I Need You

1.4K 168 138
                                    

"Aku Cindy Hapsari dari JKT48 generasi 4 memutuskan untuk lulus dari JKT48."

Gemuruh suara penonton di teater malam itu terdengar menyakitkan setelah salah satu member senior idol group kebanggaan bumi pertiwi mengumumkan kelulusannya.

Jinan hanya terdiam di tempatnya berada sambil menatap seorang gadis manis yang tengah menangis di atas stage itu. Ini menyakitkan, meskipun dirinya tau hal ini akan terjadi. Tapi tolong diingat, ia hanya manusia. Manusia biasa seperti kalian. Dan seperti kalian juga, saat ini ia tak baik-baik saja.

"Terima kasih. Kamu Aurora terindah yang pernah ada."

Setelah show benar-benar berakhir, akhirnya Jinan pergi dari tempat tersebut. Tak lupa menyempatkan diri tersenyum ke arah lensa kamera bersama sang kekasih meskipun hatinya kini remuk.

Jinan mengendarai mobilnya tanpa tujuan. Tanpa pamit dengan Cindy, ia pergi begitu saja ketika gadis itu tengah mengabadikan momen bersama member lain.

Sesak, sakit, dan sejujurnya kecewa. Semua perasaan itu menyerang dada Jinan tanpa ampun hingga bernafas pun rasanya sulit.

Akhirnya Jinan menepikan sejenak mobilnya kala rasa sakit itu tak mampu ditahannya lagi. Air matanya turun bersamaan dengan hujan deras yang mengguyur ibu kota di malam menyedihkan itu.

"Rasanya sakit." gumam Jinan.

Sedangkan di tempat lain, kini Cindy tengah di perjalanan pulang dengan sang mama yang menjemputnya. Jujur saja kini ia lega, namun gelisah pada saat yang bersamaan ketika ia teringat akan seseorang.

Seseorang yang terpaksa harus mendengar janji yang tak mampu ia tepati. Seseorang yang beberapa minggu terakhir ini Cindy sakiti hatinya karena keputusan yang ia ambil.

Cindy merasa bersalah, karena ia harus melakukan ini ketika sang sahabat sekaligus sang kekasih masih harus menjalankan tanggung jawabnya. Saat Cindy mengatakan tentang hal itu, ekspresi Jinan sama sekali tak terbaca. Datar seperti biasa. Meskipun Cindy tau Jinan sebenarnya sakit.

Ia dapat melihat semua rasa sakit itu di mata Jinan. Meskipun kekasihnya itu tersenyum, namun yang sebenarnya hatinya hancur.

"Kenapa ngelamun?" tanya mama Cindy yang melihat sang putri hanya diam sedari tadi.

"Gapapa, Ma." jawab Cindy.

"Makasih ya, sayang."

"Sama-sama, Ma."

"Kamu sama Jinan udah pu-"

"Ma, tolong kasih Cindy waktu untuk ngelakuinnya satu per satu. Aku ngga sekuat itu, Ma."

Air matanya tak tertahankan kala ia mendengar nama itu disebut oleh sang mama. Entah bermula dari kapan hubungannya dan Jinan menjadi melawan restu. Padahal dulu, mamanya sangat menyayangi Jinan karena Jinan selalu menjaganya.

Setelah berkata demikian, baik Cindy maupun sang mama memilih diam hingga keduanya sampai di tujuan.

Jinan sendiri akhirnya pulang ke rumahnya pada pukul sepuluh malam. Kondisinya sangat berantakan, seperti kondisi hatinya. Ia segera masuk ke dalam kamar, mandi, lalu mengganti pakaian dengan piyama.

Ia menatap sebuah bingkai foto dirinya dan sang kekasih. Sesak yang tadi perlahan menghilang kini kembali lagi, bahkan semakin kuat.

Jinan yang sudah mati-matian menahan air matanya agar tidak turun lagi akhirnya sia-sia. Ia kembali menangis dengan segala rasa marah dan kekecewaannya.

"Harusnya kamu ngga perlu menjanjikan sesuatu yang ngga sanggup kamu tepati." kata Jinan sambil masih memandang foto tersebut.

"Kamu bilang kamu adalah rumah tempat aku untuk pulang dan bercerita tentang dukanya hidup. Terus sekarang apa?"

Lacerta agilisWhere stories live. Discover now