Terima Kasih, Rahel.

266 13 5
                                    

[Ditulis dari sudut pandang Revan Ardiansyah]

Sebelum membaca extra chapter cerita ini, terima kasih untuk 170k viewers He is Revan dan 56k viewers She is Rahel. Chapter ini aku tulis untuk untuk kalian yang telah mendukung Revan dan Rahel selama ini.

H A P P Y  R E A D I N G :)

Aku heran, kenapa setelah menikah Rahel menjadi sering menangis. Apa mungkin karena dia menyesal telah menjadi istriku? Ah, tidak mungkin. Aku begitu percaya diri telah berhasil membahagiakannya.

Setelah menjadi suami Rahel, aku hanya sekali menangis. Ya, aku menangis ketika kami harus kehilangan buah hati kami.

Tapi, setelah itu aku benar-benar baik-baik saja. Aku belajar untuk mengikhlaskan mereka jika takdirnya memang seperti itu. Kita tidak bisa menahan mereka yang memang ditakdirkan untuk pergi, bukan?

Kadang aku pura-pura tidak tahu kalau Rahel menangis. Karena aku tidak sanggup melihat air matanya. Aku begitu mengagumi senyumannya sehingga membuatku sangat marah jika senyuman itu digantikan oleh air mata.

Malam ini, aku terbangun ketika Rahel sedang duduk sambil memainkan tabletnya. Aneh sekali karena dia memainkan itu sambil menangis.

"Kenapa gak nangis di toilet kayak biasa?" tanyaku sambil memejamkan mata. Lebih baik seperti ini daripada melihat Rahel pura-pura baik-baik saja dengan cara menghapus air matanya.

"Kamu belum tidur?"

"Udah, tapi kebangun."

"Aku ganggu kamu tidur?"

"Iya. Kamu masuk dalam mimpi burukku. Eh, bukan mimpi buruk, tapi kenyataan," jawabku. Masih memejamkan mata. Akan kubuka mataku ketika air matanya benar-benar sudah terhapus.

"Kenapa menangis lagi, Sayang? Kamu, kan, tahu aturan utama dalam keluarga ini gak boleh menangis."

"Menangis itu manusiawi."

"Kamu keseringan. Kenapa? Anaknya masih kurang? Mau tambah lagi di panti asuhan lain?"

Karena Rahel tidak menjawab pertanyaanku, aku akhirnya membuka mataku dan mengubah posisiku menjadi duduk. Aku menoleh ke arahnya yang sedang menatap lurus ke depan.

Pasti ada hal yang membebani pikiran Rahel akhir-akhir ini sehingga membuatnya menangis.

Aku mengambil ponselku. "HyBot, pesan tiket pesawat untuk besok dan booking hotel di Bali untuk tiga hari," kataku. Sekarang dunia lebih canggih. Kita tidak perlu membuka aplikasi menggunakan jari, cukup dengan bersuara. Tentunya harus menggunakan kata kunci.

HyBot adalah teknologi baru yang sangat memudahkanku dalam bekerja juga dalam beraktivitas. Hanya mengucapkan namanya saja, dia bisa mengakses apapun yang ada di ponselku.

Tak kusangka, aku masih cukup muda untuk menikmati kecanggihan teknologi ini.

"Akses diterima, perintah dijalankan."

"Sayang, bukannya lusa ada launching produk baru? Besok aku harus ketemu influencer buat—"

"Bisa ditunda. Aku CEO-nya. Bilang juga sama influencer kamu untuk ditunda dulu pertemuannya."

She is RahelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang