Nicholas Flamel

29 4 0
                                    

"Tok...tok..." Billy mengetuk pintu kayu yang rapuh.

Ganggang pintu itu berputar dan pintunya terbuka. Seseorang yang bertubuh ideal dengan sedikit sisa makanan di mulutnya muncul. Pria itu kaget menatap Billy dan langsung membersihkan mulutnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Billy.

"Sedang makan siang." Sahutnya santai.

"Apa?" Billy mengerenyitkan dahinya, "saat dunia sedang berperang kau sedang makan siang dengan santainya!"

Pria itu menghela napas. "Yah setidaknya aku bisa menikmati" dia mengangkat bahunya, "makan siang terakhir ku mungkin. Sebelum aku mati melindungi Notre Dame."

"Nicholas, siapa itu?" suara wanita beraksen Prancis memanggilnya. Perlahan wanita itu berjalan dari dapur dan menuju pintu depan.

"Oh, apa itu kau Billy?"

"Ya. Lama tak jumpa, Prenelle."

"Ooh, teman lamaku." Dia memeluk Billy. "Nicholas kenapa tidak kau suruh masuk?!"

Nicholas membuka lebar pintunya, memberi isyarat kepada Billy untuk masuk.

Billy memasuki rumah bergaya Eropa klasik itu. Dia mengambil sofa yang ada di pojokan. Dia sangat suka dengan tempat-tempat ujung. Apa lagi pojokan ruang.

"Bagaimana kau bisa kemari?" tanya Nicholas memulai basa-basinya.

"Ah sebentar aku membuatkan teh." Prenelle pergi ke dapur.

"Ceritanya panjang. Tapi pada akhirnya aku bertemu Gilgamesh dan yang lainnya."

"Begitu. Jadi apa rencanamu?"

"Melindungi kota ini. Tapi sejujurnya aku tidak memiliki rencana apapun. Tapi ku kira kau memilikinya?"

Prenelle datang membawa tiga gelas teh ukuran sedang. "Nah ayo diminum." Prenelle duduk di sisi kanan Nicholas. "Jadi bagaimana?"

"Minum teh nya. Aku akan menjelaskannya di luar." Kata Nicholas.

Billy yang penasaran langsung meneguk bulat-bulat teh barusan. "Ayo" dia langsung berdiri tegap.

Nicholas dan Prenelle yang sedang meneguk teh saling menatap. Tidak biasanya Billy menjadi bersemangat untuk hal-hal seperti ini.

Mereka keluar dari rumahnya Nicholas Flamel. Rumahnya tidak jauh dari Notre Dame. Mereka bergegas menuju halamannya.

"Jadi?" tanya Billy.

"Keluarga Nuri adalah burung yang sangat istimewa." Nicholas membelakangi mereka dan menatap tanah lapang di depannya. Dia merentangkan lengan kiri dan setitik aroma mint mengambang di udara bergaram. Bibitnya bergerak, napas berdesis lembut di sela-selanya. Mendadak ada kepakan sayap dan seekor burung nuri berkepala merah menyala dan bertubuh hijau hinggap pada lengannya.

"Alchemyst...?" Billy menatap heran.

Nicholas memusatkan perhatiannya pada burung itu, meniup lembut bulu warna-warninya. Burung itu menggesekkan bagian atas kepalanya pada dahi dan memainkan alis lebat Flamel.

"Alchemyst," ulang Billy, dengan nada agak jengkel.

"Glenn dan anteknya menggunakan tikus sebagai mata-mata," Perenelle menjelaskan. "Nicholas berhasil mempelajari cara untuk melihat dari mata burung. Sebuah proses pemindahan yang sederhana. Kau cukup menyelimuti makhluk itu dengan auramu lalu arahkan perlahan."

"Billy, bisakah kau memegangiku?" Kata Nicholas. "Aku akan sedikit pusing."

"Kenapa?" tanya Billy heran.

A Song of Light and Dark: Archmage and the DarknessWhere stories live. Discover now