08 - Pendekatan?

13.8K 1.4K 34
                                    

Varel tengah duduk di kursinya dengan tatapan yang kosong. Jam istirahat sudah berbunyi sekitar 5 menit yang lalu. Tapi, Varel sama sekali gak niat untuk turun. Ia masih termenung mengingat kejadian di danau kemarin.

Danau kemarin menjadi saksi kebisuan Varel. Ia tak bisa membayangkan bagaimana danau dan yang lainnya tidak terbawa perasaan dengan ucapan dan tingkah laku Revan.

Semua bayang-bayang Revan selalu terlintas di pikirannya. Mulai dari ketampanan pria itu, sifatnya, senyumnya, sampai perlakuannya yang sangat manis. Varel yang tak pernah mendapatkan hal itu merasa ada yang aneh terjadi.

Di dunia Varel, ia tak pernah merasakan hal yang namanya jatuh cinta. Itu yang membuat ia merasa aneh dengan semua ini. Tapi, untuk kali ini, ia bingung apakah ini disebut jatuh cinta atau bukan. Karena, ini tak bisa di deskripsikan.

Varel tak tau apa. Yang ia tau, Revan banyak berubah. Ia bukan seperti Revan yang dikenalnya dulu. Pria itu dulu sangat cuek bahkan menganggap Varel ada aja gak pernah. Tapi itu juga karena Revan tak pernah mengenal Varel. Tapi, sekalinya Revan mengenal Varel, ia berbeda.

"Heh!" bentak Yulia yang kebingungan melihat Varel sejak tadi diam dan melamun. Memang bukan hal aneh tapi, keadaannya sedikit berbeda. Tatapan anak itu seperti menimbulkan suatu pertanyaan.

"Hah?" kaget Varel langsung menatap Yulia yang duduk di sampingnya.

"Lo kenapa kayak habis liat hantu gitu?"

"Hah? Enggak, gakpapa," Varel menggelengkan kepalanya.

"Trus ngapa?"

"Gakpapa."

"Dah ah! Capek! Semoga pulsa lo banyak ya Rel."

Varel tak menggubrisnya. Sebenarnya, ia ingin bertanya ke Yulia, tapi waktunya masih belum tepat. Lebih baik ia tunggu dulu sampai nanti masa di mana ia memang benar-benar mulai bimbang. Sekarang, ia cuma kebingungan dengan sifat Revan yang tiba-tiba berubah.

"Gue mau ke kantin, mau ikut gak? Atau mau nitip?"

"Nggak."

"Okey," Yulia beranjak dari kursinya lalu meninggalkan Varel yang sendirian di sana.

Setelah kepergian Yulia, tak berapa lama, Bara masuk ke dalam kelas. Di tangannya ada kertas-kertas yang Varel belum tau itu kertas apa. Mrlihat kedatangan Bara, Varel mendadak menghilangkan khayalannnya.

"Rel, gak ke kantin?" tanya Bara yang kini duduk di kursi yang ada di depan meja Varel.

"Enggak."

"Trus?" Bara melihat kesekeliling kelas yang kosong. "Ngapain di sini?" tanyanya.

"Gue... Lagi malas keluar."

Bara cuma mengangguk-nganggukkan kepalanya tanda mengerti.

"Tadi... Gue nyari lo di kantin, gak ada, kebetulan gue liat Yulia, katanya lo di kelas, yaudah gue ke sini.?"

"Ehm... Lo... Mau ngapain ke sini?" tanya Varel. Matanya sesekali melirik ke kertas uang di pegang Bara.

"Oh... Ini, Pak Ardito tadi nitipin ini ke gue, dia nyuruh untuk ngasihin ke lo. Kerjain di rumah katanya. Besok dibawa," Bara meletakkan beberapa kertas di atas meja Varel.

"Ehm... Okey," Varel melihat kertas itu yang berisi tentang soal-soal olimpiade.

"Kalo gitu... Gue ke ke kantin dulu ya."

"Iya."

Bara pun meninggalkan Varel. Sendirian di kelas. Setelah kepergian Bara, Varel melihat kembali soal-sosl yang baru saja ia dapati itu. Semakin menambah pikirannya. Memikirkan perasaannya saja dia masih pusing, ditambah lagi soal-soal olimpiade ini. Semoga Varel baik-baik saja.

Love Addictive ✔️Where stories live. Discover now