13. Taramitha Alvina

1.2K 217 14
                                    

Selamat Membaca
🍂🍂🍂

Mendengar kalimat yang diucapkan Ardhan tangisku semakin menjadi. Aku seperti menemukan air ditengah gurun pasir, ketika mendengar Ardhan memintaku untuk menjadi pendampingnya. Ternyata dibalik semua luka dan penderitaan yang aku alami, Tuhan masih berbaik hati kepadaku dengan mengirimkan satu sosok pelindung dalam wujud seseorang bernama Rafardhan Faresta. Laki-laki spesial yang membuatku tertarik bahkan dipertemuan pertama kami.

“Hei jangan manangis, saya minta maaf kalau kata-kata saya membuat kamu sedih” ucapnya sambil merengkuh tubuhku agar masuk kedalam pelukannya. Kali ini aku tidak menolak, karena aku benar-benar membutuhkan tempat bersandar untuk menumpahkan tangisku. Dan aku baru tahu bahwa dada seorang Rafardhan terasa sangat nyaman dan menjanjikan perlindungan. Secara reflek tanganku melingkari pinggangnya dan meneruskan tangisku hingga aku puas. Ardhan tidak berkomentar apapun, dia hanya memelukku dan mengelus rambutku lembut. Membiarkan aku menumpahkan segala emosi dalam hatiku.

Entah berapa lama aku menangis, ketika tangisku mulai reda aku mengangkat kepala ku dari dada bidang Ardhan. Mungkin wajahku sekarang sudah sangat berantakan dengan air mata dan ingus yang berlomba untuk keluar dari tempatnya. Tapi aku tidak perduli. Sebodo amat seberapa berantakan nya diriku saat ini.

“Sudah nangisnya?” tanyanya lembut, yang hanya aku angguki singkat.

“Maaf, baju mas jadi kotor”ucapku lirih sambil menunjuk dadanya yang terkena air mataku, mungkin juga ingus ku menempel disitu. Ardhan mengikuti arah jariku menunjuk dan hanya tersenyum sekilas ketika menatapku lagi. Tidak ada raut jijik atau ilfeel dari wajahnya melihat penampilanku dan tindakan ku pada bajunya.

“Tidak masalah, saya bawa baju ganti” ucapnya sambil menghapus sisa air mata yang masih berada di pipiku. Aku speechless menyadari segala perlakuannya yang lembut dan manis kepadaku. Kami masih saling pandang dalam keheningan.

“Terima kasih” ucapku masih tetap memandang matanya lekat, entah kenapa diantara kami tidak ada yang ingin menjauhkan diri. Aku seperti mendapatkan ketenangan dan sebuah keyakinan akan perlindungan ketika menatap bola matanya yang hitam.

“Untuk?” tanya Ardhan masih dengan nada lembutnya.

“Pinjaman dadanya untuk bersandar” ucapku sambil tersenyum. Dan senyum itu menular padanya.

“Dada ini milik kamu selamanya kalau kamu mau menjadi istri saya Mitha, kamu bisa menyandarkan hidup dan berbagi beban kamu pada saya. Jadi menikahlah dengan saya Mitha”ucap Ardhan lagi masih dengan mata yang menatapku dalam. Ini sudah ketiga kalinya dia memintaku menjadi pendampingnya.

“Mas Ardhan gak romantis”ucapku dengan anda kesal. Aku hanya ingin sedikit menggodanya. Sejujurnya dadaku sudah sesak karena euforia bahagia.

“hah?” tanyanya tidak mengerti sambil mengerutkan kening.

“masak lamar cewek dirumah sakit, pas lagi jadi pasien lagi. Trus cincinnya mana?” tanyaku sambil menengadahkan tangan kanan ku kearahnya. Ardhan hanya memandangku dengan mata yang berkedip lucu. Mungkin dia kaget dengan tingkahku ini, yang habis nangis bombai lalu bertingkah konyol. Merasa tidak tahan mengerjai nya terlalu lama aku tersenyum sambil memukul lengannya pelan “Aku cuma bercanda mas, jangan seperti syok begitu. Tenang aja aku....”kata-kata ku terhenti ketika tiba-tiba dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.

Tunggu dulu ini.....

“Jangan khawatir, saya sudah menyiapkan ini”ucapnya sambil membuka kotak itu perlahan. Didalamnya terdapat sebuah cincin emas putih dengan diamond berwarna ungu ditengahnya. Sangat cantik. Sekarang aku yang jadi speechless dengan mata melongo menatap barang kecil didepan mataku.

“Saya tadi cuma kagum sama kamu yang sudah bisa bercanda setalah menangis makanya hanya diam. So, Taramitha Alvina marry me please” ucapnya sambil tersenyum tulus sambil memegang kotak berisi cincin didepanku. Aku menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Laki-laki ini benar-benar sesuatu. Aku akhirnya mengangguk pelan kearahnya.

Ardhan segera memasangkan cincin indah itu di jariku, dan yang aku heran ukurannya sangat pas dijariku. Bersamaan dengan Ardhan yang selesai memasang cincin air mataku kembali turun membasahi pipi.

“Hei kenapa kamu jadi menangis lagi?” tanyanya dengan khawatir.

“Karena aku terharu mas, nggak nyangka aja kamu sudah nyiapin segalanya sampai sejauh ini”jawabku sekenanya masih sambil menahan air mata ini tidak lebih banyak lagi keluar.

“Cewek itu kenapa selalu meluapkan semua emosinya dengan tangis? Sedih dia nangis seneng juga dia nangis lagi” keluh Ardhan yang membuatkan tertawa pelan ya meskipun air mataku belum mau terhenti.

“Mas kapan beli cincin ini?”tanyaku akhirnya karena penasaran. Nggak lucu juga kan kalau ternyata ini cincin bukan seseorang.

“Setelah jaga kamu pagi tadi, sebelum pergi ke kantor saya memutuskan untuk membeli cincin untuk kamu dulu jaga-jaga kalau harus melamar kamu dadakan. Dan ternyata cincin ini benar-benar berguna” ucapnya santai.

“Tapi kenapa bisa pas banget dijari aku mas? Kamu beli sama siapa?"tanya ku masih kepo.

Feeling saja. Saya beli sendiri Mitha, tapi syukurlah kalau ternyata ukurannya pas dijari kamu. Nanti untuk cincin pernikahan kita beli berdua”ucap Ardhan sambil tersenyum, dan senyumnya menukar padaku. Aku hanya mengangguk semangat sambil tersenyum.

“Terima kasih”ucapku tulus kearah Ardhan.

“Buat apa? Saya yang seharusnya bilang terima kasih sama kamu karena sudah mau menerima lamaran saya”Aku menggeleng  kepalaku pelan kearah Ardhan.

“Mas tahu tidak?"

"Tidak...kamu kan belum bicara?" Aku langsung memukul dadanya pelan karena dia seenak nya saja menyela aku bicara. Ardhan hanya terkekeh pelan ketika aku memukulnya.

"Aku belum selesai bicara mas, jangan dipotong" Ucapku sebal.

"Oke..oke...saya akan mendengar kamu bicara sampai selesai" Ucap Ardhan sambil menghentikan kekehan nya dan menatapku serius.

"Mas Ardhan itu.....seperti malaikat penolong yang dikirim Tuhan untuk Aku.”mendengar kata-kata ku Ardhan kembali terkekeh pelan.

“Perumpamaan kamu terlalu tinggi Mitha. Saya itu manusia biasa yang masih melakukan dosa setiap hari” Ardhan tersenyum manis kearahku. Aih lama-lama aku  bisa diabetes kalau terus-terusan melihat Ardhan tersenyum manis begini.

“Sekarang sudah malam, kamu harus istirahat. Kasian si baby kalau mamanya begadang dan terlalu banyak menangis”Aku hanya mengangguk menuruti perintah Ardhan. Aku segera membaringkan tubuhku di tempat tidurku, Ardhan merapikan selimutku agar bisa membungkus sempurna tubuhku.

Good night” ucapnya lembut.

Good night mas” balas ku tak kalah lembut.

Setelah itu Ardhan meninggalkan ku menuju sofa bed yang ada diruangan ini. Beruntunglah aku dirawat diruang VIP yang memiliki fasilitas memanjakan untuk para pasien maupun keluarga pasien yang menunggui. Jadi aku tidak perlu khawatir kalau Ardhan akan merasa tidak nyaman selama menungguku di sini.

Aku masih melihatnya yang tidak langsung tidur melainkan membuka laptopnya. Mungkin dia sedang memeriksa pekerjaannya. Aku masih tersenyum sambil menatapnya, disaat kesibukannya tiada henti dia masih mau menjagaku malam ini. Menyadari itu hatiku menjadi menghangat. Lama-lama rasa kantuk menyeret ku ke alam mimpi. Namun sebelum benar-benar terlelap aku berdoa pada Tuhan semoga keputusanku kali ini tepat dengan menerima Ardhan sebagai calon suamiku dan ayah untuk baby ku kelak.

TBC

Terima kasih yang sudah membaca dan meninggalkan jejak di part kemarin,... 😘

Jangan lupa ramaikan part ini juga ya...

3 Juli 2020

GF Series 2 : PELABUHAN TERAKHIR (END) Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz