Chapter 12

33 5 0
                                    

Angga mendesah panjang. Sejak penampilan The Sky, tidak ada yang berubah. Hanya band-nya semakin dikenal luas berkat cover lagu tempo hari. Untuk merayakan itu, Romeo meminta mereka berkumpul di restoran depan sekolah.

Sebenarnya Angga tidak ingin ikut, tetapi kakaknya terus memaksa. Jadilah dia menunggu Romeo di lorong kelas sebelas. Jeri, Dewo dan Kirana berjalan ke arah sini.

"Kita booking tempat, yuk!" ajak Jeri menepuk punggung Dewo ketika berada di depan Angga. Dalam sekejap mereka sudah pergi.

Romeo kehilangan kata-kata yang belum sempat diucapkan. Punggung adiknya sudah menjauh. Sejak beberapa hari hubungan Angga putus, adiknya itu jadi lebih pendiam. Apalagi kalau mereka berempat bersama-sama.

"Dia punya masalah sama lo?" tanya Romeo untuk kesekian kali. Meski jawaban yang didapatkan sama, Kirana pura-pura tidak tahu apa pun. justru sikapnya itu yang membuat Romeo yakin telah melewatkan sesuatu. Dia ketinggalan bagian penting yang menjadi kunci. Terlepas dari hubungan mereka yang begitu rumit. Meski sebagai kakak adik atau keluarga dalam satu atap.

"Serius. Emang gue pernah buat salah?" tanya Kirana, tersenyum manis. Yakin akan baik-baik saja. Hubungan mereka berempat telah berjarak. Bukan hanya dia yang merasa.

"Gue harap lo nggak bikin harapannya hancur."

Romeo berjalan lebih dulu, setelah bilang ingin mengejar Angga. Ucapan itu membekas. Perasaan kosong mengampiri tiba-tiba. Dia ingin menyalahkan diri, tetapi hati tidak bisa dibohongi.

"Ngerepotin banget, sih," gerutu Kirana lalu menyusul. Berlari dengan kecepatan penuh. Berjanji akan membantu Angga. Tentu saja untuk ... melupakan perasaan terhadapnya.

Sampai di restoran yang penuh sesak, mereka berhasil mendapatkan tempat. Berkat kepiawaian Jeri dalam bernegosiasi tentu saja. Nampan besar berisi ayam panggang membuat dia berbicara panjang lebar.

Dewo ikut bernyanyi, spontan. Tanpa sadar ucapannya malah menarik perhatian teman-teman. "Bukannya itu pacar lo, Ngga?" tanyanya tanpa tahu situasi.

Angga yang sebelumnya menstlak akun Cila langsung menegakkan kepala. Tawa khas gadis itu sampai di telinga. Meski mereka berada di ujung ke ujung. Ada sepercik perasaan marah dalam hati.

Bagaimana tidak? Ucapan putus itu berdampak buruk dengan rencana Angga. Meski awal-awal dia terlihat meragukan karena baru putus, dan terlihat biasa saja. Makin mendalami peran, Angga jadi kesal karena diputusin. Maksudnya, tidak pernah ada yang berbuat seperti itu.

"Eh, maksudnya mantan," koreksi Dewo lagi. Melirik adik kelasnya itu dengan segan.

Wajah Angga yang kesal menjadi jawaban. Hubungan mereka bukan sekadar kepura-puraan. Romeo meyakini itu sekarang.

Jeri mengambil alih. Berlagak sok jadi pahlawan. Tempat duduknya persis di sebelah Angga. Bersiap-siap mengeluarkan kuliah siangnya. "Lo, mau bikin dia nyesel, kan?" tebaknya tepat sasaran.

Angga menggeleng kecil. "Gue mau kita balikan." Jelas. Lugas. Penuh makna. Sanggup membuat keempatnya terngaga.

Jawaban itu tentu saja mendapat tepuk tangan berlebih dari Jeri. "Oke. Balikan. Gue bisa kasih tahu caranya," ujarnya sombong.

Satu alis Angga terangkat. Sempat melirik ekspresi terkejut di wajah Kirana. Tersenyum culas karena aktingnya memang mamuaskan. "Gimana?"

Tanpa perlu menebak yang terjadi, kegiatan makan siang mereka terntunda. Jeri menjelaskan tahap-tahap balikan dengan semangat empat lima. Dengan pembawaan yang berwibawa. Mencarikan suasana di meja sudut ruangan itu. Sesekali objek yang dibicarakan menoleh ke belakang, menambah semangatnya menjelaskan.

Angga membeku. Tatapannya terhenti pada Cila. Gadis itu sama terkejutnya. Berbalik seolah tidak terjadi apa-apa. Komentar kebencian untuk Cila, berita gadis itu yang dibenci satu sekolah membuatnya ngeri. Jika saja Angga tidak peduli dengan gengsinya, sudah ditanyai duluan kenapa Cila biasa saja. "Cewek aneh emang," gumamnya tanpa sadar.

Keempatnya menjadikannya pusat perhatian.

Angga mengangkat bahu. Mengambil potongan besar lalu melahapnya.

"Patah hati emang bikin keki," ujar Jeri memulai konsernya sendiri.

"Cinta itu rumit." Dewo mengeluarkan suara emasnya tanpa malu. Tingkahnya menjadi hiburan sendiri bagi pengunjung sekitar. Meski yang dihibur tidak merasa sama sekali.

Mereka yakin kalau Angga patah hati. Kirana ragu mengakui itu. Walaupun segala sikap Angga menunjukkan segalanya.

***

"Breaking News. Cila ketahuan jalan sama gebetan baru. Wajah ditutupin sama stiker," ujar Fena mengangsurkan gawainya kepada Cila sebelum membaca keseluruhan.

"Dari akun yang sama lagi?" tanya Cila. Melempar sendoknya asal. Rasa penasarannya kembali menguap. Heran sekali sama akun satu ini. Selalu saja kedapatan mendapatkan berita tentang Cila. "Gue penasaran sama, nih, akun," ujarnya dengan mata mengerling. Rencananya tersusun di otaknya.

Fena mendesah. "Urusan lo aja pada belum kelar."

"Maksudnya?" tanya Cila belum sadar. Ketika seseorang berdiri di di depannya barulah dia bergumam panjang.

Penyebab dari segalanya datang. Mereka jadi pusat perhatian, lagi.

"Gue ke sana dulu, ya," ujar Fena menunjuk bangku pojok di ujung kantin. Risih karena perhatian anak-anak berpusat kepada mereka.

Angga duduk di depannya tanpa dosa. Memakan mangkuk berisi bakso, santai. Karena tidak ingin menambah noda dalam nama, Cila hanya menahan jengkel.

"Mata kalian pengin loncat apa gimana?" tanyanya menunjuk semua orang dengan garpu berputar. Sukses menyadarkan mereka lalu kembali ke aktivitas masing-masing. "Apa mau, lo?" tanyanya jengkel.

Angga menghentikan suapannya. Bersedekap di depan dada. Ingin tertawa karena Cila seperti kepiting rebus.

"Gue?" tanya Angga tanpa sadar. Melirik sekitar dengan antusias. Setelah mendapat semangat dari meja di tengah kantin, dia berujar, "berusaha luluhin, lo."

Benar-benar licik. Cila sampai heran kenapa cowok di depannya gigih sekali. Padahal, mencari seseorang yang lebih darinya sangat mudah. Pernah dia menanyakan itu.

"Cuma seseorang yang nggak peduli tentang gue. Orang itu yang bisa bantu."

Lagian. Apa baiknya Angga hingga harus diberi perhatian berlebih. Lihat saja. Ucapannya itu membuat atensi semua orang kembali pada idola sekolah. Tatapan kagum seolah Angga turun dari langit, membuatnya kesal berkali-kali lipat.

"Hahaha. Akting lucu," balas Cila, sengit. Tidak peduli lagi dengan berita tentangnya nanti.

Angga memutar otak. Kayaknya bakalan susah bikin Cila menerimanya kembali. Berita tentang gadis itu juga mengganggunya akhir-akhir ini. "Lo, nggak keberatan sama rumor."

Rumor tentang Cila selingkuh, tidak bersyukur dan segudang alasan tentang kejelekannya. Imbas dari putusnya mereka. Alasan yang membuat Cila merasa mengambil keputusan tepat.

"Emang peduli lo sama rumor tentang gue apa?" tanya Cila balik.

Angga melebarkan mata. Terkejut diskakmat seperti itu. "Gue merasa bersalah," ungkapnya tidak sepenuhnya bohong.

"Pinter banget lo cari dukungan," sindir Cila dengan mata melotot. Bersiap marah-marah, sebelum melihat Rio di pintu masuk. "Udah, ya. Gebetan gue udah dateng. Bye!"

Angga mendengkus. Menahan lengan Cila dengan tatapan kesal. "Jangan penasaran kenapa Rio nggak bisa nganterin kemarin," ucapnya mengeluarkan kartu-As.

Cila kehilangan kata-kata mendengar ucapan Angga selanjutnya.

"Tentu aja jemput gebetannya yang lain."


______________________

MY BAD DAY ✔Where stories live. Discover now