Daniar si Apatis

750 173 30
                                    

SMA Analog, sekolah yang kini menjadi tempat belajar Daniar Cahaya Muka. Sosok gadis yang selama ini selalu menjadi bintang kelas di sekolahnya.

Tak jarang guru selalu membicarakan namanya, tak luput pula seluruh anak SMA Analog mengenalnya. Ya, semua siswa SMA Analog.

"Niar!" teriak Putri baru masuk kelasnya, kelas XI IPA-3. Melangkah menuju tempat duduknya tepat di depan meja guru. Kata murid lain, hanya murid pilihanlah yang berani duduk tepat di depan meja guru. Karena duduk di sana sama saja setor nama, selalu menjadi santapan ganas jika ditanya.

"Lo udah ngerjain PR Pak Bambang belum? Gue lupa gak ngingetin lo semalem," sesal Putri yang kini duduk semeja dengan Niar.

"Udah, lo udah ngerjain?" tanya Niar balik.

Putri mengangguk cepat. Sudah menjadi kebiasaan Putri jika ada tugas atau apapun, dia akan menjadi alarm bagi Niar.

Putri dan Niar. Sosok dua sahabat yang saling mengisi, layaknya saudara.

Dengan perbedaan sifat yang jauh berbeda. Putri dengan suara cemprengnya, sedangkan Niar dengan sejuta kebisuannya.

Niar memang jarang bicara, bicarapun jika merasa dibutuhkan. Seperti sekarang ini.

Bagi Niar, lebih baik mendengarkan daripada bersuara.

"Niar, gue tadi dihadang Lanang. Anak kelas sebelah," ucap Putri memulai cerita.

Niar hanya diam, menatap Putri melanjutkan ceritanya.

"Lo tau gak dia bilang apa? Dia bilang ngapain gue temenan sama patung hidup kayak lo. Gimana gue gak pengin cekik lehernya coba," ucap Putri dengan raut muka kesal.

Lanang Bakal Bagus, entahlah apa yang membuat adik kelasnya mengejar-ngejar sosok songong dan penggoda itu.

Lanang bukan playboy, bukan pula cassanova. Dia tipe cowok yang belum pernah pacaran sebelumnya. Tapi entahlah dia suka menggoda siswi yang seangkatannya. Salah satunya Putri, teman sebangku Niar.

"Pagi-pagi udah buat orang pengin penggal aja kepalanya. Heran gue!" cerocos Putri pada Niar. Niar hanya diam. Masih mendengarkan dengan tatapan seksamanya.

Merasa tak ada reaksi apapun pada Niar, membuat Putri sadar, jika tak seharusnya Putri mengatakan apa yang dikatakan Lanang padanya.

Seketika ia menyesal. Putri langsung mengalihkan topik pembicaraan. Putri tau Niar tak akan ambil hati dengan perkataan Lanang pada Putri, tapi Putri merasa tak enak hati.

◆◆◆

Tringg tringgg tringggg

Bel istirahat berbunyi dengan nyaringnya di penjuru koridor. Membuat seluruh siswa merasa hidup kembali. Waktu paling ampuh untuk membangkitkan semangat yang sebelumnya kendor hanya gegara sebuah mata pelajaran. Alay memang, tapi itulah nyatanya.

Beberapa murid berbondong-bondong untuk segera ke tempat idamannya, kantin sekolah. Tempat yang pas untuk mengisi cacing-cacing yang sedari tadi bersuara dalam sangkarnya. Adapula yang duduk manis di koridor hanya untuk bersenda gurau ataupun membicarakan siswa lainnya.

"Niar, buruan! Gue laper," ucap Putri menarik lengan tangan Niar.

Niar yang ditarik-tarik menghembuskan napas pelan. Perempuan dengan surai coklat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan. Mengikuti langkah kaki Putri yang begitu semangatnya. Seolah ingin bertemu idola korea.

Belum sempat sampai di pintu kantin. Teriakan cowok dengan suara beratnya mampu membuat semangat Putri padam.

"Eh patung hidup!!" panggilan yang membuat Putri tau betul siapa pemilik suara itu. "Lanang," geram Putri lirih memejamkan sejenak matanya.

Mendengar panggilan itu Putri berhenti, menoleh kebelakang menatap tajam pemilik suara berat yang sudah Putri hafal, sedangkan Niar tak menggubris, perempuan itu tetap melangkah menuju kantin. Tak menghiraukan teriakan cowok di belakangnya.

"Gak ada temen ya, lo! Sama Putri mulu," cibir Lanang tertawa membuat Putri menghela napas jengah dengan tingkah cowok dengan rambut hitam legamnya.

Putri yang berjarak beberapa langkah dengan Lanang mendorong bahu cowok itu dengan kasar. Membuat Lanang tertarik ke belakang.

"Lo kalau ngomong di jaga dong, Nang! Ngomong aja kalau lo iri karena gue bisa temenan sama Niar, kan?" bela Putri tak terima sahabatnya dihina seperti itu.

Lanang terkekeh, membenarkan seragamnya yang kusut karena dorongan Putri padanya.

"Ngapain gue iri, yang ada gue ogah punya temen apatis kayak dia, liat aja!! Mana mau dia nyapa temen-temennya. Senyum aja dia gak pernah, boro-boro mau nyapa temen-temennya," ucap Lanang terdengar sarkas.

Memang benar yang diucapkan Lanang. Niar memang tidak pernah menyapa ataupun tersenyum pada teman-temannya. Itulah yang membuat seluruh teman-teman seangkatan Niar tidak menyukainya.

"Tapi lo gak harus panggil dia patung hidup juga, Nang. Dia punya nama, lo kira dia gak sakit hati lo panggil kayak tadi," ucap Putri jengah dengan tingkah Lanang.

Tak ingin berlama-lama dengan Lanang, Putri meninggalkan Lanang sendirian. Ia melangkah menuju meja dimana Niar sudah memesankan dua mangkuk bakso beserta minumannya.

"Lo gak marah Lanang panggil lo kayak tadi," ucap Putri meneguk es teh yang sudah dipesankan Niar untuknya. Rasanya dada Putri sesak dengan sebutan Lanang pada Niar.

"Buat apa? Terserah dia," balas Niar singkat tak menghiraukan panggilan Lanang untuknya.

Putri hanya bisa geleng-geleng kepala. "Gue heran sama lo, hati lo kuat banget. Kalo gue yang dipanggil kayak gitu. Lanang udah jadi bubuk kapur di tangan gue," kata Putri melahap bakso di depannya dengan kesal. Seolah bakso itu adalah Lanang.

"Terserah kalian mau panggil apa, yang jelas aku tidak seperti apa yang kalian kira"
-DANIAR CAHAYA MUKA

Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤

Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.

30.07.'20

Daniar si ApatisWhere stories live. Discover now