22 | Sesuatu yang disembunyikan

998 122 54
                                    

Focus : Nadin, Dika, Yuna, Gina, Bella

Nadin membaringkan tubuhnya di atas kasur, ia baru pulang dari lokasi pemotretannya. Tubuhnya mengancam dirinya untuk cepat tidur dan beristirahat tapi pikirannya tidak meminta hal yang selaras.

Di tempat bekerjanya tadi, banyak yang memberikannya ucapan selamat atas pernikahan yang akan di adakan antara dirinya dengan Rizki bulan depan. Mendengar kalimat berbahagia mereka membuat Nadin sadar bahwa ia akan menikah dengan jarak waktu yang tak lama.

Sebenarnya Nadin masih memiliki trauma akibat kejadian antara dirinya dengan Satria, menurutnya pernikahan ini sangat cepat. Kenapa orang-orang sangat terburu-buru memutuskan tanggal pernikahan mereka.

Mungkin ini salahnya juga yang hanya diam dan menerima segala perbincangan yang dilakukan antara orangtuanya dan Omah. Bahkan saat itu Rizki dengan mudahnya menyetujui tanggal tersebut.

Jujur, Satria masih memiliki separuh jiwanya. Ia belum bisa melupakannya, bahkan mengetahui pria itu mengkhianatinya tak membuat cintanya hancur lebur begitu saja. Kadang ia menjadi egois dan berdoa pada tuhan agar memisahkan kedua pasangan itu sehingga Satria dapat kembali padanya. Cinta semengerikan itu...

Nadin menatap ponselnya, bahkan calon suaminya itu tidak mengirimkannya pesan hampir 3 hari yang lalu, sehingga membuatnya semakin berpikir bahwa mereka menikah hanya karena terpaksa bukan karena cinta.

Lalu ia beralih membuka galeri ponselnya.

"Coba lihat, gadis yang mau menikah bukannya memiliki foto calon suaminya, tapi malah memiliki foto suami orang lain," ujar Nadin sembari menatap foto Satria yang tak kunjung habisnya di galerinya.

Nadin menatap foto dirinya dengan seorang pria sederhana, tak setampan, sekaya, sepintar Rizki. Tapi mengapa lelaki ini bisa membuatnya terus terikat dengannya? Padahal ia sudah jelas telah menyakiti dirinya.

"Heran, aku memikirkanmu. Tapi apakah kamu juga?" Tanya Nadin pada pria yang ada di foto tersebut.

Ia menaruh ponselnya di sampingnya membiarkan pikirannya yang berantakan mereda dengan sendirinya. Ia sudah muak dengan dirinya sendiri, kenapa ia sangat egois? Tapi bukan hanya dia, Rizki juga sangat egois dengannya. Ia menikahinya hanya demi bisa melupakan gadis bernama Rizka itu. Bukankah itu tak kalah menyakitkannya?

Nadin kembali meraih ponselnya, "walaupun begitu, Rizki bakal jadi suami aku. Aku gabisa biarin cowo lain masih di dalam pikiranku."

Nadin menghapus semua fotonya dengan Satria. Melenyapkan seluruh kenangan yang ada. Kini ia akan membuka lembaran baru dalam hidupnya. Mungkin inilah yang terbaik untuknya.

Namun beberapa menit kemudian ponselnya mendadak berdering. Ia memandang layar kotak tersebut, hampir saja ia berteriak terkejut. Pasalnya orang itu baru saja ia bicarakan dan ia lenyapkan dari pikirannya, tapi mengapa ia menelepon dirinya malam-malam seperti ini?

Nadin menggeser ikon telepon berwarna hijau dan mengangkat ponselnya ragu, "halo?"

"Nadin? Apa kabar?"

Nadin mengerjapkan matanya. Bagaimana bisa orang ini menanyakan kabarnya setelah melakukan hal menyakitkan padanya?

"Baik. Kamu sendiri?"

Sayangnya pikiran dan tindakan Nadin tak sejalan. Hatinya masih saja memaksanya untuk mengembalikan Satria lagi.

"Baik. Aku nelpon kamu buat ngabarin uang itu udah aku transfer. Laki-laki itu udah membayar seluruhnya," ucap Satria membingungkan Nadin.

"Laki-laki itu?" Tanya Nadin tak mengerti.

"Iya, anak itu bukan tanggung jawab aku. Ada kesalahpahaman. Mia hanya ingin membalas.... Ah ceritanya panjang. Yang pasti anak itu bukan anak ku dan kami sudah bercerai."

Marriage Life | Svt&GfWhere stories live. Discover now