Chapter 8

41 8 0
                                    

Suara drum ditabuh dengan tenaga kuat. Romeo masih santai saja mendengar bunyi itu. Dia malah sibuk makan cemilan sambil berselancar di sosial media, melihat perkembangan tentang penampilan perdana mereka pekan depan. Berbeda darinya, nyanyian Dewo langsung terhenti. Setelah dirasa suasana kembali kondusif, dia mulai menunjukkan suara emasnya lagi.

Lagi.

Jeri abai. Masuk ke nada paling rendah. Baru saja dia ingin menyanyikan lirik pertama.  Sedangkan tangan Angga menabuh drum seperti orang kesetanan.

"Lo pms, ya?" tanya Jeri, sewot. Menunjuk Angga menggunakan mikrofon berkaki satu itu di depan Dewo. Wajahnya merah. Siapa pun hapal sikapnya, kalau dia bakalan marah saat permainannya dihentikan secara tidak hormat.

Angga malah menggebukkan stiknya ke drum sebagai jawaban. Menimbulkan suara nyaring tanpa nada. Pukulannya tampak bertenaga.

"Woi! Woi!" teriak Jeri lagi. Berjalan menjauh dari sana karena jantungnya ikut bertalu-talu seirama dengan pukulan itu.

"Ngga, bisa pada budeg kalau lo mainnya terlalu kenceng gitu," protes Dewo melihat temannya diabaikan.

Romeo mendesah panjang. Tidak membalas lirikan Jeri, Dewo dan Kirana yang memelas itu. "Dek," ujarnya pelan. Matanya menajam ketika ditatap sedemikian rupa oleh adiknya sendiri.

Angga berhenti bermain setelah hampir lima belas menit bermain. Sanggup membuat ke-empat orang di ruangan itu meringis. Yakin kalau tangannya pasti kebas setelah itu.

Semuanya langsung mengalihkan pandang diberi lasernya Angga. Cowok itu berdiri dengan wajah suntuk. Lantas bergabung dengan mereka, duduk di tikar yang telah dibentangkan. Menyaut botol minuman entah milik siapa yang berada di depannya.

"Busyeett. Aus kan lo, aus kan? Makanya, sok jadi robot betelur. Robot aja bisa mati kalau kurang baterai," gerutu Jeri tidak tahu situasi.

"Ganggu, ya," ujar Angga, biasa.Seperti menanyakan cuaca hari ini. Tidak ada wajah bersalahnya sama sekali.

Jeri malah tambah sewot. "Adek masalahnya apa. Sini biar abang ajarin naklukin cewek yang bener," cerocosnya dengan senyuman lebar. Tangannya bergerak-gerak di udara, seolah sedang membacakan puisi saja.

Angga menatap penuh selidik. Dia memang kesal sama Cila soal kejadian tadi siang. Yah, jika cewek itu tidak menyukainya.Setidaknya, tidak usah memublikasikan segitunya. Terkesan sekali kalau Angga itu menderita banget. Makanya, secara refleks gembar-gembor di grup, semuanya harus datang ke studio secepatnya. Jika tidak, Angga mengancam tidak akan datang ke penampilan perdana mereka nanti. Tentu saja trik itu berhasil.

Kirana mendadak ragu untuk bertanya, "Lo, ada masalah sama cewek?"

Angga menoleh sekilas. Tanpa sadar menjauh dari cewek itu. Sikapnya menjadi pertanyaan besar dari sebagian anggota.

"Hmm," jawabnya malas. Merebut cemilan milik Romeo. Untung saja pemiliknya pasrah saja diperlakukan semena-mena. Menyadari kalau ini ajang pamer pada Kirana.

"Gue tebak. Apakah lo patah hati karena ditolak Cila?" tanya Jeri menjadi peramal dadakan.

Angga mengernyitkan dahi. "Dari mana lo tau?" tanyanya penasaran. Masa iya mukanya melas sekali sampai mudah ditebak seperti ini.

Dewo menyodorkan gawainya. Live Instagram milik Leona membuatnya merebut benda itu. Leona adalah teman sekelasnya. Dia masih terkejut meski sudah mendengar penolakan Cila secara langsung. Mendengarnya sekali lagi, dia ingin bunuh diri saja.

Ekspresinya Angga tentu saja mengejutkan Kirana. Dia tidak bisa berkata-kata seperti biasa. "Lo—"

"Tenang, brother," ucap Jeri mengalungkan lengannya ke bahu Angga. Matanya berkilat-kilat, jahil. "Gue bakal ajarin cara gimana biar nggak ditolak. Meski muka lo nggak lebih ganteng dari gue."

MY BAD DAY ✔Where stories live. Discover now