Daniar si Apatis

52 16 0
                                    

Niar meringis kesakitan ketika Lanang mengoleskan obat merah pada lengan tangan perempuan itu. Mereka berdua kini duduk berdampingan di bangku panjung depan ruang UKS sekolah.  Panjul dan Bisma? Tentu saja Lanang menyuruhnya untuk pulang lebih dulu.

"Perih? Sorry, kalo enggak gini luka lo gak cepet sembuh," kata Lanang melihat Niar yang menahan rasa perihnya.

Niar hanya mengangguk. Sungguh kenapa dengan cowok di depannya ini. Niar tak pernah merasa diperhatikan oleh seorang cowok kecuali Ayahnya. Ngomong-ngomong tentang Ayahnya, Niar jadi rindu sosok Hermanto.

Mungkin sesampainya di rumah Niar akan menghubunginya.

"Kenapa sih lo suka buat gue khawatir?" gerutu Lanang masih memberikan obat merah pada lengan perempuan itu.

"Gak malem itu, gak sekarang," ucapnya lagi.

Khawatir? Lanang mengkhawatirkan Niar? Sungguh? Itulah kalimat yang ada di otak perempuan itu.

"Jangan deket cowok manapun kalo lo selalu buat gue khawatir gini," kata Lanang setelah selesai mengoleskan obat merahnya.

"Maksud lo!" ucap Niar menatap iris mata hitam Lanang. Sungguh mata Lanang memancarkan aura ketegasan, tajam, dan membuat yang menatap mata itu akan langsung ㅡ entahlah Niar tak bisa mendeskripsikan. Yang jelas Niar menyukai mata beriris hitam itu.

"Bisa lo gak usah berhubungan sama Zilo," kata Lanang tegas.

"Kenapa?"

"Kenapa lo bilang? Lo mau buat tubuh lo sakit kaya gini! Katanya lo pinter harusnya lo ngerti mana yang harus di jauhi mana yang harus di deketi!" Lanang dengan pikirannya. Niar yang mendengar hanya bisa menelan salivanya pelan. Baru kali ini dia merasakan jantungnya yang berdebar kencang. Entah karena suara berat Lanang atau karena ketegasan disetiap ucapan cowok yang baru saja mengobati lengan tangannya.

"Maaf kalo gue udah buat lo khawatir. Gue gak ada maksud," ucap Niar dengan menunduk. Ia kini tak berani menatap manik mata hitam itu.

Lanang tak menyahut. Membuat keadaan semakin canggung.

"Lanang," panggil Niar pelan. Mencoba untuk mencairkan suasana diantara mereka berdua.

Cowok itu masih bergeming. Enggan membuka mulutnya. Membuat Niar bingung harus berbicara apa.

Memberanikan diri. Niar mengangkat kepalanya. Menatap ke arah Lanang yang ternyata diam memerhatikan.

"Jangan natap gue gitu," kata Niar kembali menunduk. Malu. Itulah yang dirasakan Niar sekarang.

"Kenapa?" kata Lanang masih memerhatikan wajah perempuan yang kini semakin menunduk dalam.

"Lo manis kalo lagi malu gini," katanya lagi mengulum senyuman.

Tolong jika ada manusia atau makhluk apapun itu. Bisakah membawa Niar hilang ke suatu tempat. Sungguh Niar rasanya ingin menghilang seketika saat Lanang berucap seperti itu.

Lanang yang semakin gencar menggoda Niar menggenggam tangan perempuan itu. Mungkin ini saatnya cowok itu mengutarakan isi hatinya. Tak mungkin kan jika ia memendam perasaannya terlalu lama.

"Niar, pertama kali gue liat lo. Gue kira lo itu cewek yang gak mungkin bisa gue gapai," kata Lanang yang kini sudah berpindah untuk berjongkok di depan Niar. Meletakkan kedua tangannya di lutut perempuan itu sambil menggenggam tangan Niar.

"Lo itu kaya ilusi bagi gue. Cuman ada dalam angan-angan. Tiap hari gue godain lo supaya lo natap gue. Tapi apa yang gue dapat?" suara berat Lanang membuat pikiran Niar tak karuan. "Lo itu cuman nutupin luka lo sampai gak ada yang tau apa yang lo alamin."

Niar pandai menutupi apa yang dirasakannya. Perasaan sakit akibat perceraian kedua orang tuanya. Ucapan Lanang tepat sasaran. Membuat Niar gelagapan tak bisa membalas perkataan benar cowok itu.

"Jangan lo kira gue gak tau. Gue bisa liat kalo di sini," kata Lanang menunjuk sebelah pelipis perempuan itu. "Lo banyak beban yang lo pikul sendirian."

Tanpa di duga. Airmata Niar jatuh. Tanpa permisi air mata itu turun mengalir ke pipinya. Sungguh Niar tak kuasa menahannya.

Niar yang selama ini jarang berbicara, jarang mengutarakan isi hatinya kini tak berdaya dengan ucapan Lanang.

Cowok itu terlalu paham akan kondisi Niar meski mereka baru saling sapa dan bertatap muka. Berbeda dengan Putri yang sudah dekat sejak mereka baru masuk kelas X.

"Lo gak perlu nutupin apa yang lo rasa. Karena gue bakal selalu denger apapun yang pengen lo omongin sama gue, Niar," ucapnya tulus menatap wajah Niar yang sudah menitihkan air matanya.

"Lo gak perlu nutupin apa yang lo rasa. Karena gue bakal selalu denger apapun keluh kesah lo."
-LANANG BAKAL BAGUS

Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤

Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.


05.09.'20

Daniar si ApatisWhere stories live. Discover now