10 : Kekejaman Seorang Ibu

248 34 9
                                    

Sore ini hujan mengguyur ibu kota dengan cukup deras, ditambah pula suara kilat serta gemuruh membuat suasana serasa lebih mencekram, tak hanya itu, listrik yang listrik tengah padam membuat cahaya kilat petir terlihat lebih jelas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sore ini hujan mengguyur ibu kota dengan cukup deras, ditambah pula suara kilat serta gemuruh membuat suasana serasa lebih mencekram, tak hanya itu, listrik yang listrik tengah padam membuat cahaya kilat petir terlihat lebih jelas.

Hal itu membuat siswa-siswi yang ingin pulang ke rumahnya menjadi tertunda. Walaupun ada beberapa siswa yang nekat menerobos hujan, beberapa murid lainnya masih setia duduk di dalam kelas.

Calin sedang melamun, menatap derasnya hujan. Sedangkan Febi, gadis kunci kuda itu memejamkan matanya sambil mendengarkan musik menggunakan earphone.

Berbeda dengan Rangga dan Lia, mereka berdua sedang bermain SOS di buku milik Vano, tanpa sepengetahuan pemiliknya mereka berdua mencorat-coret bagian belakang buku Vano.

Sudah lebih dari setengah jam mereka menunggu, namun tak ada tanda-tanda hujan akan reda.

••|••|••

Hingga akhirnya, Calin dan Vano nekat menerobos hujan dari kelas hingga ke parkiran sekolah, hal itu membuat baju keduanya sedikit basah. Untungnya hari ini Vano membawa mobil ke sekolah, karena sedari pagi cuaca memang mendung. Dan Febi lah yang menyuruh agar Vano mengantarkan Calin pulang.

Calin berulang kali menggosokkan kedua telapak tangannya. Hal tersebut tak luput dari pandangan Vano.

"Lo kedinginan ya?" tanya Vano yang sedari tadi memperhatikan aksi Calin.

Calin menggelengkan kepalanya. Tak lama dari itu setelah itu sebuah jaket bertengker dibahunya.

Calin menengok kearah Vano yang terfokus pada jalanan didepannya.

"Udah, lo pakai aja jaket gue," ujar Vano sebelum Calin bertanya kepadanya.

Suasana di dalam mobil cukup hening. Tidak ada pembicaraan diantara keduanya. Calin sepanjang jalan hanya melihat ke arah jendela dengan perasaan yang tak karuan, sedangkan Vano masih fokus mengendarai mobil.

"Stop, Van!" pinta Calin spontan saat mereka baru akan memasuki gang rumah Calin.

Sontak Vano mengincak rem mendadak hingga badan keduanya sedikit terlempar ke depan.

"Gila lo! Mau ngajak gue mati?" ucap Vano sedikit syok.

"Maaf," lirih Calin.

"Aku turun disini aja," pinta Calin.

"Gak, gue anter lo sampai depan rumah, lagian masih hujan juga," cegah Vano.

"Gausah," tolak Calin keras.

"Lo takut dimarahin karena pulang telat? Udah tenang aja, nanti gue bilang sama orangtua lo."

"Bukan git-"

Empety •END• Where stories live. Discover now