21 : Panggilan

198 21 3
                                    

"Gimana rasanya?" tanya Vano, kini mereka sedang berada di sebuah apotek spesialis mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana rasanya?" tanya Vano, kini mereka sedang berada di sebuah apotek spesialis mata.

Karena Vano terus memaksa Calin untuk menggunakan soflent, akhirnya Calin mengalah. Mau tak mau ia harus mengikuti saja, ini juga demi kebaikannya.

"Gak enak, kayak ada yang ganjal gitu," jawab Calin.

"Ntar lo juga terbiasa."

Flashback on

"Tadi Ibu gak sengaja liat CCTV. ada pembullyan d toilet. Dan itu termasuk kekerasan."

"Gak perlu panjang lebar, Ibu minta besok orangtua kamu datang menemui ibu!" pinta Ibu Mila, ditangannya sudah ada surat panggilan orangtua yang akan diberikannya pada Zila.

"Gak, Bu!" elak Zila.

"Ini sudah kelewatan," tegas Bu Mila.

Zila hanya diam menunduk, tangannya terkepal kuat meremas roknya.

"Gak usah, Bu. Jangan panggil ortunya Zila, aku gak kenapa-kenapa," ucap Calin.

"Kalau begini terus, Ibu yakin. Zila pasti makin ngelunjak nantinya!" Bu Mila menatap Zila.

"Iya, Bu. Saya setuju dengan pendapat Ibu!" tambah Vano. Ia tak terima ada seorangpun yang berani menyentuh Calin.

Flashback Off

••|••|••

Sudah pukul sembilan malam, dengan rasa yang campur aduk Zila menemui Rani.

"Mah," lirih Zila saat membuka pintu kamar Rani.

"Iya, Sayang?" respon Rani, menghampiri Zila dan membawanya duduk di kasur king size miliknya.

"A-aku-" lidah Zila terasa berat untuk mengucapkannya.

"Kenapa, Sayang? Kamu mau apa? Semua yang kamu mau, pasti mama kabulkan!" ucap Rani, tanpa berpikir apa yang akan dibicarakan anak itu padanya.

"Ini," Zila menyodorkan kertas pemeberian Bu Mila di ruang BK tadi.

Rani menerima sebuah amplop berisi kertas, ia membukanya lalu membacanya.

"Panggilan orangtua? Emm, ini pasti kamu akan dapat sesuatu dari pihak sekolah!" heboh Rani tanpa mengetahui fakta.

Rani kali ini benar-benar positif thinking. "Ah Sayang, jangan gugup gitu. Besok Mama akan datang, rugi besar kalo Mama gak datang," ucap Rani membelai puncak kepala Zila.

"Aduh! Kok jadi gini sih!" batin Zila. Mamanya benar-benar tidak waras.

••|••|••

Keesokan harinya, Rani datang ke sekolah Zila pukul 09.40 padahal di surat panggilan tertulis pukul 10.00. Mungkin karena semangat yang membara yang membuatnya datang lebih awal.

Empety •END• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang