Daniar si Apatis

98 33 0
                                    

Keadaan rumah Niar tampak sepi. Satu penghuni sudah terlelap beberapa jam yang lalu.

Sosok pria dengan kemeja putih dibalut jas hitam tampak membuka pintu kamar putrinya, berjalan masuk untuk memastikan bahwa Niar memang benar-benar sudah terlelap.

Hermawan Adiwangsa, Ayah Niar yang jarang pulang ke rumah. Hermawan sosok work holic. Ia selalu bepergian ke luar kota, hanya untuk memenuhi kegiatan kerjasama perusahaannya.

Mengelus puncak kepala Niar pelan, ia menatap rupa putrinya yang sudah remaja. Tak disangka, kini putri yang dulu selalu merengek untuk ditemani jalan-jalan kini sudah sebesar ini.

Mungkin sulit bagi Niar untuk menerima perceraian ia dan juga istrinya. Namun selama ini, Niar terlihat baik-baik saja. Hanya lebih pendiam tak seperti dulu ketika keluarganya masih utuh.

Merasa ada pergerakan di ujung kepala Niar. Membuat ia membuka kedua kelopak matanya pelan. Sedikit menyipitkan mata karena cahaya yang tiba-tiba masuk ke iris mata karena belum terbiasa.

"Ayah," panggil Niar serak khas orang bangun tidur, perempuan itu tersenyum, menghamburkan tubuh kecilnya untuk memeluk orang yang duduk di sampingnya. Meski serumah mereka juga jarang bertemu karena kesibukan Ayahnya.

"Pulang jam berapa? Kok Niar gak tau," ucap Niar melepas pelukannya.

"Kamu udah tidur, gimana mau tau," kekeh Hermawan mengelus surai coklat putri sulungnya.

Niar tersenyum. Tak menimpali perkataan sang Ayah. Ada rasa rindu yang amat dalam pada sosok di depannya.

"Kamu tidur lagi ya, besok sekolah," pinta Ayah merebahkan tubuh putri sulungnya. Menyelimuti setengah tubuhnya dan mencium kening dengan sayang.

Niar hanya bisa diam. Memerhatikan pergerakan Hermawan hingga ia keluar dari kamarnya.

Kapan kita bisa kumpul kayak dulu Ayah, batin Niar dengan wajah sendu.

◆◆◆

Karena Hermawan di rumah, Niar pagi ini ingin diantar Ayahnya ke sekolah. Mungkin jika anak-anak lain merasa biasa saja. Tapi bagi Niar ini kesempatan yang tak bisa datang tiap harinya.

"Ayah," panggil Niar usai minum susu yang disiapkan Ayahnya pagi ini. "Anterin Niar sekolah, ya," katanya lagi dengan wajah memohon.

Hermawan terkekeh melihat tingkah putrinya. Tentu saja ia akan mengantar Niar, ia sedari tadi sudah berniat untuk mengantar dan menjemput Niar. Hermawan mengangguk, ia melipat koran yang barusan di baca. "Berangkat sekarang?" tanya Hermawan melihat Niar sudah menggendong ransel coklat di punggungnya. Niar mengangguk. Mereka berdua pun langsung berjalan keluar.

Sepanjang perjalanan ke sekolah, sesekali Hermawan bersenandung mengikuti alunan radio yang mereka dengarkan. Sedang Niar menatap bahu jalan dengan seyuman yang terpatri di sudut bibirnya.

Melihat Niar tersenyum, Hermawan mengacak pelan surai coklat putrinya. "Kamu kelihatan seneng pagi ini," ucap Hermawan melirik sekilas ke arah Niar.

Niar menoleh, ia hanya mengangguk kecil. Tak menimpali ucapan sang Ayah. Tentu senang akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Niar akhirnya tiba. Dimana ia diantar sekolah oleh Ayahnya.

Sampai di depan pintu gerbang SMA Analog, Niar tak langsung keluar dari mobil. Perempuan dengan seragam abu-abu itu masih diam.

"Ayah," panggil Niar usai melepas sealbeltnya.

"Makasih udah mau nganter Niar. Niar sayang Ayah," ucapan Niar yang mampu membuat lengkungan bulan sabit terbentuk di bibir Ayahnya. Sungguh Niar ingin selalu melihat senyuman itu. Senyuman yang mampu membuat hati Niar menghangat meski hanya sebentar.

"Ayah juga sayang Niar," balas Ayah Niar membelai surai coklat putrinya dengan sayang.

"Benar kata orang, bahagia itu sederhana. Melihat dia tersenyum sudah membuat kita ikut senang dibuatnya."
-DANIAR CAHAYA MUKA

Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤


Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.


14.08.'20

Daniar si ApatisWhere stories live. Discover now