"Seperti tanda titik koma, jangan akhiri kisah hidupmu sekarang."
Tian depresi karena hidupnya hancur setelah terpaksa masuk dalam kelamnya dunia panggung hiburan. Saat ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya saja, ada gadis dengan baju berlumuran d...
Teman yang baik adalah mereka yang mau mengerti dan tetap ada walaupun sudah melihat sisi terburuk kita.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
*****
Sebelum bertemu langsung dengan penghuninya, ayo sedikit berkenalan dengan Semicolon. Tian adalah vokalis dalam band ini. Ketua mereka namanya Theo Pradipa, drummer. Anggota lainnya adalah Jenaka Adyutama si pemegang bass, Mahesa Gunawan gitaris mereka, dan Jenandra Agustian di keyboard.
Mereka berlima dipertemukan dalam audisi. Memang sengaja untuk dibentuk menjadi band. Theo dan Naka berasal dari Jakarta, Jenandra dari Bandung, sementara Mahesa dari Jogja ㅡsama seperti Tian. Hari ini sesuai saran Agnel, dan perintah manajernya, Tian datang ke basecamp Semicolon. Tapi Agnel sengaja Tian suruh menunggu di lobi apartemen. Untung gadis itu mau menurut.
Rasanya ada beban di dada Tian karena hari ini dia datang untuk berpamitan. Cuti sementara dari band. Atau mungkin... selamanya. Entahlah, Tian tidak tahu bagaimana nasibnya setelah semua yang terjadi.
"Ada apa sih sebenernya?" tanya Theo saat Tian keluar dari ruang manajer.
Tian hanya meringis ㅡia tentu saja baru dimarahi dan diceramahi panjang lebar oleh manajer mereka karena main kabur sembarangan tempo hari bersama perempuan misterius yang baru dikenalnya. Tapi ia belum menceritakan Tentang si gadis pada teman-teman ia sebut 'penyanyi rombongan'. Karena Tian rasa itu tidak begitu penting. Lagipula, bagaimana ia menjelaskan siapa Agnel dan apa hubungan gadis itu dengan dirinya?
Teman? Kedengaran janggal. Pacar? Mereka tahu Tian belum berminat menjalin hubungan semacam itu. Friends with benefit? Ahㅡ nanti mereka malah mengoloknya. Sudahlah. Lebih baik sementara ini jangan tahu dulu.
"Nggak ada apa-apa, biasa lah," jawab Tian dengan senyum.
Theo melihat ekspresi Tian tidak menunjukkan 'baik-baik' saja, tapi dia tidak bertanya ㅡkarena tahu Tian tidak akan menjawab yang sebenarnya. "Ya udah, yuk nongkrong dulu," ajak Theo.
Yang lain sudah menunggu di lounge, tampak basah berkeringat karena habis latihan. Mereka semua rekan Tian dalam meraih mimpinya sebagai seorang entertainer. Sekaligus, keluarga keduanya.
"Oy Tian, gimana hasil pemeriksaannya?" seru Naka saat melihat Tian di belakang Theo.
"Yah, gitu deh," jawab Tian malas. Dia enggan menjelaskan kalau kakinya terancam tidak bisa berfungsi dengan normal lagi. Untuk berdiri cukup lama dalam konser, misalnya.
"Gitu deh gimana?" tanya Mahesa khawatir.
Tian menimbang-nimbang untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak, tapi semakin lama semakin banyak pertanyaan yang mendesaknya untuk berbicara.