11

41 12 4
                                    

Nani mengetuk pintu kamar Anggia, tak lama pintu terbuka. Anggia sedang duduk di sofa dekat jendela.

Nani menerobos masuk dengan helaan napas panjang.

“Kita libur prakerin …, tapi kok seketika gue lebih pengen prakerin ya.” keluhnya seraya menghempas tubuhnya ke kasur Anggia yang acak-acakan namun wangi.

Anggia menggeleng kecil, langkahnya terayun ke arah meja belajarnya.

Nani mendudukkan tubuhnya di atas kasur dengan wajah kusut.

“Gue, pengen mie tek-tek.”

Anggia terlihat kembali fokus pada laptopnya membuat Nani mendengus kesal, Nani turun dari kasur, menghampiri Anggia.

“Aang ih,” Nani merampas laptop Anggia dengan jengkel.

“Na! itu bentar lagi beres,” pekikik Anggia kelabakan plus kesal.

“Gue disini Aang, jangan sama laptop mulu napa.”

Anggia tergelak, “Dasar lo.”

“Abis, ngeselin,”ujar Nani yang meletakkan laptop ke kasur.

***

Handphone Anggia berdering, dan ternyata dari si cewe yang terus mengganggunya. Namun, Anggia menghiraukan deringan handphonenya dan lanjut sarapan yang ditemani oleh Nani, Bi Jun dan Pak Yadi.

Anggia memakan makanannya dengan tak berminat, Bi Jun yang menangkap gelagat itu langsung bertanya.

“Kenapa, Non? Gak enak ya masakan Bibi?”

Anggia mendongak dengan sedikit tersentak “Engga, enak ko bi enak banget ....”

Nani mengulum senyum, “Kenapa lagi lo?”

Anggia mengulum senyum, “Nanti beres sarapan gue cerita di kamar ya,” ujarnya dengan nada agak berbisik.

Pak Yadi menoleh sekilas dengan mulut penuh, ikut memperhatikan Anggia.

“Inget ya non, se besar apa pun masalahnya. Non harus tetep sabar,” ucap Pak Yadi dengan senyum hangat.

“Iya..., pak.”

“Makan lagi,biar non sehat, jangan sampe sakit,” ujar Pak Yadi penuh kasih sayang.

Pak Yadi memang ingin anak perempuan, namun, Allah  berkehendak lain. Setelah kepergian anak pertamanya, Bi Jun istrinya di nyatakan tak bisa hamil lagi. Dengan ikhlas Pak Yadi merelakan impiannya yang ingin mempunyai anak perempuan, hingga akhirnya Pak Yadi bekerja di tempat Anggia. Dan kebetulan sedari kecil Bi Jun yang merawat Anggia dibantu dengan Pak Yadi. Bisnis di luar negeri berkembang baik, membuat waktu kedua orang tua Anggia benar-benar sibuk. Karena kasihan Pak Yadi memutuskan untuk menjaga Anggia bersama dengan Bi Jun.

Awalnya Anggia sedih. Namun seiring berjalannya waktu, kasih sayang Bi Jun dan Pak Yadi semakin terlihat nyata, membuat Anggia sedikit melupakan rasa kesepian dan rindu pada orang tuanya.

***

Anggia menenggelamkan wajahnya di dada Nani, merasakan betapa hangatnya cewe itu. Keduanya berada di sofa dekat jendela kamar Anggia.

“Cerita sekarang?” tanya Anggia seraya mengambil handphone di meja belajarnya.

Ternyata masih ada notif dari cewe pengganggu itu.

089*********

“Inget! Lo harus jauhin Pak Anggana.“ 10.19

               “Ni cewe gak ada bosen-bosennya.” gumam Angggia

          “Idup lo kurang bahagia ya? Sampe terus-terusan ngurusin idup gue” 10.20

“Gue tuh udah bahagia, cuman semenjak lo ada kebahagiaan gue lo rampas 10.21

Anggia mengabaikan pesan ga jelas dari cewe itu, dan kembali duduk di sofa.

“Kenapa sih lo Aang?” tanya Nani tertawa pelan.

“Nih, baca dari pesan yang paling atas. Lo scroll sendiri aja,” ujar Anggia yang sembari menyerahkan handphonenya kepada Nani.

Nani menatap Anggia tak percaya. Dia menyerahkan kembali handphonenya kepada Anggia.

“Aang, kok bisa gini sih?” tanya Nani sontak bingung.

Anggia menghela nafas, dan menceritakan semua kejadiannya dari Nani yang pulang lebih dulu dan meninggalkannya di kantin sendirian waktu itu.

***

“Hah? Jadi lo kemarin di temenin Pak Anggana?” sontak Nani.

“Iya,” ujar Anggia

“Dan …, ini si cewe ga tau malu apa maksud coba ngusik lo?” tanya Nani kesal.

“Ya mungkin dia itu kurang bahagia dan gagal move on Na ..., jadi gitu. Kurang kerjaan.” jawab Anggia yang sontak membuat keduanya tertawa lepas.

Seketika tawa mereka terhenti dengan ketukan pintu oleh Bi Jun.

“Iya bi, buka aja,” ujar Anggia

“Permisi non bibi ganggu, ini ada kiriman katanya buat Non Gia,” ucap Bi Jun sebari menyerahkan kiriman tersebut yang ternyata 2 buah kopi kesukaannya.

Anggia dan Nani saling tatap, karena salah satu dari mereka tidak  memesan kopi tersebut.

“Dari siapa emangnya bi?” tanya Nani heran.

“A ... Anu non, bibi juga gak tau. Cuman bilang buat Non Gia,” jelas Bi Jun.

“Hem ya udah bi, gapapa makasih ya.”

Handphone Anggia di atas meja berdering, ternyata pesan dari Pak Anggana.

Pak Anggana

"Kopinya di minum ya, sengaja beli 2. Karena bapak tau kamu pasti lagi sama Nani.“ 11.20

 Anggia menatap tak percaya, Nani yang kini tengah cekikikan.

                   “Oh dari bapak? Ngerepotin ihh. Makasih yaa.” 11.20

“Iya sama-sama” 11.21

          “Ehh tapi pak, btw tau alamat rumah aku darimana?” 11.21

“Ya kali gak tau sih hahaha.” 11.22

Nani tertawa dalam, merasa geli melihat Anggia.

“Wah-wah gak nyangka gue,berkembang sangat jauh nih hahaha.” goda Nani

Anggia memberangus sebal, “Mulai lagi deh lo.”

Nani meraih tangan Anggia dengan mengulum senyum, “Tancep gass mbaa.”

Anggia tersentak di duduknya “Dih, lo yaa tancep gas kemana coba?”

“Tapi mau kan,hahaha.” Nani tertawa lepas

“Udah …, sut diem lo,” ujar Anggia.

“Nanti sore ke cafe okey.” lanjutnya.

”Traktirkan?” sambil mengembangkan senyumnya yang memperlihatkan gigi

“Ye..., lo traktir muluu perasaan,” ucap Anggia yang membuat Nani jadi cemberut seketika.

“Tapi, buat lo apasih yang nggak hahaha,” lanjutnya.

“Gas,”balas Nani yang sontak membuat mereka tertawa terbahak-bahak.

***

Kita Pernah Ada (Selesai✔️)Where stories live. Discover now