18 - Mimpi Buruk

41 8 0
                                    

Keamanan sebuah rumah telah diretas oleh sekelompok orang yang baru saja turun dari helikopter pribadinya. Ada enam bodyguard berkemeja putih dengan jas hitam dan dasi hitamnya, serta celana yang selaras. Dilengkapi dengan kacamata hitam dan seringai di wajahnya, berbaris rapi—dua banjar—di belakang pimpinan mereka.

Senjata-senjata canggih dikerahkannya pula. Pistol dengan sistem yang dapat mengunci sasaran, tangan robot yang memiliki daya serta kekuatan dahsyat, sepatu terbang, dan kacamata pengamat.

Kamera-kamera mini pun ikut melengkapi aksi mereka saat ini. Yang ketika sasaran ditemukan, kamera tersebut akan memberikan tandanya pada kacamata yang dikenakan mereka.

Mereka semua berekspresi angkuh. Seakan-akan kemenangan nyata di depan mata.

Mereka mantap memercayai, bahwa tindakan mereka kali ini tidak akan salah. Tidak akan meleset. Mereka pasti akan meringkus sasaran, sehingga sasaran itu bertekuk lutut tak berdaya menghadapinya. Dan, yang paling penting dari semua ini adalah ... mengetahui letak sekelompok orang Eroi Musulmani berada.

Mereka lekas memasuki rumah yang dihuni satu jiwa itu. Dengan langkah tak berbunyi mereka menapaki lantai dengan pasti. Kamera-kamera lebih dulu mencari si penghuni, agar lebih cepat beraksi. Setelah sinyal didapati, mereka pun mulai mendatangi. Ditemukan sasaran tengah berkomunikasi, dengan rekan satu organisasi, Eroi Musulmani.

Mereka mengepung sasaran. Keenam antek berdiri membentuk lingkaran. Sedangkan pemimpinnya, berdiri di hadapan sasaran.

Sasaran mulai merasakan keanehan di ruangannya. Ia merasakan kehadiran banyak orang yang akan mengancam nyawanya. Bahkan, ia merasa mereka semua mengarahkan pistol ke arahnya. Instingnya yakin, ini sebuah bahaya yang mengepung. Tidak ada guna terus merenung.

Ia harus segera bertindak!

Lekas ia mendongak. Ditatapnya seorang pria yang tersenyum miring. Manik matanya kian membesar dan menajam tatkala pria di hadapannya membuka kacamata yang dikenakannya.

Musuhnya, musuh EM berada di sini!

"Axel!"

"Yes, Syauqiya."

Syauqiya lantas berdiri sembari menunjukkan amarah yang membara di dalam dirinya. Matanya tajam, bak tusukan pedang. Wajahnya memerah, menekankan pada lawannya agar mereka tidak berlaku gegabah kepada dirinya. Tangan kirinya terkepal. Kemudian, tangan kanannya merogoh saku baju, mengambil Green Hearth.

Saat Syauqiya hendak memasangkan benda itu di depan dada kirinya, sebuah tembakan membuat benda itu jatuh ke lantai. Dan ironisnya, hearth sampai hancur berkeping-keping di lantai. "Hah!" Spontan ia terkaget.

"Haha ... Anda tidak akan bisa melakukan apa-apa Nona."

"Kamu mau membunuh saya seperti kamu membunuh ayah dan ibu saya?!"

"Inginnya begitu." Axel merasa senang melihat amarah Syauqiya semakin membara. "Tapi ... Anda itu berharga. Informasi tentang organisasi yang dibuat Zain Al-Barkah itu akan keluar dari mulut Anda! Pasti!"

"Impossible, Axel! Sampai kapan pun saya akan tetap membungkam mulut. Saya akan tetap setia untuk menjaga rahasia EM."

"No. Anda pasti akan buka suara. Setelah apa yang akan saya lakukan."

"Maksud Anda?!"

Dusshh!

Kilatan cahaya dari lubang pistol canggih melesat tepat mengenai lengan kanan Syauqiya. Sasaran sampai mencium lantai akibat dorongan yang kuat dari pistol itu. Ditambah lagi, ada luka bakar yang memberikan sensasi sakit yang cukup menerjang. Ia jadi meringis kesakitan. Pria tersebut ternyata sangat nekat menyakiti seorang perempuan!

"Katakan!" Axel menodongkan pistol ke dahi Syauqiya.

"Tidak!"

"Cepat katakan!"

"Tidak akan pernah, pengecut!"

"Kurang ajar!" Saat Axel akan melayangkan tangannya untuk menampar Syauqiya, ada kekuatan yang membuatnya terjatuh ke lantai. Dorongan itu datang dari arah depannya.

"K-k-kau?" Axel tergugup saat menemukan keberadaan gadis kecil yang telah lama tidak ia jumpa. Nyalinya mendadak berkurang ketika melihat anak itu berada di sini, setelah sekian lama hilang tanpa kabar sedikit pun.

"Kenapa Kakak tega seperti ini, hah?! Kakak jahat! Kakak mengkhianati janji!"

"B-bukan seperti itu--"

"Hentikan! Aku kecewa sama Kakak!!"

Tubuh Axel terperenjat. Matanya yang semula terpejam, kini terbuka. Efek kaget dari bunga tidurnya, memasuki alam realita. Jantungnya berdebaran ketika otaknya berulang kali mengingat mimpi yang baru saja dialami.

Axel mendudukkan dirinya di punggung ranjang. Ia usap wajahnya yang dipenuhi keringat. Kemudian, tangannya lanjut mengacak rambut diiringi desahan kasar.

Misi yang dibebankan dari keluarga kepadanya, membuatnya jadi tidak enak hati. Kenangan masa lalunya bersama anak kelas lima SD yang manis dan pintar di atas rata-rata itu terus saja mengusiknya. Kejadian-kejadian yang dialaminya bersama teman masa kecilnya yang rahasia itu membuatnya sangat dilema.

Apalagi, perihal janjinya pada gadis itu.

"Aku ingin ketika kita sudah besar nanti, Kakak jadi orang yang saleh. Kakak mau janji gak soal itu? Aku gak mau, ya, kalau Kakak besarnya jadi penjahat."

"Aku janji, Adek Manje*. Percaya aja sama aku, okay?"

(*Manje: singkatan dari Manis dan Jenius).

Kemudian, ada janji lainnya pula, janjinya pada suatu hal lain yang paling rahasia. Hal yang menjadi alasan terbesarnya tidak pernah mengenalkan gadis itu kepada keluarganya. Menjadi alasannya, untuk menjadikan gadis itu sebagai teman rahasia yang sangat berarti. Bahkan, yang mengetahui pertemanan mereka hanya ada tiga orang saja, dirinya, gadis itu, dan satu pria kecil yang bersikap dingin kepadanya.

Janji yang paling penting itu, ialah ketika dia menemukan, bahwa gadis itu merupakan orang yang dilarang keras keluarganya untuk memiliki hubungan pertemanan dengannya. "Adek Manje, kamu ... agen Eroi Musulmani?!"

"Sstts ... Kak, aku mohon," gadis itu memelas, "Tolong, berjanjilah untukku, kalau Kakak tidak akan pernah membuka rahasia ini kepada siapa pun."

Axel yang tidak mau kehilangan teman berharganya itu lantas membalas, "Baik. Aku janji akan selalu menjaga rahasiamu itu."

Ia menatap jendela. Merenungi janji-janji itu. "Sekarang kamu di mana, Uqi, Adik Manjeku? Andai saja kamu tidak hilang tanpa kabar di hari ulang tahunmu yang ke sepuluh, aku pasti akan melakukan apa pun demi dirimu. Dan, menepati janji-janji itu."

***

Eroi Musulmani [Revisi Version]Where stories live. Discover now