Daniar si Apatis

50 15 0
                                    

Untuk kedua kalinya. Lanang mengantar Niar pulang. Keadaan rumah besar dengan pagar hitam itu terlihat sepi tak berpenghuni.

"Sepi," gumam Lanang menatap rumah Niar.

Niar hanya tersenyum mendengarnya. Siapapun yang melewati rumah besar berpagar hitam itu selalu memandang rumahnya. Tak heran. Memang rumah ini seperti tak ada yang menempati.

"Makasih, Nang," kata Niar yang sudah turun dari motornya.

"Gak perlu bilang makasih. Itu kan gunanya teman, saling menolong dan buat rasa nyaman."

Senyum Niar makin mengembang. Lanang, cowok itu mengingat jelas apa yang diucap Niar. Nyaman. Satu kata yang buat semua orang merasa betah tanpa harus ada yang meninggalkan ataupun menyakiti.

"Dan gue mau rubah rasa nyaman itu jadi rasa sayang," kata Lanang lagi memerhatikan Niar dengan senyumnya yang masih mengembang.

Lanang ada apa dengan dirinya sekarang?

Sungguh mendengar ucapan Lanang, Niar tercengang. Tak tau harus berkata apa. Raut mukanya mendadak bingung.

Lanang yang masih betah melihat wajah cantik Niar pun segera turun dari motornya.

"Niar," panggil Lanang membuat Niar mau tak mau menatap iris hitam legam itu dengan perasaan tak karuan.

"Gue gak mau ada apa-apa sama lo. Jangan buat gue khawatir. Biarin gue ngelindungin lo. Dan lo, lo itu perempuan unik yang…."

"Lanang, gue mau temenan sama lo. Tapi untuk perasaan gue belum bisa," potong Niar cepat.

Ada apa dengan hari ini. Kenapa dua cowok dengan wajah tampan ini mengutarakan perasaannya pada Niar.

Sungguh Niar merasa hari ini seperti dalam permainan. Perasaannya di buat bingung oleh sosok Zilo dan juga Lanang.

"Gue bakal buktiin ke lo, kalo gue beneran serius sama apa yang gue omongin ke lo, Niar," kata Lanang tersenyum lalu menghidupkan mesin motornya untuk segera meninggalkan Niar.

Niar terpekur. Ia masih menatap kepergian Lanang. Apa benar apa yang diucapkan Lanang? Apakah dia serius dengan perkataannya?

Tanpa diduga, sosok cowok berseragam putih abu-abu memerhatikan.

Tak kunjung lama, cowok itu pun ikut menghidupkan motornya dan meninggalkan area komplek perumahan Niar.

◆◆◆

Putri Nageswari perempuan dengan suara cemprengnya sedikit terkejut. Pasalnya sosok Lanang dengan kaos hitam oblong dan jeans yang senada sedang berdiri membelakanginya di depan pintu rumahnya. Ia tak biasanya kedapatan tamu apalagi teman cowok.

"Ngapain lo!" kata Putri dengan nada ketus. Membuat Lanang membalikkan badan untuk menatap wajah yang terbilang lumayan cantik untuk kalangan perempuan.

"Ketus amat lo, PMS?" kata Lanang.

"Kalo gak ada keperluan pulang, deh! Gue mau ngerjain tugas Pak Bambang." kata Puri mengusir Lanang terang-terangan.

Putri sebenarnya perempuan yang ramah daripada Niar. Namun karena setiap harinya sahabatnya yang selalu dihina membuat Putri merasa tak rela dan juga bermulut tajam jika berhadapan dengan Lanang.

"Gue mau tanya sesuatu," kata Lanang dengan iris hitam legamnya. Cowok bertubuh tinggi itu ingin tau sedikit tentang Niar. Karena perempuan itu sedikit sulit untuk membuka privacy nya.

"Ini tentang Niar," kata Lanang lagi membuat Putri yang tadinya bersikap acuh kini mulai penasaran.

"Kenapa sama Niar? Gue denger lo udah minta maaf sama dia. Udah sadar lo!" Putri masih saja dongkol dengan Lanang.

"Syukur deh kalo lo udah sadar, jadi otak gue gak terisi dendam terus sama lo!"

Lanang terkekeh. Putri dan Niar. Dua perempuan yang tak Lanang pahami akal pikirannya.

Hanya karena Lanang sudah meminta maaf pada Niar, Putri juga ikut memaafkan? Semudah itukah Putri memaafkan dirinya?

Putri yang menyadari sesuatu memersilakan Lanang untuk masuk ke dalam. Merasa tak sopan jika membiarkan tamu berbicara di depan teras rumah apalagi sambil berdiri seperti ini.

"Duduk, waktu gue gak lama buat lo," kata Putri masih mempertahankan nada tak sukanya pada Lanang. Lanang tak terlalu menghiraukan. Yang terpenting dia bisa mendapatkan satu petunjuk tentang Niar.

"Lo tau semua tentang Niar?" Lanang tak langsung menanyakan apa yang ingin Lanang ketahui.

"Kenapa?" sahut Putri menghiraukan pertanyaan Lanang.

"To the point aja ya, gue gak suka lo deket-deket Niar. Gue ngerasa ganjal sama sikap lo akhir-akhir ini sama temen gue. Gue mau ngasih tau lo. Kalo ada apa-apa sama Niar, orang pertama yang gue cari itu lo Lanang!"
Putri dengan mulut spontanitasnya. Ia tak memberikan waktu sama sekali untuk Lanang berbicara. Membuat Lanang tersenyum miris mendengarnya. Memang Lanang sadar dengan apa yang pernah ia lakukan pada Niar. Bukan tentang kekerasan fisik, melainkan karena kata panggilan yang sering terlontar dari mulut Lanang yang kurang ajarlah membuat dirinya dan Niar susah untuk dekat. Apalagi Putri menolak secara terang-terangan kedekatan dirinya dan juga Niar.

"Gue nyesel pernah kaya gitu, Put. Lo ngerti alasan gue selalu panggil Niar kaya gitu?" tanya Lanang dengan suaranya yang tenang.

Putri tak menjawab. Ia enggan untuk menatap Lanang.

"Gue cuman mau dia pandang gue," kata Lanang membuat Putri cukup terkejut.

"Mengolok nama dia bukan karena aku benci, itu salah satu caraku untuk mencari secuil perhatiannya untuk menatapku."
-LANANG BAKAL BAGUS


Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤

Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.


06.09.'20

Daniar si ApatisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang