Daniar si Apatis

62 18 1
                                    

Karena keberhasilan Lanang yang mendapat ID Line serta nomor telepon Niar. Cowok dengan mata hitam legamnya itu mentraktir anak Dadoeg yang kini sedang berkumpul di warung Bu Tami. Hitung-hitung sebagai acara syukuran kata Juki tempo hari.

"Udah ambil aja, entar gue yang traktir kalian," kata Lanang menyuruh anak Dadoeg untuk memesan apa yang ingin mereka pesan di warung Bu Tami.

"Tumben, Nang. Ada acara apa?" tanya Brandon pada Lanang.

"Abis dapet lot dia," sahut Juki melahap bakwan yang ada di meja panjang warung Bu Tami.

"Sering-sering lah menang lot, biar kita kebagian rejeki juga. Ya gak?" ucap Genting anak Dadoeg yang baru ikut bergabung beberapa hari lalu.

Lanang hanya bisa tersenyum. Ia juga tak lupa mengucapkan terima kasih pada Juki. Karena kegilaan tingah Juki, Lanang akhirnya bisa mendapatkan nomor Niar.

"Gimana progres lo sama Niar? Udah sampai mana?" tanya Panjul duduk di sebelah Juki. Panjul dan Bisma baru tiba karena mereka harus mengikuti perkumpulan futsal untuk acara tanding lusa.

"Masih stuck di situ aja, gue gak mau terlalu buru-buru. Yang penting Niar nyaman dulu sama gue," kata Lanang yang diangguki persetujuan oleh ketiga sahabatnya.

"Terus si Zilo apa kabar? Abis lo tonjok dia, kita-kita udah gak pernah liat mukanya," suara itu datang dari Juki.

Beberapa hari ini memang Zilo tidak terlihat di sekolah. Entah kemana cowok yang tak kalah di idolakan murid perempuan itu. Lanang hanya mengedikkan bahu tanda tak tau. Ia terlalu malas untuk membahas saudara sepupunya itu.

"Udah makan bakwan nih!" Bisma yang tau akan perubahan mimik Lanang menyuapi bakwan goreng pada Juki.

"Yang bener aja lo nyuapin gue kaya gini!" seru Juki hampir tersedak karena suapan yang tiba-tiba.

"Gue penasaran gimana ekspresi Niar waktu ngeliat kucing," kata Bisma menghiraukan seruan Juki.

Lanang tersenyum simpul. Wajah ketakutan Niar masih terngiang jelas di otaknya. Untuk pertama kali, dia bisa melihat ekspersi ketakutan Niar hanya karena kucing.

"Lucu," gumam Lanang membuat Bisma, Panjul, dan Juki menatap dalam air muka Lanang.

"Lucu?" kata Panjul bingung.

"Lo gak akan tau gimana tingkah Niar," kata Lanang menyesap es soda gembiranya.

◆◆◆

Putri malam ini akan bermalam di rumah Niar. Sepulang sekolah perempuan itu tak sengaja mendengar kabar jika Niar belajar bersama Lanang di gazebo sekolah. Entah informasi darimana, Niar pun tak menyangkal.

"Lo gak di apa-apain kan sama tuh bocah," kata Putri menatap Niar dengan raut khawatir. Tau betul jika mulut Lanang seperti mulut perempuan. Kata-katanya sungguh menyakitkan.

"Enggak," sahut Niar menutup pintu kamarnya. Mereka berdua kini berada di kamar Niar, kamar dengan gaya klasik. Dinding kamar bercat biru muda dan ornamen bergambar daun tropikal  yang berada di sebelah kanan tempat tidurnya.

Kamar ini terasa nyaman, tak banyak barang-barang seperti kebanyakan perempuan lainnya seperti boneka. Niar sangat antipati terhadap bulu-buluan. Entah lah ia tak begitu menyukainya.

"Dia gak ngata-ngatain lo, kan?" kata Putri lagi memerhatikan gerak-gerik Niar.

"Enggak, dia udah gak kaya dulu lagi, Put," kata Niar menghembuskan napas pelan.

Putri akhirnya mengalah, ia tak banyak bicara mengenai Lanang lagi.

"Put, menurut lo gue itu kaya gimana sih anaknya?" tanya Niar tiba-tiba. Tak biasanya Niar meminta pendapat tentang dirinya.

"Tumben," gumam Putri.

"Pengen tau aja."

"Lo itu pinter, cantik, banyak yang kagum sama kepinteran lo apalagi guru-guru kaya nya sering banget ngomongin lo, gak sering sih tapi tiap keluar kelas selalu jadi topik dah lo keknya," jelas Putri menggambarkan sosok Niar versinya. Entah versi menurut teman lainnya.

"Yang lain?" kata Niar dengan air muka serius.

Putri pun kembali berpikir. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk ujung dagu seolah perempuan itu sedang berpikir keras.

"Lo itu terlalu cuek orangnya, coba lo lebih ramah. Udah pasti cowok SMA Analog pada baris buat jadi cowok lo," kata Putri.

"Cuek?" tanya Niar meminta penjelasan lebih detail.

"Hmmm gimana ya jelasinnya. Intinya lo itu gak kaya kebanyakan cewek lainnya. Liat deh tiap lo di sapa atau di goda Lanang. Lo itu bawaannya ga pernah nyahut gitu," kata Putri membuat Niar menerawang jauh. Apa memang benar dirinya seperti itu, pikirnya.

"Hmm tapi lo orangnya asik kok, Niar. Awal kenal emang lo kaya gak mau ngomong. Tapi kalo udah kenal lo itu seru dikit sih," kata Putri lagi dengan cengengesan.


"Pendiam itu bisa karena dua faktor. Pertama bawaan, yang kedua bisa pula untuk menutupi topeng yang sebenarnya."
-DANIAR CAHAYA MUKA


Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤

Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.


12.09.'20


Daniar si Apatisजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें