19 - Teman

45 8 3
                                    

Badannya terasa lemas dan lemah. Ujian kedua ini benar-benar menguras tenaganya, hingga ia tak sadarkan diri. Hampir-hampir tidak bisa merasakan tulang dan persedian yang berada kokoh di dalam raganya, karena energi yang terkuras.

Agen apa aku ini? Tanyanya dalam hati. Ia merasa tidak sepadan dengan agen-agen yang menjabat di markas ini, mereka hebat-hebat, kuat, tangguh, ditambah hati mereka juga mulia luar biasa. Membandingkan diri dengan mereka semua, tentunya berbeda level yang sangat jauh sekali. Ia jadi berpikir perihal kelulusannya. Ia memang berhasil mengalahkan robot hiu durjana itu. Akan tetapi, jika ujungnya ia terkapar lemah di atas kasur empuk ruang rawat apakah kelulusannya bisa ia raih? Apa jangan-jangan ia harus mengulangnya dan mengorbankan jiwa-raganya kembali untuk menjalani test demi test fisik di ujian kedua itu?

Membayangkannya saja cukup mengecewakan dan membebani pikiran. Apalagi, kalau sampai coach Hadi mengumumkannya gagal ujian, mungkin berhari-hari pingsan. Na'udzubillah!

"Uqi kali ini berbeda."

Suara Haziq membuat Syauqiya melenguh dan perlahan bangkit dari posisinya yang semula berbaring. Ia sedikit heran dengan yang dimaksud 'kali ini', apakah di masa lalu ia pernah menjadi sesuatu yang hebat? Ataukah yang dimaksud 'kali ini' itu adalah ujian kedua?

"Dulu, ia cekatan, kuat fisik, dan tidak pernah pingsan seperti ini," sahut Hadi.

"Hah?" Syauqiya memegangi kepalanya yang terasa menusuk.

Riqqah berkata. , "Ini pasti karena ...".

Syauqiya berencana untuk menghampiri mereka yang tengah menatap monitor hologram dan memunggungi keberadaannya. Ia menurunkan kakinya dari atas ranjang. Menarik tiang penyangga infusan agar cairan yang menjadi perantara sampainya energi dari Sang Ilahi tetap mengalir ke peredaran darahnya. Perlahan ia mulai melangkah sembari berpegang pada tiang tersebut.

"Kejadian besar itu," sela Haziq sambil memegang pundak Riqqah.

"Aah!" Syauqiya mendesah kasar saat tangannya, kakinya dan tubuhnya yang lemah itu tidak mampu membuatnya tegak dan berjalan lebih lama. Ia terjatuh setelah berjalan tiga langkah.

Spontan, tiga orang yang tengah berbincang serius itu menghampiri Syauqiya dengan segera, setelah saling bertukar tatapan kaget. Riqqah yang memiliki hak menyentuh kulit Syauqiya, lekas membawa gadis itu merebahkan badannya di atas ranjang kembali. Sekalian membenahi tata letak infusan ke tempatnya semula.

"Ka-kamu kenapa turun dari kasur? Badan kamu masih lemas, Uqi," omel Riqqah dengan nada lembutnya, walaupun sedikit tergagap.

"Aku penasaran ... apa yang kalian bicarakan," balas Syauqiya dengan nada suaranya yang lemah. Diikuti matanya yang menyiratkan sebuah rasa penasaran yang pastinya berasal dari hatinya yang terdalam.

Riqqah melirik Haziq dan Hadi secara bergantian. Ia tidak tahu-menahu harus menjawab apa pada gadis polos ini. Haziq langsung memberi isyarat bahwa ia yang akan menjawab pertanyaan dari Syauqiya.

"Maksud kami, fisik kamu itu jauh berbeda sebelum ujian ini. Tepatnya, sebelum level di mana kamu melawan Robot Hiu yang merupakan kejadian besar bagi setiap agen yang akan melaksanakan ujian tersebut."

"Jadi ... intinya aku," Syauqiya sedikit ragu menanyakan pertanyaan yang sejak awal ia sadar, begitu membeban di hati, "lulus?"

Mereka bertiga langsung menebarkan senyuman manis ke arah gadis yang telah menjalankan sebuah peribahasa, berjuang sampai titik darah penghabisan. Senyuman pertanda kebanggaan.

"Silakan, Kakak mentornya," suruh Riqqah.

Hadi tersenyum sembari berposisi tegak. "Alhamdulillah, atas perjuanganmu yang pantang mundur, dan melakukan usaha maksimal. Kamu ... lulus Syauqiya Nur. Untuk e-sertif sudah saya kirimkan ke surel kamu."

"Alhamdulillah." Mata Syauqiya terlihat berbinar-binar diiringi senyum yang mekar seperti bunga.

...

"Uqiii!" Riuh suara para agen perempuan dari bagian air, hewan dan daun—kecuali Eliza—seketika menghangatkan suasana yang semula sepi. Mereka langsung berdiri di sebelah Syauqiya. Anum dan Syafiqah di sisi kanan, lalu Annisa dan Fairuz di sisi kiri.

Mereka begitu perhatian kepada Syauqiya. Mereka menanyai keadaannya, tak lupa menanyai hasil ujiannya, dan juga menyarankan istirahat serta minum obat yang cukup agar dirinya lekas pulih. Beruntung sekali Syauqiya memiliki mereka berempat yang baik hati dan tidak jutek seperti Eliza.

Ya ... walaupun beberapa minggu ke belakang mereka sempat menjadi bagian dari acara rumpi di tempat santai para agen. Syauqiya sudah memaafkan kesalahan mereka. Yang penting, mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi.

"Makasih banyak lho semuanya," ucap Syauqiya dibubuhi senyumnya yang selalu manis seperti gula jawa.

"Ah, bukan masalah. Kita nih sama-sama agen. Jadi, ini wajar dong dilakukan," balas Syafiqah yang selama Syauqiya kenal, dia lebih dewasa dan pengertian daripada yang lain.

"Benar, Sya," komentar Annisa.

"Fai, mana sesuatu itu?" tanya Anum dengan suara agak pelan, tapi mampu terdengar oleh telinga Syauqiya.

Fairuz tersenyum santai. Kemudian, ia mengeluarkan sesuatu dari balik saku bajunya.

Rupanya, ia membawakan ramuan alami yang sudah diracik untuk Syauqiya yang terbaring lemah. "Ini syifa (obat). Insyaallah manjur."

"Masyaallah. Syukron."

"Langsung minum aja, Qi. Ini aku udah bawa air mineralnya," perintah Anum.

"Iya, baiklah."

***

Eroi Musulmani [Revisi Version]Where stories live. Discover now