Daniar si Apatis

160 73 6
                                    

Sekumpulan anak Dadoeg sedang bercanda ria di warung Bu Tami. Ya, warung Bu Tami letaknya tak jauh dari pos Dadoeg. Pos tempat mereka berbagi canda tawa, tempat dimana mereka bisa bertemu dan bertatap muka dengan anggota lainnya, tempat dimana mereka mengumpulkan sejuta kata untuk saling menghujat atau menghina teman yang lainnya.

Itulah pertemanan para pria, dihujat malah tertawa, bagi mereka duka mereka adalah kebahagiaan bagi kita.

Seperti biasa, mereka sepulang sekolah selalu bertengger manis di pos dekat lapangan Brawijaya. Pos bertulis Dadoeg dibagian dindingnya ini memang tempat yang nyaman untuk tempat berkumpul. Disekitar pos ini banyak pohon yang menjulang tinggi. Di bagian depan pos terdapat beberapa tanaman hias yang sengaja ditanam Bu Tami. Kata Bu Tami biar asri dan enak dipandang mata.

Memang tak salah Bu Tami menanam berbagai tanaman hias di sini.

"Nang, tadi malam lo pulang duluan?" tanya Juki duduk di bangku kayu panjang depan pos, sedangkan Lanang merebahkan dirinya di dalam pos.

"Gue capek," ujar singkat Lanang memejamkan matanya. Mengistirahatkan dirinya setelah mendapat hukuman dari  Pak Surya, guru matematika SMA Analog.

Guru killer dengan kacamata bundar dan kepala botak itu selalu menghukum muridnya dengan tak biasa.

Lanang yang lupa tak mengerjakan tugas rumahnya mendapat hukuman yang menguras cukup tenaganya.

Sehabis membersihkan toilet guru dan toilet cowok, Lanang disuruh membersihkan gudang yang letaknya berada di sebelah ruang OSIS.

"Lo tadi malam pulang lewat mana? Kok gue gak liat lo," ujar Panjul memberi segelas susu soda gembira pada Lanang. Setelah itu mendudukkan dirinya disebelah Juki.

"Lewat jalan raya, lah, lo kira gue lewat kahyangan?" balas Lanang menerima minuman yang diberikan Panjul.

"Yang bener lo, kok gue gak liat lo ya?"

"Lo udah kayak cewek gue aja. Kenapa emang? Lo khawatir sama gue," kata Lanang menggoda Panjul. Mengerlingkan sebelah matanya sambil tersenyum.

Juki yang berada satu area dengan Lanang tertawa terbahak melihat tingkah Lanang. "Bisa-bisanya ya lo menduakan gue, Njul," kata Juki ikut menggoda.

"Bangsat lo pada, gue masih normal ya. Lo kira gue belok apa?" ujar Panjul memelototkan matanya lebar-lebar. Seolah kedua bola matanya akan keluar dari tempatnya.

◆◆◆

"Assalamualaikum," ucap Niar baru memasuki rumahnya. Rumah yang terbilang cukup mewah yang baru ditempati beberapa tahun belakangan sejak kedua orang tuanya cerai.

Rumah dengan gaya klasik ini hanya berisikan Niar dan juga Ayahnya. Di rumah ini memang tak ada asisten rumah tangga. Jadi wajar jika segalanya hanya dilakukan oleh Niar dan juga Ayahnya sendiri.

Tak ada yang menjawab salam Niar. Itu sudah biasa bagi Niar. Menghela napas panjang, Niar melangkahkan kakinya ke sofa coklat yang letaknya berada di ruang tengah.

Mendudukkan dirinya, menatap beberapa foto yang terpajang di dinding sebelah kanan, satu-persatu Niar menatap sendu foto dirinya dan juga keluarganya.

Foto dimana dua gadis kecil dan dua orang dewasa tengah menikmati qulity time bersama di sebuah taman kecil di belakang rumahnya.

Mereka terlihat bahagia, senyuman gadis kecil yang rambutnya diikal dua sungguh menggemaskan. Sedang gadis satunya terlihat malu-malu kucing menatap layar kamera.

Lama dengan lamunannya, ponsel Niar berdering. Membuat sang empunya tersadar. Niar langsung merogoh ponsel dari dalam tas ranselnya.

"Halo," ucap Niar menerima telpon tanpa membaca siapa yang menelepon dirinya.

"Apa kabar?" suara seseorang dari seberang telepon mampu membuat Niar membisu. Seakan dunia berhenti di detik itu juga.

"Yang berjarak akan mengerti bagaimana rasa merindu yang sebenarnya."
-DANIAR CAHAYA MUKA

Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤


Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.

04.08.'20

Daniar si ApatisWhere stories live. Discover now