan. "Kakak, kok di sini?" tanya Cila bingung.

Kirana tersenyum penuh arti. Matanya berbinar-binar. "Itu ada The Sky juga," jawabnya lantas menggandeng lengan Cila. Kirana mengeluarkan sebuah sapu tangan dari saku jaket. Menggunakan itu untuk menutup mata Cila.

Kirana menuntunnya ke samping mobil. Tempat di mana Angga berdiri dengan gugup. Apalagi ketika Cila tertangkap matanya. Semua kata yang diajarkan Jeri kabur dari kepalanya, Jantungnya bertalu-talu.

Kirana memberi kode pada Angga. Dijawab dengan anggukan pelan.

"Nah, udah siap?" tanya Kirana. Entah kepada Angga atau Cila. Keduanya menampilkan ekspresi berbeda. Yang satu terlihat gelisah di tempatnya, satunya lagi heran karena dibawa ke sini.

Kirana membuka ikatan penutup di mata Cila. Setelah ikatan itu terbebas, Cila tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, berdirinya Angga di depannya seolah mimpi. Ketika dia mencoba menyadarkan diri dengan menepuk pipi, rasa panas akibat tamparan itu nyata.

____________

MY BAD DAY ✔Where stories live. Discover now