39 - Between Them

6.9K 771 35
                                    

Bara duduk dengan tangan Varel terus memberikan obat merah di wajahnya. Pria itu sedikit meringis saat Varel tak sengaja menekan luka di sudut bibirnya. Sekeras apa pukulan Revan, hanya dengan sekali pukulan wajah Bara bisa jadi seperti ini.

"Rel," panggil Bara.

"Hm?"

"Gue boleh minta satu hal gak?"

"Apa?"

"Apapun yang terjadi nanti, lo gak boleh benci sama Revan."

Varel langsung berhenti dan menatap Bara. Tak ada yang bisa dia lakukan selain hanya menatap pria yang terluka di depannya itu. Bara mengucapkannya bukan karena ada rasa yang dia tumpahkan pada sosok pria manis dan baik yang ada di hadapannya. Tapi karena kepeduliannya pada pria yang tadi sempat memukulnya karena terbawa emosi.

"Revan udah lama terkurung dalam sendirian, walaupun ayah sama kakaknya sangat memperdulikannya, tapi, sejak kepergian ibunya, itu jadi hal terburuk yang pernah dia rasakan."

"Gue bisa lihat senyum tulusnya hanya waktu dia dengan lo Van, bahkan sama Reza, senyum tak setulus saat senyum ke lo."

Varel memcingkan matanya. Dia memiliki sedikit pertanyaan mengapa Bara sangat mengenal Revan dengan begitu baik.

"Lo kenal Revan sejak kapan?"

Mendengar pertanyaan Varel, Bara sedikit tersenyum.

"Dulu waktu di Bandung, aku adalah satu-satunya sahabat Revan selama SMP. Dia selalu sendirian. Bahkan, saat kawan sekelas kita ngajak keluar, dia gak pernah mau. Untuk itu, gue bertekad buat jadiin dia teman."

"Trus? Kenapa kalian sekarang jauh-jauhan?"

"Ada suatu masalah yang buat Revan memang harus membenci gue."

4 tahun yang lalu...

Revan duduk sendirian termenung di kursinya. Anak berseragam itu terlihat sangat pendiam dan tak ingin diajak siapapun. Sifat diamnya membuat semua teman sekelasnya jadi menjauhinya. Bahkan mereka selalu bilang kalau dia adalah anak yang aneh. Sering sendiri. Suka menangis sendiri, bahkan sering meracau memanggil ibunya.

Seluruh siswa menjauhinya, kecuali Bara. Anak itu selalu berusaha mencari cara agar bisa mendekati anak yang sangat kesepian itu. Dia bisa merasakan kerinduan yang sangat dalam di dirinya. Ditambah, Bara tau akan kisah hidup anak itu seperti apa.

"Hai, gue Bara, lo gak ke kantin?" Bara duduk di kursi kosong yang ada di samping Revan.

Revan menoleh ke arah Bara sekilas kemudian kembali menoleh ke arah jendela.

"Mau gue bawain makanan? Lo mau apa?"

Revan masih tak mau menjawabnya. Dia tetap menikmati kesendiriannya. Sebenarnya dia sedikit merasa terganggu dengan kedatangan Bara yang sejak tadi ngoceh sana-sini.

Hari ini usaha Bara gagal. Keesokan harinya, dia melakukan hal yang sama. Tapi dengan cara yang berbeda. Dia membawa minuman yang sama seperti dirinya.

"Tadi gue beli dua, nih, gue taro di meja ya."

Setelah memberikannya, Bara pergi meninggalkan anak itu sendirian lagi di dalam kelas. Dari kejauhan dia mengintipnya. Dia melihat Revan meraih minumannya dan kemudian meminum minuman yang dia berikan itu. Bara tersenyum senang.

Hari demi hari Bara selalu berusaha untuk mendekati Revan. Sampai pada akhirnya, anak itu mau berbicara padanya. Sejak saat dia memberikan minuman itu, Revan sedikit memberanikan diri untuk berbicara dengan Bara. Alhasil, mereka menjadi sangat dekat.

Love Addictive ✔️Where stories live. Discover now