Daniar si Apatis

54 4 0
                                    

Derap langkah kaki Vriska teman sekelas Lanang tampak terbirit-birit.

Perempuan dengan mulut embernya itu berjalan menuju ruang kelasnya yang berada di lantai dua untuk menemui Lanang.

"Nang! Lanang!" teriak Vriska setiba di pintu kelas XI IPA 2.

"Eh buju buset Vriska! Mulut lo kondisikan, lah. Peranakan terompet lo," kata Juki terkejut berdiri tak jauh dari pintu kelas mununggu ketiga temannya yang masih sibuk merapikan bukunya ke dalam tas.

"Gendang telinga gue pecah, nih!" katanya lagi dengan menutup sebagian telinganya yang terasa berdenging.

Vriska tak menghiraukan ocehan Juki. Perempuan itu bergegas menuju bangku Lanang yang berada di pojokan sebelah kanan.

"Nang, di depan banyak anak SMA Leter," kata Vriska. "Mereka kaya nya mau nyari masalah deh kemari."

"Mereka berapa orang?" tanya Bisma selesai memasukkan buku terakhirnya ke dalam tas.

"Sepuluh orang lebih kaya nya," kata Vriska mengira-ngira. Vriska tak sempat menghitung.

Sewaktu Vriska pulang lebih dulu bersama Janet, segerombolan motor gede yang di pimpin oleh Hendro berdiri tepat di seberang jalan SMA Analog. Perempuan dengan mulut ember yang selalu membuat seisi kelas heboh dengan berita yang di bawanya itu langsung mengenali sosok Hendro. Murid dari SMA Leter yang selalu mencari gara-gara karena mereka kalah futsal pekan lalu.

Vriska yang notabene bermulut ember tau betul jika Lanang dan Hendro bermusuhan sejak mereka duduk di bangku SMP tingkat akhir.

"Lo cepetan keluar, keburu mereka masuk sini," kata Vriska pada Lanang yang masih diam memerhatikan.

Usai memberi informasi pada Lanang, Vriska bergegas pulang. Jemputannya sudah menunggunya di depan.

"Nang si Niar gimana?" tanya Panjul mengingat jika Lanang tiap hari belajar bersama perempuan itu.

"Jangan sampai Niar ketemu Hendro lagi, Nang. Lo juga tau sendiri kan kalo Hendro itu anaknya nekat," kata Juki memberi saran.

"Bener Nang, lebih baik lo temuin dulu Niar. Suruh dia balik sekarang," sahut Bisma.

"Gue ke Niar bentar, lo pada jangan ada yang keluar," titah Lanang pada ketiga temannya. Lanang pun bergegas keluar kelas tanpa menunggu jawaban ketiga temannya.

◆◆◆

Perempuan dengan seragam coklat muda dengan sapu tangan merah dan putih yang bertengger manis di leher jenjangnya tengah duduk di bangku panjang depan perpustakaan. Menunggu kehadiran Lanang yang beberapa hari ini ikut pulang paling akhir hanya untuk menghabiskan waktu untuk belajar bersama.

"Niar kaya nya hari ini kita gak bisa belajar deh," kata Lanang baru datang dengan napas terengah-engah.
"Kenapa?" tanya Niar heran. Perempuan itu menatap wajah Lanang yang tampak kebingungan.

"Sekarang lo pulang aja, ya?" kata Lanang segera merapikan buku-buku Niar ke dalam tas coklat milik perempuan itu. Lanang tau buku itu disiapkan oleh Niar ketika mereka berdua akan belajar bersama. Perempuan itu selalu mengeluarkan buku-bukunya untuk sekedar di baca.

"Ada masalah?" tanya Niar khawatir melihat Lanang yang tangkas memasukkan beberapa buku terakhirnya.

Lanang yang sibuk beberes menatap sekilas wajah Niar yang ikut khawatir. Sungguh, Lanang tak suka jika ia membuat khawatir Niar.

Salahkan Hendro yang dengan kurang ajarnya datang ke SMA Analog entah untuk apa. Lanang tak mau Niar bertemu lagi dengan viralnya. Akan lebih runyam lagi permasalahan.

"Lo sekarang pulang, besok aja kita belajarnya," sahut Lanang langsung menarik tangan Niar.

"Ada apa dulu?" tanya Niar ingin tahu. Perempuan itu menghempaskan tangan Lanang yang menariknya. Siapa yang tak ingin tahu jika Lanang tiba-tiba menyuruhnya pulang. Bukan seperti Lanang yang Niar kenal.

Menghembuskan napas kasar Lanang menatap Niar. "Hendro mau ke sini, gue gak mau lo ketemu Hendro lagi," kata Lanang yang menggenggam jemari Niar.

Mendengar nama Hendro, wajah Niar seketika tegang. Ia masih ingat jelas bagaimana gilanya dia saat membonceng Niar, saat menarik tangan Niar.

Perempuan dengan rambut coklat itu seketika lupa bagaimana cara bernapas normal. Napasnya kini rasanya tersengal, raut mukanya tegang hanya mendengar nama Hendro.

"Mending lo anter dulu aja, Nang," kata Bisma yang berada di belakang Lanang. Cowok dengan badan tegap dan sedikit gempal itu berjalan menghampiri Lanang dan Niar.

"Bener, Nang. Lo tega nyuruh Niar pulang sendirian," kata Panjul pada Lanang yang masih menggenggam tangan Niar.

"Kalian berdua mending lewat gerbang belakang, Hendro biar kita temuin di depan," saran Juki.

Lanang yang sedari tadi menggenggam tangan Niar pun menatap Bisma, Panjul, dan Juki bergantian. Mereka bertiga pun mengangguk seolah memberi persetujuan.

"Niar, pulang, ya?" bujuk Lanang dengan suara pelan.

"Gue anter," katanya lagi. Lanang bisa merasakan rasa ketakutan Niar lewat iris coklatnya. Tangannya yang semakin dingin dan gemetar. Tau betul jika Niar masih trauma dengan kejadian malam itu.

"Setiap orang punya trauma, salah satunya gue."
-LANANG BAKAL BAGUS


Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤

Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.



01.02.'21

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 01, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Daniar si ApatisWhere stories live. Discover now