24 - Skors

34 7 2
                                    

Suasana tegang di aula tertutup markas Eroi Musulmani benar-benar menyelimuti perasaan Eliza. Ia mengeratkan pegangan tangannya yang sedang sikap istirahat. Keringatnya bercucuran dari wajahnya, padahal di ruangan tersebut suhunya sejuk, terdapat penyejuk ruangan.

Jantungya pun berdegup kencang karena merasakan khawatir yang begitu menyeruak. Tidak dapat disangkal, kalau para agen murka pada kelakuannya. Semua agen memasang wajah yang tidak bersahabat.

Eliza berada di tengah-tengah sendirian. Sedangkan, para mentor, Sulthan, dan agen keamanan berada di podium. Lalu, agen-agen lainnya, yaitu teman sejawatnya, berada di sisi kanan—untuk perempuan—dan di sisi kiri—untuk laki-laki.

Jujur saja, berada di posisi tersebut, membuatnya ingin segera lari dan meninggalkan organisasi itu untuk selama-lamanya. Mengubur dalam-dalam ingatannya mengenai EM, agen hijau, teknologi dan semacamnya, lalu menetap di kampung analog untuk selamanya.

Namun, apalah daya? Di zaman teknologi canggih seperti ini, ia akan mudah tertangkap dan bisa-bisa dipenjara bersama dengan para pengkhianat di sel EM. Citranya akan semakin hancur jika ia memilih 'tuk lari dari masalah.

"Eliza, apakah kamu merasakan penyesalan?"

Dalam beberapa detik, Eliza hanya membisu dan terlihat merenungkan sesuatu. Akan tetapi, setelah Dzuhairi—mentor agen hijau—yang akrab disapa Kak Ri itu menggertak, Eliza pun membuka suara, "Tidak."

"Wah, cari mati dia," ujar Haidar sambil melirik Gibran, Akmal, Anas dan Halim.

"Ih kesel banget sama Eliza," gerutu Anum. Hal itu, membuat Syafiqah mengelus bahu Anum agar ia bisa bersabar.

"Aku ingin Uqi mengetahui kebenaran. Aku ingin jujur padanya, aku tidak mau membohongi dia. Aku ingin dia tahu kalau dia itu pembunuh, pengkhianat, dan bermuka dua," lanjut Eliza.

Halim terbakar emosi saat Eliza mulai menghina sahabatnya kembali. "Jaga ucapanmu, Eliza! Bukankah kemarin aku sudah—"

"Cukup, Lim. Kemarin itu hanyalah bualanmu untuk membela Syauqiya."

"Eliza, lo itu bener-bener-!"

"Sudah, hentikan!" lerai Sulthan. "Kita ini siapa? Eroi Musulmani, kan? Jadi, saya mohon, kalian jaga kerukunan kita. Jangan sampai judulnya pahlawan muslim, tapi isinya pergaduhan semua!"

Para agen menunduk mendengar nasihat Sulthan yang penuh dengan penekanan.

"Organisasi ini dibentuk untuk menyampaikan pesan perdamaian. Selain membantu orang lain dalam finansial, kita juga membantu memberikan ilmu lewat dunia maya dan nyata. Kita juga membantu memberantas kejahatan. Kalau di dalam agennya sendiri sudah bermasalah seperti ini, bagaimana bisa kita menjaga organisasi ini tetap utuh dan hangat?"

Semua orang terdiam, menyesali apa yang telah terjadi.

Sulthan pun menghela napasnya. "Baiklah, sekarang saya akan memutuskan, Eliza mendapat hukuman berupa skors selama satu bulan. Green Hearthnya tidak akan berfungsi selama satu bulan lamanya."

Eliza dapat bernapas lega mendapatkan hukuman berupa skors selama satu bulan.

Sekarang sudah lima hari ia menjalani hukumannya itu. Ia merasa damai bisa menjalani hari-hari yang dialami oleh manusia biasa—bukan agen—seperti yang lainnya. Tidak ada tugas-tugas berat. Dan, yang utama, ia lega tidak bertemu dengan Syauqiya di markas EM lagi. Setidaknya, hatinya yang kalut akan kepergian Yumna bertahun-tahun yang lalu bisa terobati.

"Malang sekali kamu, Qi. Tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi."

...

Apa yang sebenarnya terjadi? Sepertinya ... aku harus menanyakan sesuatu pada agen-agen EM. Sudah lama juga aku tidak ke sana, aku kunjungi mereka setelah pulang ngopi dengan Pak Atha deh. batin Syauqiya.

Hubungan Atha dengan Syauqiya sekarang ini, sudah tidak sekaku dulu. Semenjak Syauqiya mendapat penanganan dari Atha, mereka berdua jadi terlihat akrab. Bahkan, mereka berdua mulai suka berbagi cerita satu sama lain.

Pun, Atha sudah tak merasa ragu lagi mengajak Syauqiya untuk pergi ke cafe. Begitu pun dengan Syauqiya, ia sudah tak segan menerima ajakan Atha, apalagi setelah ia tahu kalau Atha memiliki adik yang sudah meninggal. Syauqiya ingin memberikan kebahagiaan pada pria yang umurnya lebih tua empat tahun itu.

"Lo seriusan, Qi? Mau pergi ngopi bareng Pak Atha?" tanya Halim yang menyusul langkah Syauqiya setelah kelas berakhir.

"Iya. Udah, lo jangan curiga gitu, gue kan udah jelasin semuanya."

"Kalau gitu gue ikut," tutur Halim dengan yakin dan pasti.

Syauqiya sedikit melongo mendengar apa yang dikatakan Halim. Ia merasa, Halim terkesan protektif kepadanya.

Akan tetapi, sikap Halim yang seperti itu membuat Syauqiya juga merasa, hal tersebut pernah ia alami sebelumnya, tapi ia tidak ingat kapan hal itu terjadi, karena selama ini ia tidak sering berinteraksi—apalagi dengan intens—bersama laki-laki selain Halim.

"Gue juga mau ikut dong," sambar seseorang yang sudah mereka kenali.

"Kamu juga, Ani?" tanya Syauqiya kepada Triani yang datang dari arah depannya.

"Yes, of course."

Walhasil, Syauqiya pun tidak berduaan dengan Atha di cafe. Di meja yang terletak di ujung mini garden mereka pun duduk bersama dan menyantap segelas minumannya masing-masing.

Setelah mendengar bahwa Halim dan Triani ingin ikut bersamanya untuk pergi ke cafe, Syauqiya pun berpikir sejenak. Awalnya ia tidak enak, mungkin Atha akan merasa tidak nyaman, jika ia membawa teman-temannya, tapi jika dipikir lagi, daripada berduaan, lebih baik ngumpul rame-rame, apalagi setelah ia ingat lagi, kalau Atha bukan orang yang sulit bergaul juga.

Lekas ia mengabari Atha lewat pesan, kalau kedua sahabatnya akan ikut bersama.

Benar dugaannya, Atha merasa senang dengan hal itu, dan tidak terganggu.

"Pak Atha, tinggal di apartemen sendiri?" tanya Halim yang sejak tadi terlihat akrab dengan Atha, tidak sedingin waktu itu.

"Iya, namanya juga saya merantau, Lim."

"Ada rencana hidup berdua gak, Pak?" Bahkan Halim tak segan mengarahkan obrolan tentang status Atha yang single.

"Hahaha ... kamu ini bisa aja, ya tentu ada dong, cuma belum nemu yang pas."

"Syauqiya boleh tuh, Pak," celetuk Triani.

"Kamu ini!" ucap Syauqiya sambil menepuk lengan Triani.

Mereka semua pun tertawa renyah melihat ekspresi Syauqiya yang selalu lucu ketika kesal.

***                 

Eroi Musulmani [Revisi Version]Место, где живут истории. Откройте их для себя