23 - Aku Takut Kehilangan

8K 875 4
                                    

Dengan perasaan yang campur aduk. Cemas dan takut sekaligus, Revan terus mencari keberadaan Varel. Ia terus mengarahkan senternya ke segala arah. Menelponnya juga percuma, karena gak ada jawaban dari orang itu. Jantung Revan mulai berdetak cepat. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah sumur. Pikirannya langsung ke ucapan Varel tadi. Ia berada di dekat sumur dan pepohonan di sana.

"Varel!" panggil Revan. Ia melangkahkan kakinya. Matanya tiba-tiba melihat sebuah kaki di dekat pohon besar. Tanpa rasa takut, ia mendekat dan di sana lah ia melihat Varel yang tak sadarkan diri dengan wajah yang pucat. Revan langsung menghampirinya.

"Varel," Revan menepuk pelan pipi kekasihnya itu. "Varel, hey, ini aku Revan," Ia menggosok-gosok tangan Varel. Tubuhnya sangat dingin. Revan memakaiannya jaket yang ia bawa tadi.

"Varel," Revan terus berusaha menyadarkan Varel yang masih belum sadarkan diri. Suaranya mulai bergetar. Matanya terasa panas. Yang ia takutkan terjadi lagi. Ia takut kehilangan.

Revan membelakangin Varel. Ia menggendong pria itu dari belakang. Ia mengangangkatnya pelan. Kemudian ia berlari menuju villa. Kini perasaannya sudah gak jelas. Ia sudah memikirkan segala hal yang membuat ia menjadi semakin takut kehilangan. Ia takut kehilangan orang yang dia sayang untuk kedua kalinya.

"Revan!" panggil Yulia ketika mereka bertemu di tengah jalan. "Ya ampun Varel," matanya langsung melihat Varel yang tak sadarkan diri di gendongan Revan.

"Kabarin yang lain, Varel udah ketemu."

"Iya," Yulia langsung berlari mencari yang lain.

Di Villa, semuanya sudah berkumpul. Revan membaringkan Varel di atas kasur. Kini mereka berada di kamar Revan. Semuanya penasaran dengan keadaan Varel yang masih tak sadarkan diri. Padahal ini sudah hampir setengah jam.

"Varel," panggil Revan. Ia sejak tadi gak beranjak dari sisi pria itu. pak Ardito sedang mencari seseorang yang bisa mengobati Varel.

"Gimana pak?" tanya Revan ke pak Ardito.

"Sebentar lagi dokter datang."

"Berapa lama? Ini udah mau setengah jam," nada suara Revan mulai meningkat.

"Iya sabar Revan, Varel pasti baik-baik aja."

"Baik-baik gimana? Dia gak sadarkan diri pak!" kini Revan telah meluapkan emosinya. Yulia yang memerhatikan itu langsung menenangkannya.

"Sabar Van, tenang."

"Sabar gimana Yul! Varel udah gak sadarkan diri hampir setengah jam! Gimana gw bisa tenang?"

"Iya sabar, Varel bakal baik-baik aja kok."

Tak berapa lama, seorang pemuda datang dengan membawa sebuah kotak obat. Ia melihat kondisi Varel yang tertidur di atas kasur. Wajahnya masih kelihatan pucat.

Pemuda itu langsung mengecek keadaan Varel. Ia memeriksa matanya. Kemudian mengecek denyut nadi dan detak jantungnya. Untungnya, denyut nadi Varel masih ada. Pemuda itu menghembuskan nafasnya pelan. Ia berdiri lalu menoleh ke arah pak Ardito.

"Dia mengalami hipotermia, mungkin karena terlalu lama berada di tempat yang dingin. Karena kita tidak di rumah sakit dan rumah sakit jauh, untuk sekarang cara mengatasinya cukup dengan tetap memberinya kehangatan. Beri selimut yang cukup. Nanti setelah dia sadar, dan mulai bisa bicara atau menelan, beri dia minum. Kasih air yang hangat kuku. Jangan terlalu panas. Untungnya, staminanya masih bisa menahan dan cepat di atasi. Kalau tidak, mungkin dia sudah tak terselamatkan."

"Berarti, dia gak apa-apa kan dok?" tanya Revan.

"Dia tidak apa-apa, jangan khawatir. Tugas kalian adalah cukup memberikannya kehangatan. Tapi jangan terlalu panas, itu bisa merusak kulitnya dan detak jantungnya menjadi tidak teratur."

Love Addictive ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang