23. Taramitha Alvina

1.4K 249 34
                                    

Selamat Membaca
🍂🍂🍂

Aku menatap bayanganku di cermin, di sana terlihat seorang wanita yang senyumnya tidak pudar sama sekali sejak tadi. Aku merasa bahagia. Sangat bahagia dengan pernikahanku ini. Seharusnya aku berterima kasih pada Calief dan memberi nya hadiah karena sudah memilihkan malaikat tampan untuk menjadi suamiku.

"Sudah siap?" pertanyaan dari suara maskulin dibelakang ku membuatku menoleh ke asal suara.

"Sudah, baju mas sudah aku siapin di atas tempat tidur" jawabku sambil mengembangkan senyumku. Tidak ada jawaban dari laki-laki yang telah menjadi suamiku selama 6 bulan ini karena dia langsung menuju ranjang untuk memakai baju yang aku siapkan. Hari ini seperti biasa kalau memang ada waktu luang suamiku itu mengajakku menghabiskan waktu bersama. Ardhan memang sering mengajakku keluar untuk refreshing, katanya supaya otak kami segar untuk bekerja besuk.

Aku berjalan mendekat kearahnya ingin membantunya bersiap-siap, tapi urung ketika asisten rumah tangga ku bilang ada tamu. Sebenarnya aku sedikit bingung juga siapa yang bertamu di hari libur begini, karena aku merasa tidak memiliki janji temu dengan siapapun. Dan melihat wajah Ardhan yang juga tampak bingung, aku yakin bahwa dia juga tidak memiliki janji temu dengan siapapun.

Jujur aku memiliki ketakutan kalau yang datang adalah dia dari masa laluku. Tapi saat melihat suamiku masih ber siap-siap, aku memutuskan untuk menemui tamu itu terlebih dahulu. Dalam setiap langkahku aku berdoa semoga bukan dia yang datang bertamu. Karena jujur saja aku tidak siap bila harus bertemu lagi dengan dia.

Dan sepertinya do'akan masih didengarkan oleh Tuhan. Aku mengerutkan kening ketika melihat seorang laki-laki paruh baya yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Dari penampilannya sepertinya dia bukan orang biasa. Aku mencoba tersenyum ketika pandangan mata kami bertemu. Biar bagaimanapun dia adalah tamu, siapa tahu dia salah satu orang yang mau memakai jasa suamiku.

"Maaf pak, bapak siapa ya?" tanyaku langsung. Aku mencoba menggali ingatanku tentang orang yang berada di depanku tapi sepanjang ingatanku tidak ada memori tentang laki-laki didepan ku ini. Laki-laki di depanku mengangkat sudut bibirnya, lebih terlihat menyeringai dari pada tersenyum.

"Apa suami kamu tidak pernah bercerita tentang saya?" aku hanya menjawab pertanyaan itu dengan gelengan kepala. "Ck.... Dasar anak itu. Saya adalah keluarga Ardhan"

"Keluarga?"tanyaku bingung. Bukannya orang tua Ardhan sudah meninggal semua. Lalu laki-laki di depanku ini siapanya? Melihat dari umurnya yang sudah tua apa mungkin dia.....

"Saya adalah...."

"Untuk apa anda datang kesini?" pertanyaan dengan nada dingin itu menghentikan semua ucapan laki-laki tua di depanku. Aku menoleh ke asal suara dan menemukan suamiku dalam mode marah dengan rahang mengeras dan kedua tangan terkepal kuat di samping tubuhnya.

"Apa harus seperti itu sambutan yang kamu berikan pada kakek Rafa? Tidak adakah pelukan hangat untuk kakek?" mataku membola karena kaget. Kakek ucapku dalam hati. Laki-laki yang mengaku sebagai kakek suamiku ini masih berbicara dengan tenang. Sementara suamiku mendengus keras.

"Kakek? Tolong anda jangan membual disini" kata Ardhan dengan tatapan tajam den tawa sinis. "Mitha kamu masuk dulu, mas mau bicara dengan laki-laki ini sebentar" ucap Ardhan dengan suara yang dibuat lunak kearah ku. Sebagai seorang istri aku bisa apa selain patuh. Tapi ketika aku sampai di samping Ardhan, kakek tadi langsung menghentikan langkahku.

"Tunggu....bukannya akan lebih baik kalau istri kamu mendengar juga pembicaraan kita Rafa? Selain kangen dengan kamu, kakek juga ingin lebih mengenal cucu menantu kakek Rafa" ucapan bernada tenang itu ternyata sukses membuat emosi suamiku muncul ke permukaan.

GF Series 2 : PELABUHAN TERAKHIR (END) Where stories live. Discover now