2

7.6K 505 17
                                    

Hingar-bingar kota membuat dirinya semakin muak, hatinya kalut, matanya perih, kepalanya berdenyut pening. Kaki jejangnya melangkah, terus melangkah menelusuri jalan setapak yang membawanya masuk kedalam hutan.

Hutan yang selalu menemani nya, hutan yang membawa cerita hidupnya, hutan yang seakan menjadi saksi akan semua hidupnya.

"mati saja kau, bagaimana kau bisa dengan bodoh melepas rusa itu?" teriakan itu terus menggema di seluruh penjuru ruangan, anak kecil itu meringkuk ketakutan.

"jawab Ferry! Kau bisu?" bukannya menjawab anak bernama Ferry itu terus memperdalam ringkukan nya, batinnya lelah jiwanya kesal namun semuanya tak sebanding dengan rasa takutnya.

Ayah anak itu terus memukuli Ferry dengan rotan yang berada pada gengamannya. Satu, dua, bahkan berkali kali pukulan ia layangkan pada anak ringkih yang bahkan untuk dikatakan sehat pun tidak bisa. Luka-luka itu menutupi seluruh permukaan tubuh putihnya.

Bulir demi bulir berjatuhan, isakan tak bisa ia hentikan, untuk meminta ampun pun anak itu tidak sanggup.

"Arghhhhhhh!" Niko melepas sedihnya, menjatuhkan tubuhnya pada tumpukan rumput yang seakan menariknya terjatuh.

Niko tak sanggup bila terus merasakan ini, ia butuh pelukan, elusan, kecupan. Kesakitan yang ia peroleh terlalu membekas buat dilupakan.

Deraian air mata tak bisa Niko bendung, mengalir tanpa beban. Hatinya sakit

mengapa? Pertanyaan seperti itu pun terasa cukup bodoh untuk ditanyakan.
Tangan kanannya ia bawa untuk menutupi matanya. Ia kacau untuk sekedar berfikir jernih.

Remaja yang ia culik tadi seakan memaksanya untuk masuk, Niko seakan melihat sebuah harapan. Namun ia takut, takut bila anak itu tau apa yang Niko lakukan selama ini. Akan kah anak itu bersamanya? Menemani hidupnya? Niko takut.

Niko bangkit, berjalan kearah danau yang ada di depannya. Ia menjeburkan diri kearah danau dan memaksakan tubuhnya terus tenggelam kedasar danau, kemudian menelusuri setiap jengkal danau yang ia selami ini.

Tangan Niko mendayung dengan kuat, menahan rasa sesak yang tertinggal. Akankah ia terus seperti ini? Menyakiti diri sendiri?

.
.

Tubuh lelahnya ia terus giring menuju daratan, beberapa kali ia berasakan kram pada kakinya. Bukannya berhenti namun ia terus memaksakan diri mendayung penuh emosi.

Tubuh Niko basah, kulitnya pucat, bibirnya mengungu, 12 jam ia berenang tanpa henti. Melupakan bahwa dirinya juga perlu istirahat.

Niko berjalan pulang, ia sudah terlalu lama meninggalkan remaja yang dia culiknya itu di Apartemennya tanpa meninggalkan makanan untuk lelaki kecil itu makan.

Tubuhnya sangat lelah, namun tak mengagalkan niat nya untuk kembali pulang. Hatinya masih linu kali ini bukan karena masa lalunya, namun karena ia terlalu lama meninggalkan pujaan hatinya. Ya pujaan hatinya selama 12 jam itu Niko memikirkan apa yang dirasakannya ini, selama 12 jam itu pula ia berkelana dalam air dan juga pikiran kalutnya.

Matanya merah namun tak menggelapkan sisi hitamnya yang sudah gelap. Niko merasakan sedikit harapan untuk hidup kembali karena ia telah menemukan pujaan hatinya, iya dia lelaki kecil yang tak sengaja Niko culik dengan rekannya.

Niko menghembuskan nafas panjang ketika langkahnya telah membawa diri Niko di depan pintu apartemennya.

Niko mengarahkan tangan kanannya untuk membuka pintu. Namun apa yang ia dengar sebuah jeritan minta tolong dari arah pintu kamar tidurnya, hati Niko teriris sakit harusnya ia tidak pergi begitu saja tadi. Tapi apa nasi sudah menjafi bubur, ia akan susah untuk merebut hati lelaki kecil itu buatnya.

Kakinya melangkah perlahan kemudian membuka dengan perlahan pintu kamarnya yang tadi ia kunci.

Niko menemukan lelaki kecilnya itu menangis sesegukan, kali ini hatinya benar-benar hancur melihat keadaan separuh jiwanya yang kalut seperti itu.

Kepala remaja itu mendongak, mengarahkan pandangannya ketubuh Niko yang basah. Bagaimana bisa orang yang menguncinya selama dua belas jam pulang dengan basah, bibir membiru, dan mata yang sangat merah.

Hati remaja itu mencelos seakan-akan sebagian dari dirinya hilang melihat keadaan seseorang di depanya.

"ka-kamu tak apa? Mengapa keadaanmu seperti ini?" hati Niko menghangat akan ucapan lelaki kecilnya yang seolah-olah mengkhawatirkan keadaan dirinya.

Bukannya menjawab niko memapah tubuh kecil itu menuju ranjang diujung kamar ini.

"kemana saja kamu? Mengapa aku ada disini? Bagaimana bisa?" tanya remaja itu tenang namun terlihat dari mata lelaki kecil itu merasa ketakutan akan diri Niko.

Niko menatap sebagian dirinya dengan mata harap, ia sudah menduga bahwa pertanyaan itu pasti akan dilayangkan oleh lelaki kecilnya ini.

"apakah kau lapar? Aku akan memasak, kamu tunggu disini." Niko melangkahkan kakinya keluar dari kamar tidurnya namun suara itu membuat langkah kakinya terhenti.

"basuh dulu tubuhmu, seengaknya gantilah pakaianmu dengan pakaian kering." Niko menoleh melihat kearah suara itu berasal, hatinya menghangat seulas senyuman terpampang di wajah Niko yang tampan.

Berbeda (MxB)Where stories live. Discover now