24 : Kepergian

226 20 4
                                    

Hari sudah menjelang malam, namun Calin masih seorang diri dirumah yang cukup besar ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sudah menjelang malam, namun Calin masih seorang diri dirumah yang cukup besar ini. Takut? Tentu.

Ditangannya masih memegang surat pemberian bu Mila pagi tadi, bagaimana besok? Apakah Rayhan akan lupa tentang surat itu?

"Mama..." lirih Calin, ia mengambil fotonya dengan keluarga kecilnya dari bawah kolong ranjang.

Apakah kalian tau? Seandainya kalian menjadi Calin. Luka! Fisik dan batinnya selalu dilukai, namun ia tetap diam dan tidak melawan.

Calin merupakan sosok yang sangat sabar untuk menghadapi semua cobaan. Ia tak berani melawan cobaan tersebut, hanya air mata yang terus menglir.

Bagaimana bisa seorang ibu yang lebih memanjakan anak tirinya ketimbang anak kandungnya sendiri.

"Wajah panik dan cemas itu selalu aku lihat saat Mama mencemaskan Zila, sedangkan bahagianya Mama disaat aku menderita dan terluka."

Tatapan hangat dan penuh kegembiraan dari sang mama itu sudah usai pasca kematian keluarga kecilnya, kini hanya ada tatapan tajam yang sangat menusuk-nusuk hati.

Calin merebahkan tubuhnya dikasur, air matanya terus menetes hingga menembus bantal.

Tak lama kemudian, Calin mulai terlelep. Tangannya masih memeluk erat foto keluarga tercintanya itu.

03.30

Tepat pukul setengah empat Rani baru pulang dari Rumah Sakit. Ia berniat ingin beristirahat sebentar sampai pagi, dan siang nanti ia harus berjaga seharian penuh di Rumah Sakit, dikarenakan Rayhan yang harus berkerja.

Rani merasakan perutnya yang sedikit lapar, "Mending aku suruh anak itu memasakkanku sesuatu," ucapnya lalu pergi menuju kamar Calin.

"Heh! Bangun!" ucap Rani ketika ia telah sampai dikamar Calin.

Tubuh Calin menggeliat dalam kondisi tak sadarkan diri, lalu foto yang sedari tadi ia peluk terjatuh tepat didepan kaki Rani.

Sungguh bukan main, Rani benar-benar terkejut. Bagaiman foto itu masih ada, apalagi berada ditangan Calin.

"Nggak! Ini bisa bahaya!" ucap Rani, lalu ia menyimpan foto tersebut.

Rani memukul pipi Calin cukup keras, hingga Calin terbangun karena kesakitan.

Baru saja nyawanya terkumpul, Calin sudah ditarik paksa oleh Rani.

"CEPAT PERGI DARI SINI!" bentak Rani. Hal itu sudah menjadi makanan sehari-hari seorang Calin.

"A—aku harus ke—mana?" jawab Calin, ia tak berani menatap Rani. Kali ini amarahnya benar-benar beda dari biasanya.

"PERGI SEJAUH-JAUHNYA DARI SAYA! SAYA TIDAK INGIN LAGI MELIHAT WAJAHMU! PERGI, DAN JANGAN KEMBALI!" tekan Rani.

"Ka—kalo aku pergi, Ma—Mama bakal senang, ya?" tanya Calin dengan berani.

"Kebahagiaan saya adalah saat saya tidak lagi melihat wajahmu! Ingat itu! Satu lagi! Jangan berani manggil saya MAMA! KARENA SAYA BUKAN IBUMU! NGERTI!"

Empety •END• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang