UR46 || KEHILANGAN

1.1K 81 18
                                    


HAPPY READING💙

"Aku pernah berharap jika kita selamanya bersama, tetapi harapan hanya tinggal harapan

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

"Aku pernah berharap jika kita selamanya bersama, tetapi harapan hanya tinggal harapan."

-Untuk Renaldi-

Renaldi memperhatikan ponsel yang dia genggam sejak tadi, dia harap ada balasan dari Mita.

Tetapi, kenyatan lah kenyataan.

Sampai saat ini Mita belum juga membalas pesannya.

Andra yang melihat tingkah Renaldi menatapnya bingung, sejak tadi yang Andra perhatikan Renaldi lebih banyak diam dan terus-menerus menatap layar ponselnya.

Memang Renaldi orang yang tidak banyak bicara, sebelum dia mengenal Mita. Tapi apakah itu akan kembali, ketika Mita menghilang?

"Di, ko kosong sih ni kulkas," teriak Rendi, yang sudah berada di hadapan kulkas ruang inap Renaldi.

Arsen yang menyaksikan Rendi, langsung mengelus dada dan berkata, "lo tuh ya, temen lagi sakit masih ajah mikirin makanan!" Serunya, sambil memasukan cemilan yang dia bawa ke dalam mulutnya.

Sendi melempar bekas kaleng minuman yang berhasil membuat Arsen mengaduh.

"Aduh," ucapnya, seraya mengelus pelipisnya yang terkena kaleng. "Sakit monyong!"

"Makanya, kalo ngomong ngaca dikit," ucap Sendi sinis.

"Kaca noh di kamar mandi, Ar," sahut Raka yang menyaksikan perdebatan mereka.

Andra menatap tajam teman-temannya, "Bacot kalian."

Sedangkan Alvian hanya menggelengkan kepalanya pelan, ketika menyaksikan teman-temannya itu.

"Lo kalau masih mau berisik, pintu keluar noh."

Perkataan Renaldi seperti sihir yang berhasil membuat teman-temannya terdiam, tetapi beberapa saat kemudian tawa mereka lepas menggelegar di setiap sudut ruangan tersebut.

"Kampret, kurang baik apa kita besuk in lo wahai manusia," ujar Arsen.

Raka menonyor kepala Arsen, "lo tuh minta ditabok banget, kalau punya mulut."

"Oh iya di, Mita udah besuk lo?"

***

Esok harinya, tepatnya di pemakaman, Rafa sangat setia memengang payung berwarna hitam untuk memayungi sang adik yang sedang bertekuk lutut di hadapan gundukan yang terdiri batu nisa yang tertulis nama Jihan Vioratna.

"Ji, maafin gue," gumamnya, dengan air mata yang di biarkan lolos begitu saja membasahi pipinya.

Sudah setengah jam mereka di sana, Mita juga tidak ada henti-hentinya menangis. Membuat Rafa menatapnya tak tega.

"Dek udah ya, katanya mau datang ke rumah Jihan."

Mita menyekat air matanya, memang benar dia berniat akan datang ke rumah Jihan untuk bela sungkawa, walaupun itu terdengar sangat telat.

UNTUK RENALDI [SELESAI]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu