EXTRA PART : ARAV DENTA KARANVA

172K 11.6K 5.8K
                                    

EXTRA PART : ARAV DENTA KARANVA

“KAMU enggak jemput Arav di tempat latihan karatenya?” tanya Sastra pada Aksa yang baru saja memasuki kamar dan mengunci pintu kamar.

“Supir udah jemput Arav,” jawab Aksa seraya berjalan menuju Sastra.

“Tumben kamu minta supir jemput Arav? Biasanya kan kamu yang jemput,” ucap Sastra keheranan.

Aksa memeluk tubuh Sastra dari belakang. Aksa sangat menyukai aroma tubuh Sastra sehabis mandi. Sangat harum. Indra penciuman Aksa mencium aroma leher Sastra dalam-dalam. Sedangkan Sastra sedikit mengedikkan sebelah bahunya karena geli.

“Arav masih kecil. Jangan lemparin tanggung jawab kita sebagai orang tua ke supir atau pembantu,” ujar Sastra.

“Aku juga butuh waktu berduaan sama kamu. Lagi pula Arav nggak terlalu kecil. Dia udah bisa patahin tangan lawannya waktu tanding karate. Itu artinya Arav udah besar,” tutur Aksa.

Arav Denta Karanva. Nama putra tunggal Aksa dan Sastra. Kini Arav telah berusia lima tahun. Meski di usia sekecil itu. Arav sudah dapat menguasai berbagai jurus karate. Arav juga sudah pernah mengikuti berbagai pertandingan karate dan selalu menang. Di sekolah Arav termasuk murid yang sangat pandai. Bahkan Arav sudah bisa memahami materi perkalian dan pembagian di usia empat tahun.

“Umur lima tahun kamu bilang udah besar?” tanya Sastra.

“Hm,” Aksa hanya bergumam seraya meletakkan dagunya di bahu kanan Sastra. Kedua tangan kekar Aksa melingkar di perut Sastra yang tidak buncit sedikitpun meski sudah memiliki anak.

“Arav makan aja masih aku suapin. Itu tandanya dia masih kecil,” balas Sastra.

“Kenapa kamu sekarang lebih sering manjain Arav ketimbang aku?” tanya Aksa merasa cemburu.

“Karena Arav masih kecil.”

“Satu anak aja udah bikin kamu sibuk. Untung aku nggak jadi minta anak kembar,” tutur Aksa.

“Jangan ngomong kaya gitu! Anak itu rezeki,” ujar Sastra.

Semenjak melahirkan Arav. Sastra berubah jadi pribadi yang dewasa dan bijaksana. Mungkin itu pengaruh keibuannya. Bagaimana pun sifat Sastra sekarang. Aksa tetap mencintai istrinya itu. Bahkan rasa cinta Aksa semakin besar.

“Sekarang aku mau minta jatah,” ucap Aksa membuat Sastra sedikit terkejut.

“Se—sekarang?” ulang Sastra.

Aksa mengangguk. “Iya sekarang.”

“Tapi kan ini masih sore,” kata Sastra mengingatkan.

“Mumpung Arav enggak di rumah. Setiap malem Arav sering tidur satu kamar sama kita. Aku jadi nggak bisa minta jatah aku sebagai suami,” ujar Aksa.

“Kadang aku kepikiran mau titipin Arav semalem di panti asuhan. Biar enggak ganggu kita,” ujar Aksa lagi yang langsung mendapat cubitan di lengannya dari Sastra.

“Kalau ngomong di saring dulu!”

“Iya maaf Sayang,” ucap Aksa lalu mencium pipi Sastra. “Jadi boleh kan aku minta jatah sekarang?”

Sastra mengangguk. “Iya.”

Aksa tersenyum senang. Lalu ia memutar  tubuh Sastra hingga menghadap padanya. Sastra menunduk dengan pipi bersemu merah. Meski ini bukan pertama kalinya. Sastra tetap saja malu. Aksa jadi gemas sendiri pada istrinya itu.

Aksa mendekatkan bibirnya pada bibir Sastra. Belum juga mencium Sastra, suara nada dering panggilan dari ponsel Aksa membuat Aksa berdecak kesal. Siapa yang berani mengganggunya di saat seperti ini. Aksa tidak akan memaafkan orang itu.

AKSARA (TAMAT)Where stories live. Discover now