14. alasan ke-enam

3.5K 926 140
                                    

Tanpa kamu sadari, mungkin kamu adalah bagian dari kenangan indah sebagian orang. Kamu berharga, teruslah buat kenangan indah.

 Kamu berharga, teruslah buat kenangan indah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****















"Nah, sekarang nggak akan salah lagi. Awas ya, jangan lupa," Tian mewanti-wanti sambil menutup spidol yang baru digunakan untuk menulisi jari-jari Agnel.

Gadis itu menatap tulisan di jari-jarinya; 'oke' di jempol, 'itu & ini' di jari telunjuk, 'nggak boleh' di jari tengah, 'buat ngupil boleh deh' di jari manis, dan 'janji' di jari kelingking. Tian jadi curiga dia tidak bisa membaca ㅡ tapi mana mungkin ada orang buta huruf di jaman modern begini.

"Jadi kotor, aku nggak bisa makan," keluh Agnel.

"Itu kan tangan kiri, orang makan pakai tangan kanan," aku menimpali. "Jangan salah lagi ya, apa lagi di depan orang lain."

"Oke."

"Cuma oke? Hm... terserah lah," gumam Tian.


Di luar gerimis. Air hujan mengetuk-ngetuk kaca jendela, membuat suasana makin monoton. Untung Tian sudah mulai terbiasa hidup dengan Agnel yang menumpang di rumahnya, jadi tidak terlalu canggung dalam keadaan begini. Sekarang dia sudah sedikit bisa menerima keadaan Agnel sebagai teman.

"Hujan terus, nggak bisa jalan-jalan," keluh Agnel.

"Kayaknya kamu belum pernah ke Jakarta ya sebelumnya? Asal kamu dari mana sih?" Tian bertanya walaupun tahu mungkin jawabannya tidak akan memuaskan.

"Aku dari jauh," jawab Agnel. "Lebih jauh dari Jogja. Oh iya, dari kecil kamu di Jogja kan? Aku penasaran cerita tentang masa kecil kamu."

"Kenapa kamu nggak cerita lebih banyak tentang diri kamu aja?" tanya Tian balik.

"Karena nggak ada yang bisa diceritain," jawab Agnel datar.

Tian berdecak. "Kamu ini ya, hmm..." Tian menunjuk Agnel. "Orang paling aneh yang pernah aku temui."

"Enggak," Agnel menggeleng sambil mengunyah tahu bulat favoritnya.

"Aneh."

"Engㅡgak."

"Pokoknya aneh."

"Terㅡherah."

"Makannya bisa nggak sih pelan-pelan aja? Nggak bakal ada yang minta kok," protes Tian melihat Agnel terus memenuhi mulutnya dengan tahu bulat.

"Inyi engak bangek," ucap Agnel.

"Ya, ya... telan dulu semuanya," Tian mengibaskan tangannya. "Untung tahu bulat cuma makanan murah."

SemicolonWhere stories live. Discover now