13 - Malu!

43 11 14
                                    

Gep!

Syauqiya terperenjat ketika ada yang memegangi pundaknya secara tiba-tiba, dengan refleks, ia pun segera memencet batu pertama cincin (gawai)nya, karena file yang ia baca sejak tadi adalah file rahasia EM. Itu adalah data rahasia. Tidak boleh sembarangan orang mengetahuinya.

"Astagfirullah! Triani ihh ...," kesal Syauqiya dengan suara pelan.

Triani mendekatkan mulutnya ke telinga Syauqiya, "HAHA!" ia pun beralih posisi, duduk di kursi yang terletak di samping Syauqiya. "Kaget banget lo. Serius banget ya bacanya, baca apaan? Apa baca pesan dari Halim, ya?"

Syauqiya menghela napas berat, lalu ia tampakkan senyumannya yang terlihat terpaksa. Bosan dijodoh-jodohkan dengan Halim terus. "Apaan sih, Ani?"

Triani geleng-geleng sembari tersenyum lebar melihat ekspresi Syauqiya yang terlihat kesal. Ya, bukan hanya Halim yang berpendapat kalau wajah Syauqiya ketika marah itu lucu, Triani pun berpendapat begitu, dan beberapa teman lainnya juga berpendapat seperti itu. Syauqiya kalau kesal ... lucu.

"Di luar yuk ah, biar bisa bebas ngobrolnya."

Syauqiya mengangguk. Lantas mereka berdua pun pergi keluar ruangan perpustakaan bersama.

Perpustakaan di zaman ini, memang penggunaannya lebih ke media digital. Jadi, sebagai contoh, untuk perpustakaan ini, semua mahasiswa dan mahasiswi di kampus harus mengunduh aplikasi perpustakaan kampus, yang di mana aplikasi tersebut hanya akan berfungsi (dibaca) ketika berada di lingkup perpustakaan. Jika ingin membaca di rumah, maka harus melakukan peminjaman dan disetujui petugas perpustakaannya—dengan cara mendapat scan sidik jari petugas perpustakaannya.

Bukan berarti ruang perpustakaan hanya berisi meja dan kursi, atau tempat baca lesehan saja. Di sana juga masih ada buku-buku cetakan lama yang masih terpajang di rak-rak buku. Namun tentunya, peminat buku cetak tidak seramai buku digital.

Baru saja mereka berjalan keluar dari perpustakaan, mereka tak sengaja berpapasan dengan Atha.

Triani yang mengetahui ada sesuatu langsung tersenyum penuh arti.

"Syauqiya baru dari perpus?"

"Iya," balas Syauqiya singkat, "Em ... saya sama teman saya permisi ya, Pak. Mau pergi ke kantin."

"Baik, silakan," balas Atha sembari berjalan ke pinggir, agar langkah Syauqiya tidak terhalangi olehnya.

Setelah agak jauh, Triani yang sejak tadi menahan tawa, sekarang mengeluarkan tawanya dengan leluasa. Ia terlihat puas sekali, sampai-sampai sakit perut. "Hahahaha ... aduh, gue sakit perut ketawa mulu. Hahaha ...."

Syauqiya menatap Triani jengah. "Udah ah! Gak ada yang lucu tahu!"

"Bener, ya. Kata Halim Azka, kalau Pak Atha Megantara ada hati sama Sya—"

Syauqiya lekas menutup mulut Triani. Bagaimana tidak? Suara Triani itu begitu menggelegar, jangankan semut, elang yang terbang tinggi di atas saja mampu mendengar suaranya. Jelas, Syauqiya tidak mau kabar itu menyebar ke seantero kampusnya. Ia tidak suka menjadi viral karena gosip tidak jelas itu.

"Ani ...!" Syauqiya berbicara dengan kesal, tapi tidak sampai meledak-ledak. Setiap Syauqiya marah, pasti akan selalu terlihat kalau kekesalannya itu diiringi usaha untuk menyabarkan dirinya agar tidak sampai marah berlebihan. "Jangan gitu dong ah."

Setelah Syauqiya tak lagi menutup mulutnya, Triani pun berucap, "Maaf, Rindu. Saking bahagianya gue sampe lupa tempat."

"Hmmm, It's Ok. Tapi, jangan gitu ah Ani. Barang kali cuma spekulasinya Halim aja. Belum tentu Pak Atha suka sama aku. Kalau soal ramah, mungkin emang dasarnya dia ramah ke semua orang," terang Syauqiya panjang lebar.

Eroi Musulmani [Revisi Version]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora