Chapter 11

45 7 0
                                    

Hampir seminggu hidup Cila bebas. Tidak ada lagi yang merecoki setiap pagi, istirahat atau setelah pulang sekolah. Intensitas hinaan yang diterima mulai berkurang. Meskipun setiap hari bangkunya tetap jadi tempat sampah dadakan. Cukup puas karena beban di pundak terangkat. Meski juga ada yang terang-terangan mencaci karena berita putus itu, Cila tidak terlalu memikirkan.

Suasana taman jadi penuh bunga di mata Cila. Mengagumi Rio yang tengah belajar dengan temannya di bangku yang lain. Fena minta ijin ke kantin. Akhir-akhir ini sahabatnya terus-terusan di kantin. Entah itu belajar atau sekadar beli makanan saja.

Dia hampir seminggu tidak bertemu dengan Rio. Seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya. Cila melebarkan mata melihat gadis dengan buku menjulang dan idola sekolah itu.

"Kosong, kan?" tanya Kirana dengan senyuman lebar.

Cila mengangguk canggung. Merasa aneh dengan kehadiran orang yang disuka Angga. Fakta itu juga yang membuatnya jauh-jauh darinya. Selain merasa bersalah, kesal juga gara-gara Kirana hidupnya berantakan beberapa hari lalu.

"Lo, nggak sama Angga?" tanya Kirana. Matanya masih fokus menatap buku di genggaman. Seolah pertanyaan itu tidak berefek apa-apa.

Menggigit bibir, Cila berdehem untuk memulai bicara. "Kita udah ... putus."

Kirana mendesah panjang. Tentu saja tahu. Alasan Angga mangkir saat latihan, keberadaannya yang tiba-tiba hilang begitu saja. Kenyataan bahwa Cila yang membuatnya begini. "Jadi lo yang bikin hidupnya kacau?"

"Maksud, Kakak?" tanya Cila tidak terima. Menahan diri tidak mengatakan kekonyolan Angga tentang hubungan palsu itu.

"Dia sering bolos buat ke kantin atau main basket sendiri," ujar Kirana, tajam. Marah juga karena gadis manis di depannya bisa mengubah Angga. "Acara perdana kita hampir gagal karena lo."

Tanpa diduga, Cila malah tersenyum lebar. "Yakin karena gue?" tanyanya penuh maksud.

Kirana melotot. "Lo, nuduh gue?" tanyanya balik. Mendesah panjang kembali. Tujuannya ke sini bukan karena itu. "Gue harap kalian bisa balikan."

"Itu urusan kita. Kakak nggak perlu ikut campur," balas Cila tanpa niat melawan.

Mendengar nada sinis itu, Kirana mendesah. Masih bertanya apa baiknya Cila hingga membuat Angga berbeda. Dia menyudahi permbicaraan ini. "Atas nama Romeo, berhenti permainan dia. Itu kalau lo nyadar posisi."

Cila terperangah diamanati seperti itu. "Sadar posisi?" tanyanya keras. Berharap Kirana yang berjalan di depan mendengarnya. Percuma. Kakak kelasnya itu tidak berniat melirik sedikit pun.

"Bukannya dia yang harusnya nyadar diri?" Cila kesal bukan main. Dia yang jadi korban kenapa selalu disalahkan. Semuanya hanya tentang Angga saja. Itu membuatnya ingin memberi pelajaran ke cowok itu.

"Loh, Cila. Nggak ke kantin?" Pertanyaan itu sukses mengalihkan pikiran Cila.

Cila tersenyum lebar. Buru-buru menjawab dengan antusias. Lantas, mengangsurkan bekal yang dibawa dari rumah. "Karena ditraktir es krim kemarin."

Rio membuka isinya. Sejenak, raut wajahnya berubah pias. Gadis di depannya harap-harap cemas. "Gue alergi telur."

Bahu Cila melorot. Padahal, dia membuat telur gulung itu sudah payah. Berharap mendapat pujian dari Rio. Menyalahkan diri sendiri karena tidak mengetahui fakta kecil itu.

Seorang gadis menghampiri Rio. Menepuk bahunya dengan senyuman lebar. "Ayo. Katanya mau traktir ke kantin."

Rio menepuk kening. "Ayo! Gue sampe lupa." Cowok itu berbalik kembali untuk mengucapkan sesuatu yang tidak penting untuk Cila. "Gue pergi dulu, ya."

Menatap punggung Rio yang mengejar si gadis membuat hatinya gelisah. Untuk menerka-nerka apa yang terjadi, dia terkalahkan oleh perasaan malu. Kotak bekal di depan jadi sasaran yang tepat. Dia berniat membuang isinya hingga tak tersisa.

***

Fena menyeretnya untuk pergi ke Taman Garuda. Letaknya berada di timur pertokoan Ganesha. Malam minggu ini rencananya Cila mau hibernasi di dalam kamar. Kebetulan sekali penghuni kamar sebelah pergi sejak sore. Setelah matahari terbenam, Fena tiba-tiba mengabari akan mengajaknya malam mingguan.

Melewati jalan utama sepuluh menit, mereka sampai di taman. Seperti malam minggu pada umumnya, taman dipenuhi anak-anak muda dan pedagang di pinggir jalan. Separuh jalanan penuh sesak.

"Emang ada acara apa, sih?" tanya Cila heran.  Rata-rata pada menggunakan setelan hitam. Bersyukur tidak jadi pakai piyama ke sini. Warna piyama berwarna pinknya pasti menarik perhatian.

"Hari ini 'kan ada The Sky. Padahal, itu jadi trending youtube lho," tanya Fena heran. Cover lagu milik The Sky jadi trending di YouTube beberapa hari lalu. Alasan lain kenapa taman terasa sesak meski sempat terjadi kekacauan akibat kemunduran jadwal.

Cila melebarkan mata. Teringat tiket yang diberikan Angga sebelum mereka putus. Dia sampai lupa di mana tiket itu. "Gue mau pulang aja," ujarnya mendadak cemas. Bertemu dengan Angga paling dihindarinya.

Fena menahan tangannya. "Padahal acaranya sempet diundur satu minggu tau. Lo, nggak penasaran?"

"Bukannya nggak penasaran. Nanti kalau mantan baper gimana?" tanya Cila seraya mengibaskan rambut ke belakang.

Fena diam cukup lama. "Emang dia suka sama lo?" tanyanya tajam. Mendesah panjang karena berhasil membuat Cila terkejut. "Bukannya kalian nggak ada apa-apa?"

Seolah disadarkan kenyataan, Cila membeku. Ada kekosongan yang terasa. Antara gelisah, kecewa dan sedikit rasa senang.

"Oke. Lagian pasti Kak Rio ada di sini," jawabnya asal. Tidak sesemangat dulu saat mengucap nama itu. Sejak jarak membentang. Dan, seorang cewek yang selalu belajar bersama Rio, dia merasa kecewa.

Fena menepuk bahunya keras. "Itu Kak Rio!"

Mata Cila mengarah ke kerumunan yang berada paling belakang. Gadis itu melebarkan mata. Tentu saja Rio tidak mungkin sendiri. Anggota kelompoknya ada di sini menemani. Tentu saja Jihan di sana. Menurut info Fena, gadis itu sekelas dengan Rio.

"Mungkin cuma teman."

Cila membenarkan omongan itu. Tidak ingin berpikir yang tidak-tidak.

Seorang MC berperawakan tambun. Umurnya berkisar dua puluh ke atas. Dia menyapa anak-anak dengan pantun yang tidak nyambung. Alhasil mengudang tawa, mencairkan suasana. Sampai mic berpindah tangan kepada cowok yang memegang gitar. Ah, dia salah satu murid terkenal di sekolah. Mengucapkan beberapa kata tentang keseruan malam ini yang mereka janjikan.

Cila sempat tertegun ketika Angga berdiri. Sedangkan satu grup lainnya sudah mengambil bagian masing-masing. Tatapan mereka bertemu sejenak. Cowok itu duduk dan memegang stiknya tanpa menoleh ke mana pun.

"Let's enjoy your night." Ajakan penuh semangat itu berasal dari Dewo. Dia memetik gitar sebagai permulaan. Dan, malam menjadi berkilau oleh suara merdu Dewo, petikan gitar Jeri, keahlian bass Romeo dan semangat Angga.

Fokus Cila hanya pada Angga. Suara-suara di sekitarnya seolah menghilang. Tentang bagaimana cowok itu bersemangat seperti kesetanan. Mata dinginnya yang mengingatkan Cila tentang pertemuan mereka. Mendadak, dia merasa bersalah.

"Tapi. Gue, kan, nggak salah apa-apa."

Sekali lagi dia mengelak. Menghindarkan hatinya dari perasaan bersalah.

_______________

MY BAD DAY ✔Where stories live. Discover now