Daniar si Apatis

139 50 1
                                    

Malam ini Lanang, Panjul, dan Juki sedang bermalam di rumah Bisma. Kebiasaan di malam Minggu. Kalau tak ada balapan liar seperti malam ini, mereka lebih senang berkumpul di rumah temannya. Menghabiskan malam minggu dengan bermain play station atau bermain kartu.

Panjul dan Juki yang asik di depan layar tv dengan memegang stick ps masing-masing saling beradu mulut. Mereka berdua duduk di bawah beralaskan karpet bulu berwarna abu-abu.

"Lo kalo main yang selow dong Njul, kasih gue menang," ucap Juki fokus dengan layar tv.

"Yang lincah dong lo, masa kalah sama adik gue sih. Malu-maluin umur ae lo," balas Panjul tak mau kalah.

Sedang Bisma dan Lanang yang berada di sofa menikmati pertengkaran absurd keduanya.

"Lo gak ikut main juga?" tanya Lanang pada Bisma. Tau betul jika Bisma juga anak gamers seperti Juki dan Panjul.

"Gak deh, biarin mereka puas dulu entar baru gue," ucapnya.

Lanang mengangguk. Ketiga cowok itu tengah sibuk dengan dunianya sendiri, Bisma yang tengah asik bersenandung ria dengan gitarnya, sedang Panjul dan Juki dengan games yang belum juga usai.

Merasa bosan. Lanang berniat mencari udara segar. "Gue keluar bentar," ucap Lanang yang hanya diangguki oleh ketiganya. Tanpa berlama-lama, Lanang keluar dari rumah Bisma.

Jalanan tampak sepi, dan Lanang tampak menikmati suasana malam ini

Membuat Lanang kembali memikirkan perempuan yang tadi sore ditemuinya.

Entahlah, Lanang merasa ada yang salah dengan dirinya. Semenjak Lanang mendengar suara Niar, melihat senyum tipis  patung hidup yang selalu di ejek setiap hari di sekolah. Lanang merasa ingin mengenal lebih jauh.

Perasaan aneh yang ingin Lanang hindari dan ingin Lanang jauhi.

"Sendirian aja. Gak ada temem lo!" Lanang terkekeh mendengar kalimat yang sering dilontarkan untuk Niar.

Lanang menatap di seberang jalan. Tanpa menunggu lama ia menyebrang dan berhenti di depan perempuan yang  berhasil mengingatkan kembali dengan Niar. Siapa lagi jika bukan Putri.

Rumah Putri dan Bisma bisa dibilang tak terlalu jauh, hanya beda satu komplek perumahan. Membuat Lanang sering bertemu Putri jika ia bermain ke rumah Bisma.

"Kelayapan mulu lo?" ucap Putri yang kini sudah berada di sebelah Lanang.

"Harusnya itu kata buat lo, lo itu cewek kelayapan mulu. Sendirian lagi," balas Lanang.

Putri memutar bola matanya malas. Ia kembali berjalan meninggalkan Lanang. Namun Lanang mengikutinya.

"Put," panggil Lanang pelan. Putri yang merasa terpanggil menoleh ke belakang.

"Apa?" balasnya dengan suara ketus.

"Lo kenapa mau temenan sama si Niar. Dia kan patung hidup," ucap Lanang seolah ingin mengorek sedikit informasi Niar dari teman sebangkunya, Putri.

Mendapat pertanyaan yang sering Putri dengar dari Lanang membuat Putri menghembuskan napas pelan. Ia sangat jengah dengan jenis pertanyaan ini. "Lo ngerti, gue temenan gak ada harus sama siapa-siapa. Gue netral mau temenan sama siapa aja. Kalo lo tanya kenapa gue mau temenan sama Niar jawabannya simple, gue temenan sama dia karena dia emang butuh teman," ucap Putri lugas.

"Gue temenan sama Niar bukan karena dia sering juara kelas, gue temenan sama dia karena dia itu tulus, gak bermuka dua, dan gak munafik kayak anak-anak lainnya. Dia emang pendiem bawaannya. Lo sadar gak tiap lo ketemu dia lo panggil apa dan respon dia gimana? Dia gak ada dendam sama lo. Kalo lo tau, dia malah bersikap biasa aja," cerocos Putri mengeluarkan unek-uneknya pada Lanang. Niat Putri agar Lanang tak memanggil Niar dengan sebutan 'patung hidup'.

Lanang terdiam dengan jawaban Putri, ia tau betul jika ia berlebihan memanggil Niar.

Melihat reaksi Lanang, Putri mendekati cowok berkaos hitam di depannya. "Kalo lo cuman nyakiti Niar, mending lo jauh-jauh. Karena Niar juga punya perasaan sama kayak cewek lainnya." Tanpa berlama-lama Putri meninggalkan Lanang sendirian.

Seolah Lanang dihantam batu ribuan ton, Lanang tersadar jika ia memang keterlaluan terhadap Niar. Keramaian jalanan tak di gubris oleh cowok itu. Berjalan dengan tergesa-gesa, Lanang kembali menghampiri Putri.

"Put, kasih gue nomor Niar," ucapnya menarik lengan Putri. Membuat sang empunya berbalik dan menatap Lanang.

"Sorry Niar bakal gak suka kalo nomornya gue kasih ke orang tanpa seizin dia," ucapnya tanpa penyesalan.

Ya, Niar memang tak suka jika nomornya diketahui banyak orang. Karena bagi Niar, nomor ponselnya adalah privacy. Mungkin hanya Putri yang mendapat hoki bisa menyimpan nomor perempuan itu.

◆◆◆

Sepanjang jalanan, Lanang tak henti-hentinya merasa menyesal. Ucapan Putri membuat otak Lanang terbuka lebar-lebar. Bahwa selama ini Lanang cowok SMA Analog  dengan tak tahu dirinya telah memberi sebutan tak senonoh pada perempuan yang tak pernah mengusik hidupnya.

Jangankan mengusik Lanang, Niar tak pernah mengejek dirinya. Pikiran Lanang seketika berkecamuk. Ia merasa ada beban yang harus segera diselesaikan.

"Datangnya penyesalan pasti di akhir kejadian, agar manusia sadar apa arti sebuah kesalahan."
-LANANG BAKAL BAGUS

Hai semua ini cerita pertama aku. Aku harap kalian suka dengan jalan ceritanya. Kasih aku saran untuk membuat cerita ini lebih baik lagi kedepannya. Terima kasih yaa❤❤❤

Follow ig @nndanrstu untuk menjalin pertemanan.

07.08.'20

Daniar si ApatisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang