6. Peduli

1.3K 55 4
                                    

Mungkin sebaiknya, sebuah kepedulian tidak ditunjukkan secara terang-terangan.

📖📖📖

Hari ini Revan mendapat pesan dari Rahel bahwa ia tidak perlu menjemputnya. Alasan Rahel karena hari ini gadis itu akan diantar oleh ayahnya.

Hal itu berarti Revan tidak perlu bergegas agar tidak terlambat untuk menjemput Rahel. Jam sudah menunjukkan pukul 06.45, dan Revan yang sudah lengkap dengan seragamnya masih berlama-lama menonton TV. Celotehan Pak Ardi layaknya seorang ibu yang memarahi anaknya, seolah tidak membuat Revan menyerah.

"Hukumannya paling cuma bersihin WC, Pa," kata Revan dengan raut wajah tenang.

"Gak berubah kamu, ya! Ke sekolah sana! Ini sudah sangat terlambat, Revan." Pak Ardi menatap anaknya itu sambil berkacak pinggang. Hampir setiap hari seperti ini, tidak ada habisnya Pak Ardi memarahi Revan karena ia berlambat-lambat untuk berangkat sekolah.

Menanggapi semua celotehan ayahnya, Revan pun memutar bola matanya malas.

"Iya, iya. Revan pamit." Revan berdiri dari tempat duduknya, kemudian mengambil tasnya.

Setelah itu, ia menyalami Pak Ardi dan langsung pergi menjalankan motornya menuju ke sekolah.

***

Sadar akan keterlambatannya, Revan memutuskan untuk melaporkan dirinya sendiri kepada Pak Hadi. Ia sudah yakin seratus persen, Pak Hadi pasti akan menghukumnya habis-habisan. Namun entah kenapa, hal itu tidak juga membuat Revan jengah.

Prinsipnya hanya satu, yaitu kejujuran. Yang penting ia sudah menjalankan perintah ayahnya untuk selalu jujur jika melakukan kesalahan, maka pikirannya akan menjadi tenang meskipun dihukum.

"Hormat bendera selama setengah jam!" tegas Pak Hadi saat Revan jujur akan keterlambatannya.

Revan mengangguk paham, kemudian berjalan menuju tiang bendera. Posisi tubuh pemuda itu siap dengan tangan yang menunjukkan posisi hormat.

"Jangan kamu pikir, Bapak akan jengah menghukum siswa seperti kamu! Tidak akan!" Setelah mengatakan itu, Pak Hadi meninggalkan Revan untuk menghukum siswa terlambat yang lain.

Berselang sepuluh menit Revan berdiri di depan tiang bendera, keringat mulai membasahi wajah pemuda itu.

"Gak bosen dihukum, ya?" Suara itu berhasil mengejutkan Revan. Tanpa mengubah posisinya, mata Revan bergerak ke arah samping.

"Ini bukan hukuman. Ini wujud bakti buat negara," kata Revan saat melihat Rahel berdiri tepat di sampingnya sambil menghadap ke arahnya. "Coba kamu pikir, siapa warga negara Indonesia yang mau hormat bendera selama setengah jam?"

"Semua siswa terlambat di sekolah ini, justru mereka patut diandalkan," lanjut Revan, masih dengan pembelaannya. "Yang bersihin WC sama perpus, udah pasti siswa terlambat. Iya, 'kan?"

Kalau berdebat dengan Revan, Rahel pasti akan kalah. Meskipun sedikit jengah karena terlalu sering berdebat dengan Revan, namun sebagai pacar yang baik Rahel harus tetap berusaha membawa kekasihnya itu ke arah yang lebih baik.

"Harus ya setiap hari aku ke sekolah bareng kamu supaya kamu gak terlambat lagi?" tanya Rahel.

Revan kembali menatap ke arah tiang bendera. "Harus kayaknya."

She is RahelDonde viven las historias. Descúbrelo ahora