27

21 6 2
                                    

Anggia menggeliat saat sesuatu menyentuh pipinya,terasa elusan namun perlahan berubah menjadi tepukan.

“Bangun woy, kebo!! Lo nggak prakerin emang?”

Anggia mengumpulkan ke sadarannya lalu menoleh ke arah sampingnya.

Nani sudah berseragam rapih, terkadang jika sedang rajin dia memang begitu.

“Cepet, mau gue mandiin?”

“Gue belum mati sialan!”

Nani terkekeh, “Nggak harus mati dulu juga gue mau kok mandiin lo.”

“Gue, yang nggak mau.” seru Anggia seraya beranjak menuju kamar mandi dengan sempoyongan.

***
Anggia berjalan beriringan menuju ruangan pensiun, namun Nani mengubah arahnya.
Anggia yang melihat itu mengabaikannya, paling ketemu Faisal pikirnya.

“Anggia.”

Anggia menoleh, “Ya Rian?”

“Bareng ke ruangannya,” ujar Rian sembari tersenyum.

“Hadeuh, ni cowo apa maunya sih” gumam Anggia dalam hati.

“Hemm, okey.”

***
Nani menatap satu bungkus roti didepannya, ruangan semakin sepi karena beberapa pegawai yang sudah mengambil cuti.

“Makan, nggak usah so-soan nggak akan dimakan.”

Nani mendongak, menoleh dengan tatapan berbinar “Aaaa, lo emang paling ngerti.”

“Hmm.”

“Oke, Gue makan sampe abis.”

Anggia melirik Nani yang makan roti dengan begitu lahap, “Pelan-pelan woy.”

“Bodo.”

“Hem, Na pulangnya kita kesekolah kan? Bimbingan.” tanya Anggia yang sedang mengerjakan tugasnya.

“Iya gue juga paham kok, lo mau ketemu Anggana kan? hahaha.”

“Haha dasar lo, Lagian hari ini dia ada jadwal ngelatih gamelan.”

“Iya deh iya,” ujar Nani yang masih asyik dengan roti nya.

***

Disekolah

Anggia berjalan beriringan bersama Nani, kebetulan hari ini masih jam pembejalaran. Jadi suasananya begitu sepi.

“Aang, gue kekantin dulu ya haus. Tuh yang latihan gamelan di lapangan.”

Anggia mengangguk, lalu berjalan menuju lapangan.

Ketika di lapangan Anggia melihat Anggana yang sedang melatih siswa kelas sepuluh gamelan, disana notabennya memang wanita. Dan rata-rata memang selalu berusaha agar bisa dekat dengan Anggana. Anggia yang melihatnya pun terbawa kesal.

“Dasar bocah, gue labrak baru tau rasa.” gerutunya kesal.

Anggia berjalan menghampiri Anggana yang sudah menoleh ke arahnya.

“Assalamualaikum pak,” ujarnya sebari mengulurkan tangannya untuk salam.

“Waalaikusalam, mau bimbingan kamu?”

“Hehehe, iya Pak.”

“Pak? duh ... udah kebiasaan manggil nama sekarang harus manggil pak. Kek beda gitu.” gumamnya dalam hati.

Ya begitulah Anggia dan Anggana, disekolah mereka tetap harus professional layaknya guru dan murid. Sedangkan di luar, ya beda lagi.

“Ya udah pak, saya mau kesana dulu,” ujar Anggia sembari melangkah pergi menuju bangku dekat tangga.

Anggana hanya mengulum senyum dan melanjutkan kegiatannya.

***
Selama kegiatan melatih gamelan Anggia secara diam-diam terus saja mencuri-curi pandang kearah Anggana. Begitupun dengan Anggana kepada Anggia.

Namun, ada siswa kelas sepuluh jurusan perkantoran bernama Nova Febrianti yang terus saja mendekati Anggana. Ia selalu caper kepada Anggana sehingga membuat Anggia kesal.

“Dih,tuh cewe maunya apa sih?” gumamnya dalam hati seraya kesal.

“Aang.”sapa Nani yang membuat Anggia menoleh ke arahnya.

“Hem.”

“Lo, kenapa?” tanyanya sembari duduk di sampingnya.

“Tuh, lo liat adik kelas lo. Nggak tau diri banget, ganjen lagi.” gerutunya sebari menaikkan alis.

“Ouh si Nova, emang gitu dia mah. Malah dari waktu pertama kali si Pak Anggana ngelatih gamelan gue liat dia tuh ganjen banget. Curiga dia suka Anggananya lo Aang.” jelas Nani santai.

Anggia tak menggubrisnya dan hanya bisa diam serta memandangi tingkah si Nova itu.

“Udah jan di liatin mulu, mending kita ke kantin yu,” ujar Nani seraya menarik lengan Anggia menuju kantin.

***

Di kantin

Suasana kantin mulai kisruh dikarenakan bel jam istirahat sudah berbunyi.

Anggia dan Nani sedang asyik dengan makanannya di meja ujung kantin, di seberang meja mereka ternyata Nova dan teman-temannya.

Mereka sedang berbincang mengenai Anggana

“Ehh Nov, lo suka ya sama Pak Anggana?” tanya temannya.

“Iya gue suka, makannya gue selalu pengen deket dia juga.  Lagian yaa dia ganteng bet dah,” ujar Nova sebari tertawa pelan.

Anggia yang mendengar perbincangan mereka pun seketika menjadi kesal, ia berjalan ke arah meja mereka dengan membawa mangkuk bekas Mie dengan kuah yang masih utuh.

Anggia pun berpura-pura tersandung dan menumpah kan kuah mie tersebut tepat di baju Nova. Sehingga Nova berdiri dan berteriak 

“Aww ... apa ini?”

“Eh, sorry-sorry gue nggak sengaja, tadi ada yang nyenggol gue,” ucap Anggia dengan santai dan tersenyum kecut.

“Lo, nggak punya mata apa hah?” teriak Nova kepada Anggia dengan mengusap bajunya.

“Duh, mana panas lagi.” lanjutnya.

“Nggak usah nyolot lo, santai aja! Lagian kan gue udah bilang maaf karena nggak sengaja. Lo ini masih kelas sepuluh sopan dikit,” ujar Anggia sebari pergi balik ke tempatnya.

Nani yang melihat kejadian tersebut hanya tertawa cekikikan.

“Busyet kena juga lo Nov, macem-macem sama temen gue sih.” gumamnya seraya tertawa.

Sedangkan Nova masih saja terus menggerutu dan bergegas berjalan ke toilet.

“Awas aja, bakal gue balas.” gumam Nova dengan memandang Anggia penuh sinis.

***

Kita Pernah Ada (Selesai✔️)Where stories live. Discover now