14 - Batuk

41 10 4
                                    

Syauqiya bernapas lega. "Alhamdulillah gak jadi sekarang penyambutannya, aku malu banget, belum siap ketemu orang-orang."

"Dasar, Overthinking!"

"Ih kamu it—"

"Udah udah, jangan ngomel. Gue mau keluar, gak baik lama-lama berdua," potong Halim yang kemudian berlalu.

"Ih, ngeselin!" gerutu Syauqiya yang kemudian menyusul keluar.

...

Kala itu ....

Seorang pria terus-terusan mencari seseorang yang sedang ditujunya. Dari data internet yang menunjukkan data diri keluarga Khalil, putrinyalah yang satu-satunya masih hidup. Namun, sayangnya wajah perempuan itu sulit untuk ia temui. Bahkan, akun sosmednya pun belum bisa ia dapatkan, mungkin username-nya memakai nickname atau nama samaran.

Mencari ke laman sekolahnya, tidak ada foto perorangan yang menyertakan nama siswa tersebut. Kebanyakan foto bersama dengan gaya formal, dengan seluruh siswanya. Jika pun ada yang menjadi model sekolah, namanya tidak tersematkan dipostingan.

"Axel, sudah saya cari berkali-kali, hasilnya selalu nihil," keluh Wira yang sejak tadi mengotak-ngatik laptop Axel, setelah sebelumnya Axel jenuh mengulik data yang hasilnya selalu nihil.

"Si*l!" Axel menggebrak meja kerjanya. "Liat saja, ketika saya bertemu dia nanti, saya tidak akan langsung menyergapnya. Akan ada permainan, yang seolah-olah pertemuan saya dan dia nanti adalah sebuah kealamian."

Wira tersenyum mendengar rencana Axel. Ia tidak meragukan kehebatan pria tampan itu. Sudah banyak gadis yang ia terbangkan dan hempaskan begitu saja. Jadi, untuk melukai anak dari Prof. Khalil pun pasti akan berhasil. Wira yakin.

"Kita harus mencari tahu soal dia, bukan hanya dari internet, Wira. Dan ... kita harus menyusun semua rencana dengan sempurna." Axel pun tersenyum miring.

Saat ini ....

Seorang pria yang dapat ditebak bahwa dia merupakan blasteran lokal dan luar, tengah berada di dalam mobil terbangnya yang saat ini meninggalkan pekarangan rumah megah yang mempunyai banyak pelayan robot. Bak pabrik robot saja rumahnya itu. Tidak heran, sebab dari kakek, ayah, kerabatnya dan saudaranya bekerja sebagai pencipta robot. Robot-robot yang keren.

Bahkan, mereka sedang dalam proyek pembuatan robot canggih saat ini, robot yang sebentar lagi akan berhasil, dan sangat dinanti-nanti oleh keluarga Zen. Ah, ia tak sabar menyaksikan alat itu berhasil.

Oh ya, ia akan menemui seseorang hari ini.

Setelah mempersiapkan rencananya dengan matang, ia pun akhirnya akan menemuinya secara langsung. Bersiap untuk membuat huru-hara dalam kehidupan seseorang yang diincarnya.

"Gadis manis itu, harus bisa menjadi alat pemancing para agen Eroi Musulmani."

Jika mungkin ada pertanyaan, mengapa keturunan Axello Zen bisa mengetahui adanya kelompok EM. Maka, jawabannya adalah masa lalu juga.

Saat itu, Amar yang menjadi agen mentor hijau, merupakan pencipta robot di perusahaan Tecno Zen (TZ), milik Axello Zen. Tindakannya itu adalah sebuah bagian dari gerakan mata-mata. Ia sengaja menjadi musuh dalam selimut TZ untuk memastikan keamanan para warga di Prosper.

Awalnya, semua berjalan lancar dan damai. Namun, suatu ketika, Zenita—anak bungsu Zen—menemukan sesuatu yang ganjil dari gerak-gerik Amar. Pria itu seringkali izin, terlebih pada saat-saat penting. Itu bukan yang paling menonjol, karena itu bisa disebut alasan lumrah para pekerja yang ingin melarikan diri dari tanggung jawab sebagai pegawai.

Eroi Musulmani [Revisi Version]Where stories live. Discover now