Bagian #41

465 25 1
                                    

"Lo suka sama gue Nya? Ya ampun gue gak percaya Lo suka sama gue" Ujar Liam selebay mungkin.

"Heh kutu air gue cuman nanya doang, geer banget lo, lagian sahabat gue bukan lo doang" Ujar Anya.

"Hahaha, ya lagian juga gue gak suka sama lo" Bohong Liam.

Gue gak suka menjadi pembohong di depan lu, kadang kala ini semua harus gue lakukan demi hubungan persahabatan kita batin Liam.

Saat lo ngomong gitu, entah kenapa gue ngerasa ada sesuatu yang menghujam jantung gue, gue gak ngerti Yam, gue gak ngerti sama perasaan gue batin Anya.

"Bodoamat, gue gak peduli, gue cuman mau lo jawab pertanyaan gue" Ujar Anya.

"Menurut gue, suka sama sahabat sendiri itu boleh Nya" Jawab Liam akhirnya.

"Hemmm" Uajr Anya terlihat seperti sedang berpikir.

"Hem Hem Hem lo kayak Nisa sabyan aja, lo mah mirip Nisa sablon, hahaha" Ujar Liam tertawa.

"Dih sialan lo, Nisa itu sodara kembar gue" percaya diri Anya.

"Sodara kembar dari manaaa hah?" Tanya Liam dan dia tertawa.

"Yaudah gak percaya mah, nanti kalau tiba-tiba dia dateng ke rumah jangan kaget lo!" Ujar Anya yang membuat Liam tertawa lebih kencang.

Mereka berdua sedang menjadi pusat perhatian, ini semua ulah Liam, pikir Anya.

"Liammm udahan ketawanya, pada ngeliatin tuh!" Ujar Anya merasa malu, entah kenapa sekarang mentalnya menjadi lemah.

"Gak usah mikirin orang lain Anya, gak biasanya lo mikirin orang lain, lo kenapa sih?" Tanya Liam yang menyudahi tawanya.

"Gak tau Yam, gue ngerasa mental gue nambah lemah makin hari" Ujar Anya merasa tidak baik.

"Yaudah nanti gue bikin mental lo balik lagi, yaudah kita balik yuk!" Ajak Liam yang sudah berdiri.

Anya pun menjawabnya dengan anggukan lalu dia berdiri di samping Liam, Liam terlebih dahulu membayar makanannya dan mereka pergi dari tempat dagang itu.

"Nya gue boleh nanya ga?" Tanya Liam sambil mereka berjalan kembali ke rumah.

"Ya boleh lah, lo mau nanya apa?" Tanya Anya menatap Liam yang sedang menatap lurus ke depan.

"Boleh gak gue sayang sama lo?" Tanya Liam sambil menatap Anya dan Anya pun balik menatapnya, seketika mereka berdua berhenti dengan mata yang tak habis-habisnya saling menatap.

"Nya!" Ujar Liam sambil menggoyangkan kedua bahu Anya dengan kedua tangannya.

"Eh iya, gimana tadi pertanyaannya?" Ujar Anya bohong.

"Udah lah gausah dijawab, percuma Nya" Ujar Liam dan dia kembali menatap lurus ke depan lalu berjalan tanpa melihat Anya yang masih diam tak bisa bergerak.

"Boleh" Ujar Anya tiba-tiba sambil menatap Liam yang sudah berjalan tak jauh darinya.

Liam berhenti dan menghampiri Anya tidak percaya, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Anya, jadi Liam boleh menyayanginya lebih dari sahabat? Apa Anya mengizinkan Liam menjadi pasangannya?.

"Yang bener?" Tanya Liam sambil menatap Anya masih tak percaya.

"Ya iyalah Liam, Lo boleh sayang sama gue sebagai sahabat, gue juga sayang sama lo" Ujar Anya yang membuat hati Liam hancur berkeping-keping.

Harusnya gue gak usah menanyakan hal bodoh seperti itu, gue yang terlalu bodoh batin Liam hancur.

Maaf Yam. Gue lagi bimbang sama diri gue sendiri batin Anya merasa bersalah.

Liam kembali berjalan meninggalkan Anya yang masih terdiam, dia terkejut karena reaksi yang ditunjukkan oleh Liam.

Yam? Lo suka gue? Tanya Anya dalam hati tak percaya.

Dengan beberapa hati yang masih ada di dalam dirinya, Liam menoleh kepada Anya Yang masih diam ditempat.

"Nya mau balik gak? Atau lo mau diculik disini?" Ujar Liam yang berusaha tegar.

Anya pun bernafas lega, karena Liam tidak marah padanya, apa lagi kecewa padanya, padahal Anya tidak tau saja hati Liam sehancur apa mendengar jawaban yang dilontarkannya.

Anya seger berlari menyusul Liam agar bisa berjalan berdampingan, mereka berdua pun akhirnya berjalan beriringan kembali.

"Yam, inget ya besok misi kita harus terselesaikan" Ujar Anya menatap lurus ke depan.

"Siapppp kapten" Ujar Liam sambil hormat kearah Anya membuat Anya ikut hormat.

Mereka kembali berjalan beriringan sampai sudah berada di depan rumah.

Anya membuka pintu rumah, dan mereka masuk ke dalam, di dalam rumah Anya sudah sepi karena sekarang jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Udah pada tidur semua Nya?" Tanya Liam.

"Udah jam 9 gini mah, pasti udah pada tidur, pada kebo semua dirumah gue mah" Ujar Anya.

"Oh, yaudah gue juga udah ngantuk nih, gue tidur ya!" Ujar Liam dan dia mengacak-acak rambut Anya, lalu dia masuk ke dalam kamar tanpa mengetahui jantung Anya sedang berdetak cepat.

Hahh? Kenapa sih ini? tanya Anya membatin.

Anya pun masuk ke dalam kamarnya dengan tatapan yang sulit diartikan dan detakan jantung yang masih belum berhasil dia atur.

Anya membantingkan tubuhnya diatas kasur.

"Ada apa ini? Gue merasa ada sesuatu yang mengganjal, gue bingung, terlalu banyak perasaan yang tumbuh di dalam hati gue" Ujar Anya berbicara sendiri.

Kantuk sudah menguasai diri Anya dan dia tertidur pulas.

Sementara Liam sedang duduk diatas kasur, dia merasa semuanya salahnya, andai dulu dia tidak ikut pergi dengan orangtuanya, dia pasti sekarang memiliki Anya seutuhnya tanpa ada namanya batasan persahabatan.

Handphone Liam tiba-tiba berbunyi dan dia menjawab panggilan itu.

"Gimana?" Tanya Liam tanpa basa-basi.

".............." Balasan dari si penelpon.

Liam mengepalkan tangannya kuat-kuat, dia kesal, marah, benci, Liam pun mematikan sambungan telepon sepihak.

"Gak bisa dibiarin ini!" Ujar Liam marah.

Deru nafas Liam semakin memburu, matanya melotot dan seluruh wajahnya merah meredam emosi.

Jika saja dia berada di rumahnya mungkin semua barang-barang yang ada disini akan dia hancurkan.

Liam tak sabar menunggu besok, dia akan memberikan pelajaran kepada Dillah yang tak akan pernah bisa Dillah lupakan.

Liam pun tidur dengan perasaan marah yang masih belum bisa dia kontrol.

Updateee..

Maaf guysss jarang update seminggu kemaren aku ulangan jadi ga sempet nuliss.

Anya Aulia (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now