6 - Agen?

60 16 7
                                    

Mata yang terpejam itu, perlahan merasakan sesuatu yang berbeda. Sistem kesadaran tubuhnya mulai bekerja saat ini. Ia merasa, tempat yang menjadi sandaran punggungnya itu bukan berbahan kasur busa di kamarnya. Terasa lain.

Kelopak matanya perlahan terbuka, menampilkan cahaya yang remang-remang, sehingga ia harus mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Ia mengernyit, saat ruangan yang ia tempati terlihat seperti laboratorium. Pintu besi, layar hologram, dan ... robot?

"A-apa yang sebenarnya terjadi?" Syauqiya memegang kepalanya yang terasa sakit, sembari meringis.

Bukan hanya itu, ia merasakan adanya selang oksigen yang berada di kedua lubang hidungnya. Dan, ada infusan juga yang menancap di salah satu tangannya.

"Ca-cahaya hijau itu?!" Saat kesadarannya sudah kembali sepenuhnya, dia ingat akan kejadian sebelum ia pingsan.

Sontak ia bangkit, mendudukkan tubuhnya di punggung ranjang. Napasnya mulai terlihat terengah-engah, matanya menyelidik curiga ke sekitar area ruangan yang ia singgahi. Ia khawatir jika keberadaannya di sini akan dicelakakan oleh mereka yang membawanya ke sini. Dia khawatir nasibnya akan sama seperti kedua orang tuanya.

"Syauqiya Nur sudah sadar." Salah satu robot dari dua robot yang menjaga di samping pintu mendekatkan sebuah talkie walkie ke bibirnya.

"Kalian siapa?!" teriak Syauqiya karena rasa panik yang mengisi hatinya.

Tidak ada yang menggubris pertanyaan Syauqiya sama sekali. Robot itu hanya diam menatap Syauqiya.

Heran, Syauqiya tak habis pikir, mengapa robot itu hanya diam saja? Seolah-olah ucapan Sauqiya tidak dimengerti oleh mereka. Ayolah, padahal Syauqiya berbicara menggunakan bahasa Indonesia seperti robot tadi, bukan bahasa alien!

"Jawab!"

Tetap saja, tidak ada yang menggubris.

Daripada geram sendiri di tempat ini. Ia memilih memencet cincinnya untuk mengabari orang lain.

"Eh, wait."

Ia tidak jadi memencet batu permata cincinnya saat melihat jam tangan dan pakaian biru yang dikenakannya. Kebetulan sekali, di sisi sebelah kirinya ada logam berwarna silver yang membuatnya bisa bercermin. Dia bisa melihat pakaian yang dikenakan sebelum pingsan, telah berubah.

Kerudung lebar yang berwarna biru, gamis berwarna biru, dan jubah yang berganti fungsi menjadi penghias gamis—kainnya teruntai di bagian perut sampai mata kaki. Lalu, ada jam tangan yang memiliki tulisan 'EM', handshock yang senada, dan sepatu terbang seperti yang Halim miliki.

"Hahh ...," Syauqiya kaget melihat sepatu terbang yang ia kenakan. Pasalnya, di bumi, sepatu terbang seperti itu tidak ramai di pasaran, karena harganya juga yang selangit. "Ini punya siapa? Masyaallah ... ini semodel sama yang Halim punya, cuma bedanya di warna."

Serta, jangan lupakan ada benda berbentuk hati, berwarna hijau, yang menempel di depan dada kirinya.

"Apa ini?" tanyanya sambil meraba benda tersebut.

Kemudian, ia lihat di tepi kain kerudung dekat mata ada benda merah berbentuk kotak. Ia tertarik memegangnya. Dan, saat ia pegang, benda itu berubah menjadi sebuah kacamata pengamat bersamaan dengan munculnya earphone dan microfon yang biasa dikenakan oleh super hero di tayangan televisi.

Ia tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi. Otaknya tidak bisa mencerna semua ini dengan baik. Ia jadi berhenti berkutik di sana. Memandang pantulan yang menampakkan sosok dirinya dengan mata yang merasa takjub, karena ia bak super hero versi syar'i.

"Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"

"Itu mungkin saja, because ... you great, and you are agen."

Suara itu membuat Syauqiya menoleh, tepatnya ke arah pintu. Bukan hanya satu orang yang datang, melainkan ada empat orang. Ada yang berpakaian sama dengannya, ada yang gamisnya berwarna hijau, dan ada juga yang abu. Lalu, satu orang lagi, dia laki-laki. Pakaian yang dikenakannya bak super hero yang muncul di televisi. Warna pakaiannya biru, tetapi birunya tampak sedikit lebih tua dan ada sebuah lencana di atas benda berbentuk hati yang berwarna biru.

"Agen?" Syauqiya mengulangi kata terakhir laki-laki berlencana itu.

"Ya, Syauqiya Nur. Kenalkan, saya Hadi Adli. Seorang koordinator Water Element atau Blue World."

"Aku sama sekali nggak ngerti. Ini sebenarnya apa? This is prank? Oh, apa ini games?"

Syauqiya tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan seorang pria bernama Hadi Adli itu. Agen? Mana mungkin! Ini bukan dunia film yang menayangkan dunia heroic dengan pahlawan-pahlawannya yang bersenjata luar biasa. Rasanya, Syauqiya ingin menertawakan semua ini secara terbahak-bahak.

"Ini kenyataannya Qiya, kamu adalah agen yang terpilih oleh green hearth untuk menjadi bagian dari Eroi Musulmani," sanggah seorang perempuan yang bergamis abu.

"Agen, Green heart, Eroi Musulmani, terus apa lagi? Rasanya hatiku tergelitik," balas Syauqiya diakhiri kekehan kecil.

"Kak Hadi, gimana ini?" tanya seorang perempuan bergamis hijau.

"Agak keras kepala agen baru ini. Bagaimana dia bisa menerima kenyataan ini, Kak?" tambah seorang perempuan bergamis biru.

"Dia tidak akan percaya sebelum ... melihat dia," balas Hadi sambil menunjuk ke pintu.

Setelah ditunjuk oleh Hadi, pintu itu perlahan terbuka. Seorang pria, berpakaian abu tengah berdiri memunggungi pintu. Dia mengepalkan tangannya yang dibaluti sebuah sarung tangan hitam-abu.

"Siapa dia?" gumam Syauqiya.

Tubuh pria itu berputar 180 derajat, sehingga tampaklah sosok pria yang dikatakan akan meyakinkan Syauqiya mengenai kenyataan yang dikatakan keempat orang itu. Mata Syauqiya sampai terbelalak saat melihat wajah yang sudah tak asing lagi di pandangannya.

"Halim?!"

***

Eroi Musulmani [Revisi Version]Where stories live. Discover now