Serendipity

1.2K 98 27
                                    

Sudah lama rasanya ia tak menginjakkan kakinya di tempat ini. Padahal baru beberapa bulan yang lalu dirinya ke sini. Bukan tempat spesial, hanya salah satu bangunan di kota Jakarta. Tempat yang tak banyak disukai muda-mudi ibu kota, namun amat sangat disukai oleh seseorang. Seseorang yang juga membuat dirinya menyukai tempat ini.

Galeri Nasional Indonesia. Beberapa tahun yang lalu, seorang gadis bermata besar dan setahun lebih muda darinya itu merengek untuk diajak ke tempat ini. Melihat berbagai karya lukisan dan fotografi dari seniman serta fotografer handal dari Indonesia bahkan mancanegara. Dan itu adalah pertama kali dirinya menginjakkan kakinya di tempat ini, bersama gadis bermata besar itu.

Jinan kembali ke tempat ini, sendiri. Ia menarik nafas panjang sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam galeri tersebut. Jinan langsung melangkah ke sudut paling belakang ruang galeri tersebut. Ruangan dimana tempat kenangannya bersama seseorang tersimpan.

Sampailah ia di hadapan sebuah lukisan. Ia mendekat, meraba lukisan yang terpajang rapi dan bersih meskipun letaknya di pojok paling belakang. Ia tersenyum, meskipun hatinya sakit.

Lukisan dua pasang sepatu dengan suasana senja di pantai sebagai background nya. Bukan sebuah karya terbaik di sini, bukan pula karya pelukis handal. Itu hanya lukisan biasa, karya seseorang yang biasa saja. Namun selalu luar biasa bagi seorang Jinan.

Pantai Pandawa, Juli 2017

Pukul 17.00 WITA, sungguh waktu yang sangat sempurna untuk melihat matahari tenggelam di salah satu pantai terindah di pulau Dewata. Pantai Pandawa. Pantai itu tidak seperti pantai lainnya di Bali. Letaknya bisa dikatakan cukup pelosok.

"Kenapa sih kamu suka pantai yang lebih jauh dari rumah kamu?" tanya seorang gadis pada gadis lainnya.

"Kuta terlalu rame. Aku lebih suka disini." ucap gadis lainnya.

"Tapi jauh."

"Kadang kita harus pergi lebih jauh buat nemuin tempat ataupun sesuatu yang kita mau."

"Ah sok puitis!"

"Dasar nyebelin!"

Devi dan Jinan. Dua remaja itu tengah menghabiskan masa liburannya. Devi yang memang mudik ke kampung halamannya, sedangkan Jinan sengaja berlibur dengan keluarganya.

"Lepas sepatunya, Kak!" perintah Devi.

"Emangnya kenapa?" tanya Jinan.

"Lepas aja. Terus taruh sana tuh, sebelah sepatu aku!" Devi menunjukan ke arah depan dimana sepasang sepatunya berada.

Jinan menurut, ia melepas sepatu dan kaos kakinya kemudian bangkit dan meletakkan sepatu miliknya di sebelah sepatu Devi. Jinan lalu kembali ke tempatnya semula.

"Mau ngapain sih?" tanya Jinan lagi pada gadis di sampingnya.

"Mau lukis sepatu kita. Aku mau lukis kamu sebenernya, tapi ngga jadi." jelas Devi.

"Kenapa?"

"Kamu pecicilan. Ngga bisa diem."

Jinan menatap sebal ke arah gadis yang lebih muda darinya itu. Gadis yang tengah sibuk memulai sketsanya di atas kanvas yang dibawanya.

"Itu hadiah ulangtahun buat aku ya? Kan kamu belum kasih aku hadiah, Dev."

"Kamu bilang aku hadiah dari Tuhan buat kamu?" pandangannya masih tertuju pada kanvas dan objek lukisnya.

"Iya, sebelum kamu nolak aku." kata Jinan lemah.

"Tapi aku masih di samping kamu."

Lacerta agilisWhere stories live. Discover now