08. alasan ke-dua

4.6K 1.1K 31
                                    

Hidup itu ibaratnya sebuah buku cerita. Kalau kamu akhiri sebelum waktunya, yang berantakan bukan cuma cerita ㅡtapi seluruh hidup kamu juga. Padahal kamu belum tahu isi buku itu secara keseluruhan.

 Padahal kamu belum tahu isi buku itu secara keseluruhan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****














Seumur hidup Tian tidak pernah membayangkan akan membawa perempuan ke apartemennya, apalagi Agnel terhitung orang asing. Mungkin di negara ini ada ratusan atau bahkan ribuan pasangan yang tinggal bersama ㅡapalagi pergaulan di Jakarta memang bebas. Tapi keadaan antara dirinya dengan Agnel jelas berbeda.

Nyatanya walaupun canggung di awal, mereka berakhir bercakap seperti teman lama di ruang tengah apartemen Tian. Selama ini Tian belum pernah secara gamblang menceritakan beban hidup yang perlahan membunuhnya. Kemunculan Agnel yang sejak awal ganjil seakan mendadak menjadi oase dalam hidup Tian yang sedang dipenuhi keputusasaan.


"Sexploitation," ucap Tian lirih. "Katanya lumayan banyak entertainer di negara ini mengalaminya."

"Hmm..." Agnel menopang wajahnya di lutut, mendengarkan.

"Bukan berarti semuanya harus 'tidur' sama orang-orang brengsek itu, kadang cuma kencan. Tapi, ya, seakan ada aturan nggak tertulis yang mengharuskan kami buat menuruti semua perintah mereka. Kedengaran rendahan kan? Menuruti permainan kotor ini demi eksistensi di panggung?" lanjut Tian diikuti tawa sarkastik.

"Well, kalian terpaksa, kan?"

"Ya. Kami takut. Perempuan biasanya lebih parah, makanya banyak yang memilih menolak dan meninggalkan dunia hiburan. Atau berusaha sendiri. Kalau beruntung bisa eksis terus, kalau nggak, yahㅡ paling ujung-ujungnya menghilang sendiri dari dunia hiburan.

"Hm... bisnis kotor semacam ini ada di mana-mana. Dunia makin kotor karena manusia," gumam Agnel.

"Kenapa aku harus termasuk dalam orang yang 'dipilih' itu?" Tian tertawa patetik ㅡmelempar pandang ke luar jendela besar di apartemen barunya. Selama suspend dia akan tinggal disini ㅡatau pulang ke Jogja  mungkin, kalau dia tidak keburu mati karena bunuh diri.

"Kamu vokalis band, punya karisma yang beda dari anggota lain. Mungkin itu alasannya," ucap Agnel. "Tapi yang jelas sih lagi sial aja."


Fakta yang mengerikan, memang. Tian tahu bukan hanya dirinya yang mengalami kesialan semacam ini. Dan dia tahu juga banyak yang memilih bunuh diri, apalagi perempuan ㅡseperti yang sudah ia sebutkan sebelumnya. Sebagian yang lain menganggap ini biasa dan suatu konsekuensi. Yahㅡ sayangnya Tian tidak bisa begitu.

Ia mendengus. "Yeah, cuma sial aja ㅡmungkin itu anggapan orang-orang. Toh bukan mereka yang mengalami."

"Nggak," Agnel menggeleng. "Aku rasa temen-temen kamu yang tadi nggak berpikir begitu."

SemicolonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang