16. Selesai

1K 55 2
                                    

Seharusnya kita jangan mudah terpengaruh dengan kata-kata orang. Percayalah pada apa yang sudah kita jalani selama ini.

📖📖📖

"Maafin aku."

Rahel berusaha melepaskan pelukan itu, namun Revan memeluknya sangat erat. Tenaga Rahel tentu tidak cukup untuk melepaskan pelukan Revan.

"Aku salah. Aku benar-benar bodoh. Aku brengsek. Maafin aku." Suara Revan terdengar sangat tulus untuk meminta maaf.

"Aku minta maaf. Please, maafin aku. Aku juga kangen sama kamu. Aku pengen lihat senyuman kamu lagi. Maaf, Rahel."

Entah sudah berapa kali Revan mengucapkan kata maaf kepada Rahel. Air mata Rahel semakin deras mengalir.

"Aku udah buat kamu nangis. Aku udah buat kamu kecewa sama sikap aku. Maafin aku. Aku bener-bener salah," lanjut Revan. Revan mempererat pelukannya.

"Aku minta maaf."

Rahel melepaskan pelukan itu secara perlahan, kemudian membalikkan badannya untuk menatap ke arah Revan.

"Lihat aku, Revan," kata Rahel saat melihat kekasihnya itu sedang menunduk. Rahel bisa merasakan kalau Revan sangat menyesal.

Secara perlahan, Revan mengangkat wajahnya agar bisa menatap ke arah Rahel.

"Seharusnya kita jangan terpengaruh dengan kata-kata orang. Percayalah pada apa yang sudah kita jalani selama ini," ucap Rahel sambil memegang kedua pipi Revan.

"Aku sayang kamu," kata Rahel dengan penuh penekanan. Hal itu bertujuan agar Revan bisa percaya bahwa Rahel tidak main-main saat mengatakannya.

"Maaf."

"Anggap masalah ini selesai sampai di sini. Gak usah diperpanjang dan gak usah diingat lagi."

Revan tersenyum. "Iya. Ini selesai."

Rahel mencubit kedua pipi Revan pelan. "Apa pun yang terjadi, apa pun kata orang, aku gak peduli. Aku tetap sayang sama kamu. Dan aku harap, kamu juga demikian."

"Iya, Rahel."

"Selesai les, aku mau kamu jemput aku di tempat les. Nanti aku kirim alamatnya," kata Rahel sambil menghapus sisa air matanya.

Revan mengangguk. "Iya."

"Ya, udah. Aku pamit, ya."

Untuk kesekian kalinya, Revan mengangguk. "Hati-hati."

Rahel pun melambaikan tangannya, kemudian benar-benar pergi meninggalkan Revan. Ia bergegas menuju depan gerbang karena Glenn sudah menunggunya di sana.

"Udah lama, Glenn?" tanya Rahel ketika ia sudah masuk ke dalam mobil.

"Hm, gak terlalu lama," jawab Glenn kemudian menjalankan mobilnya. "By the way, you cry again?"

Rahel menatap Glenn dengan tatapan bingung. Ia menyalakan ponselnya dan berkaca di kamera ponsel.

Glenn tertawa melihat tingkah Rahel. "Kenapa? Awalnya lo udah hapus air mata lo supaya orang gak tahu kalau lo abis nangis?"

She is RahelWhere stories live. Discover now