Chapter 7

39 6 0
                                    

Angga keluar dari kelas. Ia terkejut, mendapati wajah yang asing. Di depannya berdiri cewek berambut cokelat sepunggung dengan aksesoris heboh. Dua jepit rambut berwarna pink yang berada di poni itu terlalu cerah. Perutnya sampai geli melihatnya.

Angga melengos setelah memberikan pandangan kebingungan. Tidak penting juga basa-basi untuk tanya kenapa cewek itu berada di kelasnya.

"Tunggu!"

Masih berjalan, Angga tidak merasa dipanggil.

Diana berlari mengejar. Berhasil menahan lengan kanan, meski dihadiahi lirikan tajam. "Ini jaket, lo," ujarnya tanpa menyerahkan jaket yang dipeluk itu.

Angga menelengkan kepala. Demi melihat jaket miliknya yang dipinjamkan kepada Cila kemarin. Di tengah kebingungannya, cewek berdandanan heboh itu berujar, "Lo, pasti lupa sama gue, ya?" tanyanya.

Angga mengangguk, santai sekali. Tidak peduli kalau raut wajah cewek di depannya berubah murung.

"Siapa, ya?" tanya Angga tidak merasa kenal.

Diana memberikan senyum paling manis, mengulurkan tangannya. "Gue Diana. Lo pernah nolongin gue waktu telat. Terus gue—"

Ah. Angga ingat. Dia pernah memberi tumpangan pada seorang cewek yang menangis di depan gerbang. Kebetulan sekali dia juga telat. Karena mendengar suara berisik itu, Angga mengajak Diana masuk ke mobil. Dengan segala tipu muslihat, satpam akhirnya membuka pintu karena Angga bilang berkas untuk olimpiadenya tertinggal di sekolah.

"Cila mana?" tanyanya curiga. Menebak apa yang dipikirkan cewek bermata bulat dengan teriakan nyaring itu. Kedatangan Diana pasti bagian dari rencana Cila.

Diana menutup mulut. Tidak ingin menjawab pertanyaan itu.

Angga tersenyum manis, hingga matanya menyipit. "Cila di mana?" tanyanya mengulang dengan suara lembut.

Langsung saja Diana meleleh dibuatnya. Dia menjawab tanpa sadar, "Gue lihat ke kelasnya Kak Rio," jawabnya lalu tersenyum-senyum tidak jelas.

Angga mengangguk sebagai jawaban. Lantas berjalan dengan pikiran-pikiran jahil. Masih takjub dengan pikiran Cila yang diluar perkiraannya. Juara dua pararel tentu saja memiliki rencana yang luar biasa juga.

Tubuh mungil Cila terlihat dari kejauhan. Mengobrol dengan cowok yang ditandainya sebagai pengganggu. Dia mempercepat langkah. Hatinya langsung dongkol melihat keakraban mereka.

"Wah. Reunian nggak ngajak-ngajak," ujar Angga. Matanya memindai mereka dengan tatapan intimidasi. Menyuruh Rio memberi jarak lewat telunjuk.

"Ngapain lo di sini?" tanya Cila, sewot. Berkacak pinggang, siap berperang kapan saja.

"Jangan galak-galak. Nanti gue tambah cinta gimana," ujarnya penuh penekanan. Suara lantang itu seolah menegaskan pada semua orang, sekali lagi, tentang status mereka.

Cila tidak mungkin menanggapi ucapan penuh kontradiksi itu. "Ganggu aja, Lo. Bukannya lo sama Diana?" Kepalanya celingukan mencari seseorang. Lupa kalau sepupunya itu terlalu memuja Angga. Pasti sudah disuruh diperdaya makanya rencana itu tidak berhasil.

Angga tersenyum miring ketika Cila tertangkap basah memang menjebaknya. Nanti dia akan membuat perhitungan. Tangannya melingkari bahu mungil itu. "Rio, kan?"

Rio sepertinya belum menyadari apa yang terjadi. Maklumlah semua sosmednya tidak pernah digunakan terlalu sering. "Iya. Lo, adeknya Romeo, kan?"

Angga berdehem. Risih karena selalu diingat sebagai adik murid teladan di sekolah ini. "Sekaligus pacarnya Cila," tambahnya santai.

MY BAD DAY ✔Where stories live. Discover now