41 - Confession

7.7K 791 22
                                    

Semua tindakan yang dilakukan Varel sampai saat ini bukan karena dia bodoh atau semacamnya. Tapi, karena dia sudah terjebak dalam palungan cinta yang sudah diberikan oleh Revan. Dia tak pernah menganggap tindakannya salah. Justru, apa yang mereka lakukan saat ini adalah murni karena sebuah cinta. Seluruh perhatian yang telah Revan berikan terasa sangat tulus dan menenangkan hati.

Mengetahui kekasih hatinya sudah mengingatnya kembali, Varel sangat senang. Walaupun sebelumnya pria itu berbohong, tapi dia tidak memperdulikannya sama sekali. Karena, dia juga sudah melakukan hal yang sama. Tapi, dengan melihat senyum di wajah Revan membuat seluruh keresahan dan kekhawatirannya hilang. Sampai saat ini, dia masih bisa merasakan kesepian dalam diri pria itu. Dan dia tak mau memberikan kesepian itu lagi. Dia mau memberikan keramaian dan ketenangan yang bisa membuat dunia mereka terasa berwarna.

Sampai saat ini, Varel sudah tidak bisa menyangkal bahwa dia mencintai Revan. Tulus dari dalam hatinya dia sangat mencintai pria itu. Bukan karena paksaan tapi murni dari dalam dirinya sendiri. Dia sadar bahwa dia tidak menyukai pria. Dia sadar dia normal. Dia hanya mencintai Revan. Kalaupun dia harus dipandang tidak normal. Dia tidak normal karena Revan. Begitu juga sebaliknya.

Revan tak pernah menyangka bahwa dia akan mencintai pria seperti Varel. Tapi dari seluruh pandangannya, pria itu sangat berbeda. Dia misterius. Walaupun sekarang tidak, tapi, Revan masih menganggap Varel adalah manusia misterius yang pernah dia kenal. Dari awal mereka bertemu membuat Revan penasaran dan semakin penasaran sampai akhirnya entah kenapa dia ada rasa yang tak bisa dipungkiri. Dia menyukai pria itu.

"Lihat," Varel menyodorkan layar ponselnya ke Revan yang kini duduk di sampingnya. Mereka kini sedang berada di dermaga danau tempat mereka saling memenangkan pikiran.

Revan terkesiap dan langsung menoleh ke layar ponsel milik Varel.

"Apa?" tanyanya.

"Grup fanbase kita gak berhenti post-post yang gak penting," Varel menarik lagi ponselnya dan menggeser layar menggunakan ibu jarinya.

"Emang kenapa?"

"Baca," Varel kembali menyodorkan ponselnya.

Revan kembali mengingat Varel, artinya, pasangan terbaik seantero sekolah sudah rujuk kembali.

Revan terkekeh. Begitu juga Varel melakukan hal yang sama.

Varel mengunci ponselnya kemudian memasukkannya ke dalam saku celana sekolahnya. Dia kembali menatap pemandangan danau yang sudah sering dia lihat itu.

"Varel!" panggil Revan.

"Hm?"

"Jangan pergi ya."

Varel mengerutkan keningnya. Pria itu secara spontan mengucapkan itu. Bahkan, dia tak ada niat sedikitpun mau meninggalkannya. Bahkan kepikiran untuk pergi saja tidak.

"I won't!"

"Bagaimana kalau kita punya kemungkinan?" tanya Revan lagi dengan tatapan sendu tapi serius.

"Kemungkinan?"

"Kemungkinan harus saling menghindar."

Varel semakin tak mengerti. Walaupun dia pintar dalam hal akademik, dia tak cukup pintar untuk menerjemahkan kalimat.

"Kalau seandainya kamu dibuat pilihan, berlari atau diam, kamu bakal milih yang mana?"

Love Addictive ✔️Where stories live. Discover now