04. sepakat

6.8K 1.5K 92
                                    

Hidup itu bukan suatu masalah yang harus dipecahkan, tapi realita untuk dijadikan pelajaran.

Hidup itu bukan suatu masalah yang harus dipecahkan, tapi realita untuk dijadikan pelajaran

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

*****












Tiga hal konyol terjadi di saat yang sama.

Pertama, Tian tidak bisa menolak kemauan perempuan aneh yang baru ditemuinya. Dia tidak bercanda soal kejanggalan yang dirasakan setiap perempuan yang mengaku memiliki nama anti-mainstream itu menatapnya. Seperti hipnotis, tapi anehnya bukan dalam konteks negatif. Tian cukup yakin Agnel atau Anna ㅡterserah lah, tidak akan mencelakainya. Walaupun penampilannya sepertinya kurang waras, tapi Tian rasa gadis itu bukan orang jahat.

Kedua, mereka kabur berdua dengan seragam cleaning service curian ㅡini lebih baik sih, daripada baju berdarah-darah. Bisa-bisa Tian dikira habis memperkosa Agnel.

Ketiga, sekarang mereka sudah ada di sebuah hotel kecil. Seumur hidup Tian bahkan belum pernah membayangkan berada di dalam tempat yang kumuh dan beraura mesum begini.

Berdua. Tidak, mereka tidak memesan kamar untuk melakukan ㅡyeah, kau-tahu-apa. Mereka di sini untuk bersembunyi. Lebih tepatnya kabur sih dari manajer Tian.

Si zombie itu bersikeras mereka harus bicara lebih banyak tentang keputusan Tian yang ingin mengakhiri hidup. Sepanjang perjalanan dari rumah sakit sampai penginapan terdekat, dia mencengkeram lengan Tian seperti tawanan. Bahkan saat meminta dibelikan cukup banyak tahu bulat di pinggir jalan pada Tian ㅡsempat-sempatnya. Dan sekarang Tian bersedekap menonton cewek aneh bernama anehㅡ Agnel makan tahu bulat dengan lahap di atas kasur. Seperti belum makan setahun saja.

"Ternyata rasanya enak," mata Agnel berbinar sambil mengunyah tahu bulat. "Whoa~ Luar biasa."

Tian berdecak. "Asal kamu dari mana sih? Are you a foreigner?"

Agnel berhenti sejenak. "Ah..." ucapnya. "Yes, I am."

Tian mengangguk-angguk. Aksen bahasa inggris gadis itu seperti orang yang biasa bicara bahasa inggris dalam kelompok masyarakat internasional alih-alih seperti orang Amerika, Inggris, Australia, atau Singapura. Tapi apa Tian sudah seterkenal itu sampai orang yang tidak tinggal di negara ini pun tahu namanya? Tian mulai curiga lagi pada Agnel.

"Hey, coba makannya berhenti sebentar. Saya mau tanya," ujar Tian.

"Apa?" tanya Agnel duluan.

Tian memicingkan mata sambil menatap lawan bicaranya. "Sebenernya kamu siapa?"

Sepertinya pertanyaan itu mengganggu Agnel. Bola matanya bergerak-gerak tidak tenang. "Nggak penting saya siapa," jawab Agnel. "Yang jelas kamu harus percaya sama saya, mungkin saya nggak bisa menyelesaikan masalah kamu tapi saya bisa bantu kamu melewatinya."

SemicolonWhere stories live. Discover now