12. I'm Okay

1K 54 4
                                    

a/n : buat yg nunggu VanHel momment setelah 2 chapter gak ada momment mereka ;) Happy reading!

❣️

Selamat.
Kamu sudah berhasil membuat aku sangat takut hari ini.


📖📖📖

Revan membuka matanya saat mendengar ponselnya berdering. Tangannya meraba-raba nakas yang ada di samping tempat tidur karena setahunya ia meletakkan ponselnya di sana.

Revan men-slide tombol hijau, tanpa melihat siapa yang meneleponnya. Ya, ia masih sangat mengantuk karena semalam begadang mengerjakan tugas dari Pak Wahyu. Bukan takut hukumannya Pak Wahyu, Revan justru takut akan mendapat celotehan dari Rahel.

"Halo." Revan mengucek matanya sambil mengubah posisinya menjadi duduk.

"Revan."

Mata Revan terbuka lebar. Ia menatap layar ponselnya dan melihat nama Rahel muncul di sana.

Mampus! Revan membatin sambil memukul jidatnya.

"Kamu baru bangun, ya? Ini udah mau setengah tujuh. Aku gak mau tahu, kamu harus jemput aku. Gak boleh telat." Terdengar suara seperti ingin marah, namun ditahan. Dari kata-katanya terdengar menyeramkan, namun dari suaranya terdengar sangat lirih dan tidak bersemangat.

Revan merasa ada yang aneh dari suara Rahel. "Suara kamu kenapa?"

Tut.

Bahu Revan merosot seketika karena bukannya Rahel menjawab pertanyaannya, Rahel justru mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Revan melirik jam dinding yang ada di kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 06.10. Setelah menghembuskan nafas berat, Revan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Hanya butuh waktu 10 menit untuk Revan mandi. Ia harus bergegas agar tidak terlambat untuk menjemput Rahel.

"Den Revan, sarapan dulu!" teriak Bi Sita dari luar kamar saat Revan sedang mengenakan seragamnya. Setelah selesai, ia bahkan tidak menyisir rambutnya, mengambil tasnya, dan bergegas keluar dari kamar.

Bi Sita yang melihat Revan tergesa-gesa sudah sangat yakin bahwa hari ini Revan pasti akan menjemput Rahel. "Gak sarapan, Den? Atau bawa bekal aja?"

"Gak usah, Bi. Nanti aku beli di kantin," jawab Revan sambil keluar dari rumah. Setelah itu, ia menjalankan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Jika ia tidak ingin terlambat, maka ia harus tiba di rumah Rahel 06.45. Karena jarak dari rumah Rahel ke sekolah ±15 menit.

Dari jauh, Revan sudah melihat Rahel sudah berdiri di depan pagar rumahnya.

Semoga aja gak telat, batin Revan.

"Selamat pagi," sapa Revan saat motornya sudah berhenti tepat di depan Rahel.

"Selamat pagi." Rahel tersenyum.

Revan memberikan helm kepada Rahel, sembari memperhatikan wajah kekasihnya itu yang terlihat pucat.

"Kamu sakit?" tanya Revan, khawatir.

Rahel memakai helm itu sambil tersenyum. Namun, Revan bisa pastikan kalau itu adalah senyuman yang dipaksakan.

"Maag kamu kambuh, ya?"

She is RahelDove le storie prendono vita. Scoprilo ora